Perangkap Pemicu Berat Pertama

Kabut tipis masih menempel di sela dedaunan saat para Pengawal Duren berkumpul di tepi jalur barat kebun. Boni tiba lebih dulu, membawa gulungan tali tambang tebal dan sebuah kaleng kosong setengah terisi kerikil. Tak lama kemudian, Yuni muncul sambil menenteng buku catatan, sedangkan Arman dan Budi datang membawa sepasang tiang bambu bertajam di ujungnya, alat pemicu sederhana dan sebatang bambu panjang untuk tancapan.

Boni bertepuk tangan pelan untuk menarik perhatian. “Baik tim, hari ini kita akan memasang perangkap pemicu berat pertama. Prinsipnya sederhana: saat benda berat lewat, tali tertarik, kaleng miring dan kerikil akan berbunyi nyaring. Cukup berisik untuk membangunkan seluruh desa, misalnya kalau ada buldoser nyolong masuk.”

Yuni tersenyum memandangi kalengnya. “Low-tech sekali, tapi brilian. Aman untuk manusia dan hewan, tapi cukup heboh untuk memberi tanda. Persis yang kita butuhkan.”

Arman memegang kaleng, antusias. “Kalau ada aktivasi, kita langsung tahu waktu pastinya. Bukti audio dan cap waktu ini bakal jadi data kuat untuk proposal kita.”

Budi, sedikit kikuk memainkan aplikasi peta di ponselnya, menimpali, “Aku akan mencatat koordinat GPS setiap perangkap. Jadi nanti kita bisa mencocokkan waktu aktivasi dengan catatan patroli.”

“Pastikan ponselmu tetap aman, Bud,” kata Boni sambil memungut ponsel yang sempat terjatuh. “Data ini krusial.”

Budi mengangguk gugup. “Tenang, Pak. Tidak akan jatuh lagi.”

Mereka berjalan menyusuri lorong sempit penuh pakis dan jahe liar, hingga tiba di titik pertama, sebuah jalan setapak kecil yang bercabang dekat pagar bambu. Arman dan Budi menancapkan dua tiang bambu kokoh di kedua sisi jalur, berjarak sekitar 18 inci. Tali diikat di ujung tiang, membentang hanya satu inci di atas tanah.

Yuni mencubit tali, memeriksa ketegangannya. “Pastikan cukup kencang untuk roda ATV atau ban mobil kecil, tapi tak terlalu tegang sehingga cicak pun tak memicunya.”

Arman mengencangkan simpul dan melangkah mundur sedikit. Tali bergetar halus. “Pas. Siapa mau uji coba menyeberang, pegang kalengnya?”

Budi menyambar kaleng. “Aku, nih!”

Mereka mundur sepuluh langkah. Boni menghitung, “Tiga… dua… satu!”

Budi maju perlahan, meletakkan kaleng tepat di atas tali. Saat ia menginjak akar kecil, kaleng miring dan kerikil berhamburan ke semak. Suara keras berbunyi memecah kesejukan dipagi hari.

Budi memelas, “Ups—maaf, lebih keras dari yang kubayangkan.”

Semua tertawa. Yuni melihat jam tangan. “Tiga detik dari peletakan hingga aktivasi. Ini jadi Data kalibrasi kita saat ini.”

Arman mengambil kerikil yang berserakan. “Kita isi ulang dulu sebelum ada penduduk lewat.”

Mereka mengumpulkan sisa kerikil, mengisi ulang kaleng dan memperbaiki posisi Budi. “Ingat Bud! beri jarak kaki minimal dua meter sebelum peletakan.”

Boni mencatat di buku besarnya. “Koordinat Trap 1 sudah tersimpan. Beralih ke lokasi kedua.”

Mereka berjalan seratus yard menembus barisan bibit durian muda yang daun-daunnya mengilap. Tanah di sini lembap, membentuk cekungan kecil yang tergenang usai hujan semalam. Boni mengetuk-ketuk tanah dengan sepatu.

“Di area ini, kita perlu naikkan tali sedikit sekitar enam inci, supaya hewan kecil tak memicunya, namun benda lebih berat tetap memicu bunyi.”

Arman mengukur dengan telapak tangan. “Enam inci pas, mari pasang.”

Mereka menancapkan tiang, mengikat tali, lalu Yuni menata kaleng dengan tangkai rumput tipis sebagai kait. “Sistem pelepas rumput. Kalau ada goyangan ringan, kaleng bakalan miring.”

Budi kembali berperan sebagai korbannya. Kali ini, langkahnya ringan dan kaleng langsung miring, kerikil menumpah deras. “Wah… mirip air terjun batu!” ia berteriak gembira.

Para Pengawal tertawa riang. Boni memeriksa stopwatch. “Satu koma delapan detik. Bagus, pemicunya lebih cepat.”

Yuni menulis, “Tali 6 inci, kaleng 1,5 ons, kerikil 50 butir. Data tuntas.”

Mereka melanjutkan uji di dua lokasi berikutnya, menyesuaikan medan: satu di lereng ringan, satu di jalur sempit di tepi parit kecil. Di satu titik, seekor anak anjing iseng memicu salah satu perangkap, kerikil berserak dan anjing itu lari terbirit-birit, semua yang melihatnya tertawa.

“Alfa test untuk satwa liar.” canda Arman.

Yuni menulis di buku: Ramah fauna: hanya audio, tanpa cedera. “Ini poin plus kita.”

Menjelang siang, empat perangkap sudah terpasang: Trap 1 hingga Trap 4. Masing-masing dilengkapi data lengkap, koordinat GPS, tinggi tali, berat kerikil dan waktu kalibrasi. Boni memimpin rapat singkat di tengah ladang.

“Malam ini patroli dimulai pukul 20.00,” ujarnya. “Kita bagi dua tim: Tim A untuk Trap 1–2 (20.00–22.00), Tim B untuk Trap 3–4 (22.00–24.00). Setiap tim bawa recorder, senter dan flasher darurat.”

Yuni menambahkan, “Besok pagi kita kumpulkan kerikil, cek jejak kaki atau ban dan cocokkan data dengan video trail-camera.”

Budi semringah, “Saya pasang trail-camera di antara Trap 2 dan 3. Semoga ada yang terekam.”

Mereka menyantap jagung bakar dan air kelapa, makanan kemenangan sederhana yang terasa sangat istimewa. Perangkap low-tech mereka telah diuji; sekarang giliran malam yang menantang.

Saat sore hari tiba, lampu pos jaga di tepi kebun dinyalakan. Mereka menyiapkan peluit dan lampu senter. Boni menulis rencana di papan tulis kecil:

Tim A (20.00–22.00): Bu Siti & Darto

Tim B (22.00–24.00): Riko & Mira

Monitoring (20.00–24.00): Arman & Budi (pos jaga)

Mereka berlatih kode peluit: satu tiupan ‘aman’, dua ‘mencurigakan’, tiga ‘darurat’. Mira menunjukkan foto Trap 3 yang tali-nya masih terlalu rendah.

“Kita naikkan satu inci lagi sebelum gelap.” ucap Yuni tegas.

Setelah selesai, mereka minum teh hangat, suara jangkrik menyertai malam yang mulai pekat. Menjelang pukul 20.00, Bu Siti dan Darto berangkat ke Trap 1–2, menyalakan headlamp dan meniup satu tiupan—tanda kedatangan.

Di pos, Arman menekan tombol radio, “Tim A, konfirmasi Trap 1?”

Suara Bu Siti terputus-putus, “Semua tenang… belum ada kerikil.”

“Cek Trap 2.” timpal Arman. Darto menelusuri jalur, lalu terdengar dua tiupan rendah, “Ada jejak ban motor… lumpur masih basah.”

“Catat. Kita selidiki pagi.” Arman menutup radio.

Pukul 22.00, Riko dan Mira menggantikan. Mereka mengencangkan tali di Trap 3 yang kini satu inci lebih tinggi. Pada 22.20, terdengar getaran lembut di semak.

Mira berbisik, “Cuma anjing kecil lewat.”

Riko meniup satu peluit sebagai tanda aman dan Mereka langsung mencatat hasilnya.

Saat sampai di Trap 4 pada pukul 23.15, hanya ditemukan kaleng yang hilang dan kerikil berserakan. Mereka segera mengikuti jejak itu.

“Mungkin musang atau trenggiling.” bisik Riko. “Lihat bekas cakarnya.”

Mereka memotret detail jejak sebelum meniup tiga peluit darurat, perangkap perlu direset besok.

Ketika cahaya pagi mulai menyingsing, seluruh tim kembali ke pos, mata mengantuk namun hati bangga. Arman memutar rekaman trail-camera: hanya daun berguguran dan riuh suara jangkrik. Namun catatan patroli padat:

Trap 1–2: hening tanpa jejak manusia

Trap 3: gangguan satwa (anjing)

Trap 4: kaleng hilang, jejak mamalia kecil

Yuni menyimpulkan, “Belum ada tanda orang atau mesin. Jadi bisa disimpulkan sistem kita bekerja.”

Boni menambahkan, “Log waktu dan koordinat lengkap. Besok kita perkuat Trap 4 dan stasiunkan relawan.”

Budi mengangguk, “Koordinat sudah sinkron dengan jadwal patroli. Grid kita bisa diperluas.”

Keberhasilan uji coba perangkap pemicu berat pertama bukan hanya soal mengusir penyusup, tetapi membuktikan bahwa Desa Duren mampu bersatu, berinovasi, dan mengolah data secara ilmiah.

Bu Siti menyungging senyum, “Kita mungkin belum menangkap pencuri, tapi desa ini telah menunjukkan bahwa kita bisa menjaga diri sendiri.”

Mereka berfoto mengenang di depan pos jaga, buku catatan di tangan, sembari menguap pelan. Di belakang, barisan durian menjulang tinggi. Ketika matahari menembus kabut terakhir, Tim Pengawal Duren telah menyiapkan langkah selanjutnya: memperbaiki perangkap, memperluas patroli, dan mempersiapkan laporan lengkap untuk pertemuan dengan Kepala Desa.

Terpopuler

Comments

Kardi Kardi

Kardi Kardi

MUSUHNYA belum nongol yaaa/Sneer/

2025-02-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!