Menyusun Peta dan Strategi

Pagi yang cerah menyambut hari ketiga sejak kepulangan Boni. Sinar matahari masuk melalui celah-celah atap balai desa, menari-nari di atas papan kayu tua yang menempel di sudut ruangan, disana terdapat papan tempat tergantung peta sketsa kasar kebun durian. Sejak pukul delapan, beberapa warga telah berdatangan: ada yang membawa buku catatan lusuh, beberapa memegang kompas jadul dan tak sedikit pemuda dengan smartphone di tangan untuk membaca koordinat GPS.

Di depan ruangan, Boni berdiri berdampingan dengan Yuni, kedua wajahnya serius menatap peta yang terhampar di atas meja panjang. Di sekeliling mereka berserakan patok kayu berwarna-warni, pita pembatas, pensil, penggaris, papan klip dan sebuah kamera saku. Suasana hening sesaat, diwarnai derit kayu lantai dan desah daun bambu di luar jendela.

“Terima kasih telah datang lebih awal.” ujar Boni membuka rapat. “Hari ini, kita membagi tiga tugas utama: pemetaan detail pohon, pendataan hasil panen dan penentuan rute patroli.”

Pak Slamet, sosok yang sudah puluhan tahun mengabdikan diri merawat kebun, mengangguk tegas. “Saya akan pimpin pemetaan pohon tua di Sektor A. Saya butuh tiga relawan untuk membantu menandai setiap sepuluh pohon dengan patok berwarna merah.”

Yuni mengangkat alis, lantas menambahkan, “Sementara itu, Riko dan saya akan menandai pohon-pohon muda di Sektor B dengan patok berwarna hijau, serta mencatat rata-rata jumlah buah per pohon selama dua musim terakhir.”

Tiba-tiba, dari tengah kerumunan, tiga pemuda yaitu Arman, Santi dan Beni mengacungkan tangan dengan sangat antusias.

“Kami siap, Bu Yuni.” kata Arman. “GPS di ponsel kami sudah disiapkan untuk merekam setiap koordinat.”

“Saya bawa peta versi skala 1:500 supaya tulisan kita lebih akurat.” timpal Santi, menunjuk buku skornya.

“Dan aku bisa menggambar ulang peta ini dalam bentuk digital nanti.” sahut Beni, mata berbinar penuh semangat. “Agar semua warga bisa mengaksesnya lewat ponsel.”

Boni tersenyum bangga. “Bagus, itu yang kita butuhkan. Peta digital akan memudahkan distribusi dan pencetakan ulang.”

Kemudian ia melanjutkan, “Selanjutnya, kita susun jadwal patroli: dua shift, pagi dari pukul 06.00 hingga 08.00, serta malam dari 19.00 hingga 21.00. Setiap shift terdiri dari dua orang. Siapa saja yang bersedia?”

Beberapa detik senyap, kemudian suara lembut Bu Siti memecah suasana. “Saya dan Bu Minah bersedia patroli pagi.” ujarnya mantap. “Udara lebih sejuk dan jalur lebih lengang.”

Dua pemuda yaitu Darto dan Riko mendekat, mengangguk sepakat untuk shift malam. “Riko dan saya bergantian, Bu. Biar nggak gelap-gelapan sendiri.”

Riko segera menambah, memegang peluit kecil. “Kita bawa senter dan peluit kode. Satu tiupan berarti ‘aman’, dua tiupan ‘ada kecurigaan’ dan tiga tiupan ‘darurat, minta tolong’.”

Yuni mencatat sambil tersenyum lebar. “Bagus sekali! Peta rute patroli akan kita pasang di pos jaga dekat gapura masuk kebun.”

Setelah itu, seluruh rombongan berjalan keluar menuju pos jaga. Sebuah gubuk kayu mungil di sudut kebun, tempat Arman memasang kamera pengintai portabel di malam sebelumnya. Di sana, senter-senter kecil, peluit dan buku catatan sudah siap di atas rak kayu.

“Semua alat akan kita uji malam ini,” tegas Pak Slamet. “Anggap saja latihan simulasi, kita butuh keandalan kalian dengan penuh.”

Boni kembali menatap peta, menunjuk beberapa titik yang dilingkari. “Terakhir, setiap tim yang turun ke lapangan wajib membawa kamera saku. Foto apa pun yang penting seperti pohon berbuah lebat, area rusak akibat genangan, atau jejak roda mesin. Setiap foto akan jadi bukti visual.”

“Dan semua data ditulis rapi di lembar kerja harian.” sambung Yuni. “Nanti malam, kita kumpul lagi di warung Mbok Sri untuk presentasi hasil survei.”

Senyum gugup namun bangga tersungging di wajah anggota Tim Pengawal Duren. Mereka saling bertukar patok, membantu memasangkan pita, sekaligus saling menyemangati. Mereka tahu, ini bukan sekadar acara formal, tapi nasib kebun durian, bahkan identitas Desa Duren, bergantung pada ketelitian dan kerja sama mereka.

Pada pukul sepuluh, tim pemetaan memasuki Sektor A. Di bawah rindang pepohonan tua, Pak Slamet memberi arahan.

“Roni, ukur jarak antar batang ini. Santi, ikat pita merah di pohon kesepuluh. Budi, catat diameter batang di kertas ini.”

“Baik, Pak!” jawab Roni, mengulur pita pengukur di sekitar batang yang lumut.

Sementara itu, Beni dan Arman berdiri agak jauh, mengarahkan smartphone mereka.

“Koordinat dikunci.” ujar Arman sambil menunggu bunyi getar. “Sekarang kita kirim data ke peta digital.”

Beni tertawa kecil saat melihat satu patok merah hampir miring. “Patoknya miring! Nanti saya luruskan sebelum laporan.”

Pak Slamet ikut tersenyum. “Santai, Beni. Yang penting nanti malam patok itu bunyi kalau ada yang lewat, jadi kayak alarm sederhana!”

Tawa kecil meledak, mencairkan suasana sejenak. Namun di mata mereka terpancar keseriusan, setiap pohon tua ini harus diperhitungkan, setiap data diproses untuk membangun argumen yang kuat.

Mereka menandai pohon demi pohon, mencatat usia, perkiraan produksi, tanda-tanda hama, hingga kondisi tanah di sekelilingnya. Angin menebarkan harum bunga durian muda, seakan menyemangati setiap langkah mereka.

Sementara tim Yuni di Sektor B mendekati barisan pohon muda. Batang-batang kecil itu hijau segar, cabangnya masih lentur, tetapi sudah menampakkan buah mini yang menggembirakan.

Yuni membungkuk mencermati satu pohon. “Musim lalu 10 buah, musim ini 11 buah. Tren naik—bagus.”

Riko menunduk, menekan tombol di aplikasi GPS. “Koordinat siap, patok hijau sudah tertancap.”

Mereka mencatat proyeksi hasil panen di lembar kerja, kemudian beranjak ke pohon selanjutnya. Satu per satu, data terisi rapi, sesuatu yang tak bisa didapat hanya dengan perkiraan kasat mata.

Menjelang tengah hari, tim kembali ke warung Mbok Sri untuk istirahat dan makan siang sederhana. Di atas meja kayu penuh tumpukan kertas, foto-foto hasil jepretan kamera saku, kompas dan patok-patok kecil berwarna. Aroma kopi hangat berpadu dengan wangi pastel isi sayur dan pisang goreng renyah.

Yuni berdiri, memegang penggaris kayu sebagai pointer, lalu menghadap warga yang sudah berkumpul.

“Inilah temuan sementara kita.” ia memulai. “Sektor A: Lima puluh pohon tua, rata-rata panen tiga puluh lima buah per pohon musim ini. Sektor B: Empat puluh pohon muda, rata-rata sepuluh buah, dengan tren meningkat. Sektor C—area rawan banjir, terdapat tiga titik genangan hingga dua puluh sentimeter setelah hujan semalam. Kita perlu saluran pembuang di sana. Sektor D—pinggiran kebun di tepi jalan desa, ada tiga titik rawan dibabat alat berat.”

Boni maju untuk menekankan hasil. “Semua data sudah diverifikasi oleh dua tim berbeda. Data ini akan kita lampirkan dalam proposal. Angka-angka ini tak bisa diabaikan sebagai sekadar emosi.”

Pak Kusno menepuk bahu Yuni. “Sangat baik! Sekarang kita punya bukti konkret. Tidak ada lagi yang bisa bilang ‘itu cuma sentimental’.”

Pak Darto menimpali, “Malam ini kita latihan peluit patroli, supaya semua paham kode dan tidak panik.”

Bu Siti melangkah membawa nampan berisi ekstra kopi dan pisang goreng. “Ini untuk tim malam. Pastikan energi terjaga, ya!”

Mereka menutup pertemuan dengan doa singkat agar dijaga keselamatan dan keberhasilan. Suara berbaur antara degup daun di pepohonan, riuh rendah cangkir bersulang, dan semangat gotong royong yang semakin menguat.

Di sudut warung, saat kerumunan mulai bubar, Boni memanggil Yuni mendekat. “Kamu luar biasa hari ini.” bisiknya pelan. “Tanpa data ini, kita cuma akan berdebat tanpa hasil.”

Yuni tersenyum lelah namun bangga. “Dan tanpamu, Aku takkan berani bicara begitu yakin di hadapan Pak Suyono.”

Mereka saling beradu pandang, sekilas memberikan penghargaan yang tulus. Ketika matahari sore hari mulai mulai menghilang, lampu-lampu warung Mbok Sri dinyalakan, memancarkan cahaya hangat.

Terpopuler

Comments

Kardi Kardi

Kardi Kardi

wooooo. team duren. BERAKSIIII

2025-02-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!