Inikah takdir cinta?

"Astaghfirullah..., Bagas...", Maura menyandarkan tubuhnya ke tembok, tubuhnya terasa lemas, tak bisa dipungkiri, pertemuannya hari ini dengan Bagaskara, membuat hatinya sock, apalagi mendengar semua pengakuan Bagas mengenai perasaannya.

Hati Maura pun bergetar, ada rasa bahagia dan sedih yang kini ia rasakan. Maura merasa bahagia, karena Bagas mampu memelihara cinta mereka dalam waktu lama. Dan Maura pun merasa sedih, karena walaupun adanya begitu, tidak mungkin bisa menyatukan kembali cinta mereka.

"Bu..., Ibu sedang apa, kok berdiri di situ, ini sudah siang Bu, Tiara harus sekolah kan"?, sebuah suara mengagetkan Maura. Dan ia pun membuka kedua matanya yang terpejam.

Sesosok tubuh mungil sedang berdiri tepat dihadapannya, ia menatap lekat dirinya.

"Ibu sakit ya?, Ibu pasti pusing lagi", imbuh Tiara, ia memegang lengan ibunya , dan menggusurnya menuju pintu .

"Ah...iya, Ibu agak pusing sedikit, maaf ya, membuat Tiara khawati, ibu hanya sedikit cape saja sayang", senyum Maura , ia tersenyum dan segera masuk ke dalam rumah mengikuti langkah kecil Tiara yang menuntunnya masuk.

Tiara juga yang membukakan pintu untuknya. Setelah menyimpan kresek belanjaan di meja, Maura melirik jam dinding.

"Astaghfirullah..., sudah mau jam tujuh, bisa telat ke sekolah kalau begini", gumamnya.

"Ibu, aku sudah siap, ini benar kan bajunya?", kembali suara Tiara mengagetkannya.

Tiara sudah berdiri disampingnya, ia sudah memakai seragam sekolahnya.

"Alhamdulillah..., anak sholeh, anak pintar ibu, benar sayang ini seragamnya, sebentar, Ibu betulkan dulu ya", dengan segera Maura membetulkan pakaian anaknya.

"Terima kasih ya sayang, kamu sudah membantu ibu, kamu ini kecil-kecil sudah mandiri, kalau ibu tidak ada di rumah, kamu sudah bisa mengurus dirimu sendiri", Maura beberapa kali mengecup pipi putri bungsunya itu.

"Tiara kan sayang itu, Tiara lihat ibu sibuk, jadi kalau Tiara bisa melakukannya sendiri, Tiara tidak akan menunggu ibu", celoteh Tiara.

"Ya sudah, sudah rapi, kita berangkat sekarang, nanti telat",

"Buku-bukunya sudah sayang, ini bekal snack nya, dan botol minuman juga sudah ibu simpan di tas ya", Maura tampak sibuk memasukkan bekal sekolah Tiara.

"Iya Ibu...", ucap Tiara yang ternyata sedang memakai sepatu.

Sekilas Tiara melihat wajahnya di kaca lemari makan, ia tidak akan sempat ganti baju, atau pun untuk memperbaiki polesan lipstik dan bedak, ia hanya menyambar sebuah cardigan saja untuk melapisi pakaiannya.

"Ayo berangkat!", Maura membawakan tas Tiara dan segera meraih tangan mungilnya untuk pergi ke sekolah.

Lagi-lagi, Maura mengantar anaknya dengan berjalan kaki, memang tidak terlalu jauh jarak antara rumah dengan sekolah Tiara. Bukan hanya itu, Maura belum bisa mengendarai sepeda motor, padahal di garasi ada sepeda motor nganggur.

Dengan ceria Tiara berjalan didepannya, ia tipe anak yang tidak banyak menuntut, ia selalu ikut dan menurut saja apa kata Ayah ibunya.

Hati maura yang terenyuh melihatnya, di jalan mereka banyak bertemu dengan teman-teman sekolah Tiara, mereka sudah sat set dengan sepeda motornya.

"Ayo ikut Mba, biar tidak telat..!", sebuah sepeda motor berhenti disampingnya.

"Mamah Dian, terima kasih", senyum Maura, ia pun segera membimbing Tiara untuk naik ke sepeda motor .

'Alhamdulillah ternyata masih ada orang baik', batin Maura bicara.

Dengan sekejap mereka pun sudah tiba di sekolah, Maura kembali mengucapkan terima kasih saat turun dari sepeda motor Mamah Dian.

Dian dan Maura kebetulan satu kelas, jadi mereka sudah saling kenal, begitu pun dengan Maura dan ibunya Dian.

"Iya sama-sama Mba...", jawab Mamah Dian dengan tersenyum.

Mereka pun segera menuju kelas, maklum Tiara masih duduk di kelas satu Sekolah Dasar, jadi harus masih di antar sampai kelas.

"Ayo masuk!", Maura menarik lengan anaknya yang tiba-tiba berhenti di ambang pintu.

Tiara tetap diam, ia mematung ditempatnya. "Ada apa sayang, mau jajan dulu?", tawari Maura saat melihat Tiara yang masih diam di tempat.

Tiara menggelengkan kepalanya. "Lalu tunggu apa lagi, ayo masuk, dan duduk di kursimu!", ajak Maura kembali.

"Itu...", ucap Tiara sambil menunjuk ke dalam kelas yang sudah ramai, karena yang masuk bukan hanya anak, tetapi dengan ibu-ibunya.

"Apa..., ada apa...?", Maura masih bingung.

"Kursinya sudah ada yang nempatin ibu", gumam Tiara.

"Oh..., ayo ibu antar", Maura masuk sambil menarik perlahan kengan anaknya.

"Dimana kursinya sayang?", Maura pun bingung karena kemarin suaminya yang mengantar Tiara sekolah.

"Itu...", kembali Tiara menunjuk ke arah deretan kursi didepannya.

"Yang ini?", Maura menunjuk ke arah deretan kursi ke empat dari depan.

Tiara pun mengangguk. "Maaf Dik, ini tempat duduknya Tiara bukan?", tanyai Maura pada seorang anak laki-laki yang duduk di kursi yang Tiara tunjuk.

"Bukan..., ini tempat aku", ucapnya polos.

"Ini tempat duduk Tiara ibu, kemarin juga Tiara duduk di sini", Tiara menimpali.

"Lho ..., bagaimana ini, mana yang benar?", Maura tampak bingung.

"Iya ini tempat duduk Tiara, tapi ini saudara aku ingin duduk di sini", ucap seorang anak lain.

Untunglah Bu guru Mia segera masuk, ia yang akhirnya mengatur kembali posisi duduk anak muridnya.

Semua pengantar sudah duduk di ruang tunggu, seperti biasa untuk kelas satu, masih ditunggui oleh orang tuanya.

Maura pun ikut duduk di sana bersama ibu-ibu yang lainnya.

"Mamah Maura, yang tadi itu murid baru, baru pindah ke sini, jadi ingin duduk bersama Rania, saudaranya", jelaskan Bu Anggi.

"Oh ..., pantesan rasanya baru melihat anak itu Bu, tidak apa, Bu Mia sudah mengatur kembali tempat duduknya tadi" , senyum Maura.

"Katanya dia itu anak kaya Bu, ayahnya seorang pengusaha, ibunya juga sama, mereka pasangan pengusaha kaya", imbuh Bu Anggi lagi.

"Oh..., begitu, tapi kenapa tidak di antar ya", senyum Maura lagi.

"Tadi di diantar ayahnya Bu, hanya sebentar, nanti di jemput lagi katanya, mereka belum mempunyai asisten rumah tangga juga",

"Oh... Begitu ya", Maura menerawang, kok ingatannya tertuju pada sosok Bagas yang tadi pagi bertemu di pasar.

"Ada apa Bu Maura, kok melamun?", tatap Bu Anggi.

"Ah nggak Bu, saya hanya sedang mengingat teman saja, apa mungkin anak itu abak teman saya tadi, karena katanya dia dan keluarganya baru pindah ke sini", jelaskan Maura.

"Oh..., bisa saja begitu Bu",

'Wah gawat, kalau benar anak itu anaknya Mas Bagas, aku bisa bertemu tiap hari dong, pasti akan sering bertemu dia juga di Sekolah, Tuhan..., kok bisa begini...', batin Maura bicara.

Disaat ia ingin menghindari masa lalunya, eh masa lalu itu seakan terus mengejarnya.

'Apa ini yang dinamakan takdir cinta?, apa mungkin kisah aku dengan Mas Bagas harus kembali terulang?', kembali Maura membatin.

Sampai ia tidak menyadari, ada sepasang mata sedang menatapnya dari balik kaca sebuah fortuner hitam yang sudah terparkir di pinggir jalan.

Terpopuler

Comments

Ejaa 💤

Ejaa 💤

🌹🌹🌹 untukmu thor

2025-03-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!