Malam indah di sinari bulan purnama. Langit terang penuh dengan cahaya bintang. Angin berhembus sepoi-sepoi menerpa ilalang. Seolah membisikkan kidung takdir anak manusia. Kidung aneh yang melegenda. Jati diri yang ternoda oleh dusta.
Kotak pandora yang harusnya terkunci rapat, tanpa sengaja harus terbuka dengan paksa. Kelahiran putra tercinta yang bernasib ganda. Kelahiran Romario Verjision Naraya putra bungsu dari lima bersaudara bangsawan Naraya.
Takdir aneh, baru saja di mulai oleh malaikat kecil ini. Kebebasan dan jati dirinya yang sejati terbelenggu oleh kegilaan dan keegoisan ibu kandungnya. Sinar bulan di rumah kaca. Kecantikan semu yang dipalsukan.
"Oprasinya lama sekali. Apa yang terjadi di dalam sana? Oh Tuhan...kumohon, selamatkan keduanya...." ucap tuan Roger dengan wajah cemas sambil mondar-mandir tidak tenang di koridor rumah sakit.
"Kopi panas tuan?" kata paman Jhon bergegas datang sambil membawakan segelas kopi untuk menenangkan tuannya.
"Trimakasih paman...pulanglah. Jika ada apa-apa, anak-anak tidak ada yang mengurusnya. Disini, cukup aku saja yang menjaga Oshi." balas tuan Roger sambil menyeruput kopi panasnya yang di sodorkan oleh paman Jhon tadi.
"Baiklah tuan, saya permisi." jawab paman Jhon singkat lalu pergi meninggalkan tuannya seorang diri.
"Kalau disuruh memilih...selamatkan istriku Tuhan. Aku tidak bisa hidup tanpa dirinya. Kumohon belas kasihMu oh Tuhan...." doa lirih tuan Roger di dalam hati.
Menjelang subuh, oprasinya selesai. Dokter yang menangani oprasi Oshi pun keluar dari ruang oprasi itu. Tuan Roger gugup dan gemetaran mendekati sang dokter yang tampak kelelahan.
"Ba, bagaimana oprasinya dok?" tanya tuan Roger dengan detak jantung tidak karuhan. Rasa cemas dan was-was terlintas jelas di wajahnya.
"Syukurlah, oprasinya sukses. Keduanya selamat. Istri anda akan segera dipindahkan ke ruang perawatan VIP sesuai permintaan anda. Istri anda melahirkan seorang putra," jelas dokter tersebut sambil tersenyum, supaya wajah cemas orang di depannya itu lega.
"Pu, putra lagi??" tanya tuan Roger terkejut dan gugup.
"Eh??" dokter itu tak kalah terkejutnya dengan ucapan orang di depannya. Tapi beliau tidak sempat bertanya karena ada panggilan darurat dari sesi lain.
"Tolong bantu tuan Roger sus," perintah sang dokter kepada susternya sebelum pergi.
"Baiklah dok," jawab suster setengah baya itu dengan sopan.
"Mari tuan..." pamit sang dokter menganggukkan kepala sebagai salam pamit beliau.
"Silahkan dok, trimakasih banyak," balas tuan Roger sambil menganggukkan kepala dengan sopan pula.
Tuan Roger diajak oleh sang suster untuk menuju ke ruang inkubator khusus untuk bayi. Beliau tidak boleh masuk, hanya diijinkan melihat dari kaca.
"Itu putra anda tuan. Untuk sementara, tidak boleh di sentuh. Harus di dalam ruang steril inkubator..." jelas sang suster dengan detail.
"Iya sus, saya mengeri. Trimakasih banyak." jawab tuan Roger tanpa semangat, membuat sang suster heran sekali.
"Kenapa tuan terlihat murung?" tanyanya heran tidak mengerti apa yang ada di hati orang di hadapannya tersebut.
"Saya juga tidak tahu kenapa sus. Mungkin karena cemas yang berlebihan. Maaf..." jawab tuan Roger sambil menatap putra lucunya. Tangan dan kakinya aktif sekali. Bergerak-gerak seolah ingin lari.
"Oh, saya paham tuan. Baiklah, saya mohon diri..." kata suster itu dengan sopan.
"Silahkan sus, saya disini sebentar." balas tuan Roger sambil memandang lekat-lekat putranya. Suster membalas dengan anggukan kepala sebelum pergi meninggalkan beliau.
"Kenapa? Kenapa kau terlahir laki-laki? Kenapa bukan perempuan? Kau adalah harapan terakhir mamamu. Papa tidak tahu harus berbuat apa saat mamamu sadar nanti. Mario...putraku Romario Verjision Naraya...." ucap tuan Roger dengan sedih.
"Warna rambutmu hitam legam seperti warna rambut mama dan Arden. Hitam, sehitam malam tanpa bulan. Apakah warna bola matamu juga sama dengan mamamu? Putra bungsuku.... " ucap beliau lirih seperti menimang putranya itu. Ada rasa bangga dan bahagia ketika beliau memandangnya dengan seksama.
Kegundahan dan kebingungannya mendadak sirna. Ada aura aneh yang terpancar dalam diri bayi mungil itu. Aura menarik hati bagi siapapun yang memandangnya.
Mata beliau berbinar-binar menuju bagian administrasi pengurusan akte kelahiran. Beliau segera mengurusnya tanpa ditunda lagi. Nama putra bungsu dari kelima bersaudara Naraya...Romario Verjision Naraya.
Kabar kelahiran Romario akan di sampaikan ke rumah saat sang istri siuman nanti. Lucas menelpon berulang-ulang tapi tidak beliau angkat. Kadar bius karena oprasi membuat Oshi tak sadarkan diri selama 5 jam.
Tepat mendekati siang, sang istri pun siuman. Saat membuka mata, dokter memeriksa keadaannya dengan teliti.
"Heem, syukurlah nyonya sudah sadar. Selamat ya nyonya, putra anda lahir selamat," kata dokter tampan itu sambil tersenyum menyuntikkan cairan vitamin pada selang infusnya.
"Oshi terbelalak, namun tidak mampu berkata. Ucapan dokter itu menohok lehernya. Kerongkongannya terasa kering. Tenggorokannya bagai tersumbat duri. Ingin bicarapun tidak bisa, hanya air mata yang membasahi kedua pipi cantiknya.
" Nyonya sangat bahagia ya? Sampai menangis begitu. Akan saya panggilkan suami nyonya." kata dokter tampan itu sambil tersenyum lagi, tanpa tahu kepedihan hati pasiennya.
"Sudah dengar dari dokter ya?" tanya sang suami begitu masuk dan mendapati sang istri bercucuran air mata.
"Su, sudah beritahu rumah??" tanya Oshi dengan terbata-bata karena tenggorokannya menahan rasa jengkel dan kecewa.
"Belum, aku menunggu mama sadar dulu. Apakah sekarang boleh kuhubungi rumah?" tanya sang suami sambil merogoh ponselnya.
"Beritahu mereka, bayinya perempuan." jawab Oshi dengan garang dan tatapan tajam.
"Eh?? Perempuan?? Apakah mama hendak menukarnya dengan anak orang lain?" tanya sang suami kaget.
"Kutagih janjimu sekarang! Turuti kemauanku, atau siapkan pemakamanku!!" kata Oshi lagi dengan serius sambil melotot geram.
"Apa yang kau inginkan ma?!" tanya sang suami yang bingung dan masih tidak mengerti.
"Aku sudah tidak bisa hamil lagi. Bayi ini adalah harapan terakhirku. Jika Tuhan tidak kabulkan keinginanku, maka kubuat sendiri keinginanku itu!" jawab Oshi tegas tanpa bisa dilawan.
"Apakah kau tega menukar putra kita dengan putri orang lain ma?" tanya sang suami yang masih bingung.
"Siapa yang rela menukar darah dagingnya sendiri? Anak itu, akan kujadikan perempuan!" jawab Oshi tegas sambil menggigit bibirnya.
"Ma!? Apa kau sudah gila?!" bentak sang suami yang kaget dan syok atas apa yang barusan beliau dengar.
"Ya!! Aku sudah gila!! Gila karena Tuhan tidak mendengar doaku!" jawab Oshi dengan histeris.
"Tenang ma...kumohon tenanglah. Kita harus bersyukur pada Tuhan, mama dan putra kita selamat. Jika mama ingin anak perempuan, kita bisa adopsi." kata sang suami berusaha menenangkan istrinya.
"Sekali lagi, kutagih janjimu. Papa mendukung rencanaku atau menyiapkan pemakamanku. Aku akan bunuh diri!!" kata Oshi serius menatap tajam ke suaminya.
"Sungguh seperti buah simalakama. Aku tidak bisa memilih keduanya. Bagaimana dengan nasib putra bungsu kita nanti?" balas sang suami sedih, hatinya kalut tidak karuan.
"Papa harus mendukungku hingga akhir. Rahasiakan jati diri putra kita sampai aku mati. Biarkan aku mendidiknya sebagai seorang putri Naraya. Kumohon, tepati janjimu." kata Oshi memelas.
"Mama sungguh egois. Lebih baik putra bungsu kita kau benci saja, seperti Green daripada ide gilamu yang menakutkan ini!!" bantah sang suami dengan gigih.
Di ruangan VIP pasien itu terjadi perseteruan sengit antara suami istri. Sang istri yang terobsesi anak perempuan, tidak terima melahirkan bayi terakhirnya laki-laki lagi. Dia berusaha mati-matian meminta sang suami menuruti keinginannya. Ide gilanya yang akan menjadikan Romario Verjision Naraya sebagai Putri Naraya, anak perempuan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Aris Pujiono
waduh pake tukar...
2022-01-19
1
Restviani
mohon maaf ka..., baru bisa mampir kembali...
like terus untuk karyamu...
2021-04-29
1
anggita
Romario.V.N.,😛🤗
2021-04-21
1