Setelah selesai beberes kami kembali ke kamar ku. Ku lihat si bayi sudah bangun dari tidurnya. Dia menatapku lalu terseyum kepadaku. Uh, sungguh dia sangat tampan dan lucu. Bisa dipastikan Orangtua bayi pasti cantik dan tampan. Aku semakin iba dengannya. Kenapa bayi selemah ini bisa bernasib semalang ini. Ditinggalkan sendirian. "Dasar orangtua tak bermoral, gak ada akhlak. Bisa-bisanya berbuat sekeji ini pada anak sendiri!" umpatku dalam hati. Seketika aku tersadar atas ucapan ku tadi. Buru-buru aku beristigfar, mohon ampun sambil ku tepuk mulutku. Huh, baru kali ini aku bisa kelepasan seperti ini. Ampuni hamba ya Allah. Ku ambil si bayi dan ku gendong. ku bawa ke kamar Rena. Badan ku sudah gerah, pengen segera mandi.
Tok... tok... tok
"Ren, nitip bayi ini dulu dong. Gerah ni mau mandi dulu ntar gantian." Kataku sambil membuka pintu masuk ke kamar Rena.
"Iya Na, tidurin aja di kasur dulu. Enggak nangis kan? Aku mau lipat baju dulu tinggal dikit kok" Jawabnya. Langsung ku tidurkan si bayi di kasur Rena. Aku keluar kamar Rena, lalu masuk ke kamar mandi di sebelah kamar Rena. Selesai mandi, aku kembali ke kamar Rena. Entah kenapa aku suka sekali melihat wajah tampan nan lucu si bayi.
"Ren, aku udah selesai mandi nih. Gantian mandi sana. Bau tuh!" Kataku meledek sambil ku gedong si bayi ku ciumi pipi merahnya, dia hanya menggeliat geli. Si Rena cuek dengan ucapanku tadi. Ya memang begitulah Rena. Dia sambar handuk langsung menuju kamar mandi. Ku lanjutkan aktivitas ku drngan si bayi. Aku suka memandangi wajahnya. Matanya yang bulat, hidung mancung, bulu mata lentik, dan bibirnya yang tipis. Ku ingat lagi ucapan Rena tadi. Aku sedikit khawatir. Entah kenapa rasanya tak rela jika harus membawanya ke tempat Pak Rt takut kalo-kalo dia akan dibawa ke panti asuhan. Jujur aku mulai menyayanginya tapi apa daya, aku juga tak punya kuasa atas bayi itu. "Bagaimana ini? Apa aku bilang sama rena untuk tidak melapor ke pak Rt?" batinku berperang. Seketika aku menjadi bingung. Tanpa ku sadari Rena sudah sudah duduk di depan ku dan memperhatikan ku.
"Kenapa Na?" tanyanya mau nyadarkanku dari lamunanku.
"Hah... eh, udah selesai Ren?" Ucapku kaget.
"Kenapa sih? Ditanya malah balik nanya. Kenapa? Ada masalah sama Ale?" tanyanya agak sedikit kesala karena aku tidak menjawabnya.
"Enggak... enggak ada masalah sama Ale kok. Aku cuma bingung aja Ren, ntar kalo si bayi dibawa ke pak Rt kira-kira dia bakal diserahin ke panti asuhan gimana? Aku gak tega aja Ren. Aku mulai sayang sama dia Ren" Ucapaku tak terasa air mata menetes di pipiku. Rena menepuk bahu ku mencoba menenangkanku.
"Udah.. Apaain sih jadi cengeng gini. Gak biasanya kamu kayak gini Na!. Jujur aku juga kasihan sama dia Na, tapi mau gimana lagi kita gk mungkin kan mau rawat dia disini. Apa kata orang nanti kalo tiba-tiba ada bayi disini. Udah yang penting kita lapor dulu ke pak Rt biar beliau yang urus Na. Yuk, siap-siap ketempat pak Rt". Ajaknya sambil berjalan menuju kamarnya. Aku masih termenung memandangi wajah bayi itu. Rasa tak rela mengelayuti hatiku. Ku pejamkan mataku sebentar untuk menenangkan hati dan pikiranku. Ku berjalan menuju kamar ku dengan masih mengendong bayi, dia tertidur pulas di pelukanku. Ku letakkan pelan-pelan di kasurku. Ku ambil hijab di gantungan baju. Selesai memakai hijab, ku gedong lagi bayi itu. Rena sudah menungguku di ruang tamu. Dia tersenyum kepadaku dengan menenteng keranjang beserta bukti yang ditinggalkan orang tua si bayi.
"Udah siap? Jalan sekarang yuk nanti keburu siang, kasihan dia nanti kepanasan!" Ucapnya. Aku hanya mengangguk dan mengikutinya keluar rumah. Hari ini lingkungan tempat tinggal ku terlihat sepi. Aku dan Rena berjalan menuju rumah pak Rt yang karaknya tidak terlalu jauh dari kontrakan kami. Tak lama kami sampai di depan rumah pak Rt. Rena mulai mengetuk pintu.
Tok... tok... tok
"Assalamualaiku?" Ucap Rena mengetok pi tu rumah pak Rt.
" Wa'alaikumsalam. iya sebentar." Tak lama kami mendengar sahutan dari dalam rumah pak Rt. "Eh, mbak Rena sama mbk Rana. Ayo, silakan masuk mbak?" ucap bu Rt mempersilakan kami masuk. Kami mengangguk, mengikuti beliau masuk ke dalam.
"Ada perlu apa mbak, kok tumben pagi-pagi kesini? Loh sebentar itu yang mbak Rana gendong anak siapa?" Tanya beliau baru menyadari bayi yang dati tadi berada dalam gendonganku.
"Eh, iya bu kami mau bertemu pak Rt. Bapaknya ada bu?" Jawab Rena tanpa menjawab pertanyaan bu Rt mengenai bayi itu. Aku hanya diam sambil sesekali melihat si bayi dalam gendonganku.
"Oh, iya mbak sebentar saya panggilkan bapak dulu." Bu Rt bergegas bangkit untuk memanggil suaminya. Tak lama pak Rt pun datang.
"Oalah, mbak Rena sama mbak Rana toh. Tumben cari saya, ada keperluan apa mbak?" Tanya pak Rt sambil duduk di depan kami.
"Begini pak, ada sesuatu yang ingin kami laporkan ke bapak". Jawab Rena menjeda kalimatnya untuk mengambil nafas. "Tadi pagi kami menemukan bayi di teras rumah kontrakan kami pak!" Jelas Rena. Kulihat raut keterkejutan dari Pak Rt dan bu Rt yang seketika itu langsung menatap bayi yang ada dalam gendongan ku.
"Ya Allah... Tega sekali mereka membuang bayi ini." Kata bu Rt kaget segera menghampiri bayi itu dan menggendongnya.
"Kami tidak tahu harus bagaimana pak, maka dari itu kami kemari untuk melaporkan hal tersebut, juga ini yang kami temukan bersama bayi itu pak." Jelas Rena sambil memberikan surat dan liontin tersebut. Pak Rt sedikit bingung lalu membuka surat dan membacanya.
"Oalah ada-ada aja masalahnya. Gini aja mbak biar nanti saya melaporkan hal ini ke pihak yang berwajib sementara itu bayi ini kalian yang rawat dulu gimana?" Ucap pak Rt memberi solusi. Aku sedikit lega setidaknya bayi itu tidak di serahkan ke panti asuhan. Ku lihat Rena bingung. Aku tahu apa yang sedang dia pikirkan tapi disisi lain aku tidak berpisah dengan bayi itu.
"Begini pak, sebenarnya kami tidak keberatan merawat bayi ini tapi melihat kondisi kami yang hanya mahasiswi sepertinya kami tidak akan sanggup pak. Terlebih lagi nanti kalo kami ke kampus siapa yang akam menjaganya pak?". Rena mengutarakan apa yang ada dipikirannya. Memang benar apa yang dia pikirkan. Ku lihat pak Rt juga bingung.
"Gini aja mbak, biar kuliah mbak juga gak keganggu bayi ini dititip ke kami pas mbak ke kampus. Nanti pasti juga dibantu sama ibu-ibu yang lain mbak. Gimana mbak?" Rena masih berkutat dengan pikirannya sendiri. Aku memberanikan diri untuk menjawab.
"Iya pak gk papa. Nanti kita minta bantuan kalo kita ke kampus pak. Jujur saya sendiri gak tega kalo bayi ini harus diserahkan ke panti asuhan pak!" Rena terlihat melotot ke arahku. Aku hanya mengangguk dan tersenyum padanya. Ini memang keputusan yang berat, aku tahu itu. Tapi aku gak mau kehilangan anak ini. Setelah keputusan tersebut kami memutuskan untuk pulang. Si bayi tidur dengan tenang dalam pelukanku. Aku sedang karena tidak jadi berpisah dengan bayi itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 233 Episodes
Comments
Triana R
lanjut kak
2020-08-30
0
Zhree
Terjebak Cinta Wanita Bercadar mampir kak...
2020-08-28
0