AKU DENGAN KESIBUKANKU
Revisi Naskah
Di pagi Senin yang mulai cerah, seperti biasa, aku menyeduh cokelat sachet dengan air panas dalam cangkir. Bisa dibilang ini ritual wajib sebelum memulai aktivitas harian. Yup, apalagi kalau bukan sekolah. Tahu kan gimana bosannya dan ogahnya menghadapi hari Senin? Selain bisa mengubah mood, kadang juga mengubah "wujud." Eh.
Bukan jadi babi apalagi singa, ya. Cuma... agak sedikit mirip. Entahlah gimana ngejelasinnya, pokoknya gitu deh.
Kalian juga gitu kan? Nggak mungkin nggak, apalagi kalau kalian pelajar.
Oke, lanjut.
Oh ya, kenalin dulu. Aku Marga Banyu Punggawa, anak sulung dari Bapak Ganendro Punggawa dan Mamak Maria Putri. Aku punya adik bernama Mahest Anggar Punggawa, kami cuma beda dua tahun. Baru kemarin aku genap 17 tahun. Aku sekolah di SMKN Panji Gemilang, kelas XII, jurusan Tata Rias.
Nah, salah paham kan? Pasti banyak yang ngira aku cowok. Padahal, asli cewek tulen! Tapi ya, udah biasa. Apalagi kalau orang cuma dengar nama tanpa lihat langsung. Tapi kalau udah lihat, bakalan heran. Aku sendiri aja kadang suka heran dengan nama dan keadaan diri sendiri.
Aku ini tinggi tapi pendek, sekitar 150 cm lebih dikit. Mata bulat, bulu mata agak lentik, hidung pas-pasan, alis rapi tapi nggak tebal, kulit standar orang kebanyakan. Nggak gendut, nggak kurus. Yang jelas, kata orang-orang sih cantik. Tapi tetap aja, kadang mereka bilang aku agak "lain." Huh, dasar.
Kenapa? Soalnya secara penampilan sih normal-normal aja. Aku berhijab, meskipun gayaku nggak melulu pakai hijab panjang. Terkadang terlihat anggun dengan gamis, tapi ya... bukan yang princess banget juga.
Yang bikin "lain" itu gaya bicaraku—mirip kereta, manja kalau lagi nggak mood, judesnya bisa mirip singa. Tapi gimana pun, aku bersyukur lahir dari keluarga yang penyayang, saling support, nggak neko-neko, dan nggak ribet soal urusan duniawi selama itu baik dan ada manfaatnya.
Soal pertemanan, aku boleh berteman dengan siapa saja, cewek atau cowok, asal tetap ada batasannya. Apalagi soal sentuhan dan pacaran, jelas nggak boleh. Tapi jujur, teman cowokku nggak banyak juga sih, mengingat dari penampilanku, kayaknya kurang etis kalau terlalu dekat sama lawan jenis.
Selain itu, aku juga punya keberuntungan lain, yaitu intuisi yang cukup tajam. Kalau ada sesuatu yang nggak beres dari seseorang, aku bisa langsung tahu. Entah dari cara bicara, sifat, atau kelakuan mereka. Jadi, gampang buatku menghindar dari hal-hal yang nggak beres.
Aih, capek juga ya ngenalin diri sendiri. Belum lagi kalau harus ngenalin adikku yang super duper melebihi batas maksimum. Coba tebak, apa itu?
Yup, dia cewek juga. Cantik pula—kira-kira 11-12 lah sama aku. Tapi kalau soal style, beda jauh. Dia lebih suka pakai celana longgar, kulot atau semacamnya. Kalau jeans pensil bisa kena sidang 24/7 sama Mamak. Atasan tunik atau midi dress yang nutupin bagian depan.
Adikku ini tipe pendiam, pengamat, pendengar yang baik—pokoknya segala hal yang merujuk ke "alat pendingin." Dia paling anti sama orang yang banyak drama. Kecuali kalau itu Mamak atau aku, kakaknya yang tersayang.
Kalau soal Bapak dan Mamak, mereka punya sifat yang mirip sama anak-anaknya. Aku lebih mirip Mamak, sementara Mahest lebih mirip Bapak. Terus, dari mana asal nama-nama ajaib kami? Ya, siapa lagi kalau bukan Mamak. Katanya biar keluarga kami harmonis, harum manis, dan... anti amis? Lah.
Balik lagi ke awal.
Senin pagi, seperti biasa, aku berangkat sekolah jam 06.20 karena ada upacara. Kalau nggak ada upacara, aku baru berangkat jam 06.30. Maklum, jarak rumah ke sekolah cuma 15 menit, jadi aman, nggak bakal telat. Kalaupun mepet, biasanya gara-gara antre di SPBU.
"Marga, di mana lo?" teriak Mahest dari ruang tengah.
"Gue di dapur!" sahutku setengah berteriak.
"Udah siang nih. Mau bareng atau sendiri?" tanyanya sambil mendekat.
"Sendiri. Sore nanti gue ada janji sama klien. Lagian motor udah bisa dipakai lagi."
"Oh, oke. Kalau gitu, gue duluan. Mamak di mana?" katanya sambil berlalu.
"Aish, kebiasaan tuh anak main ngeloyor aja. Belum juga gue jawab!" gumamku sambil geleng-geleng kepala.
Setelah beberapa hari nebeng Mahest, akhirnya hari ini aku bisa berangkat sendiri lagi karena motor kesayanganku udah diperbaiki. Dan yang benerin? Bapak sendiri. Cocok lah. Lega banget!
Kalau nggak, bisa amsyong. Mahest kalau bawa motor kayak pembalap ugal-ugalan. Untung dia adik sendiri. Kalau bukan, udah gue lempar! Jarak rumah ke sekolah cuma 15 menit, tapi sama dia bisa cuma berapa menit doang. Astaghfirullah... Bisa bayangin gimana bentukanku pas sampai sekolah? Hijab awut-awutan, rambut lepek, muka kusut kayak orang kesetrum!
For your information, di desa, "ugal-ugalan" itu masih dalam batas wajar, ya. Dan soal Bapak yang bisa benerin motor, di sini banyak yang begitu. Kalau cuma masalah ringan, nggak perlu ke bengkel. Paham kan maksudku?
Oh ya, satu lagi biar lengkap. Di keluargaku, sarapan pagi itu bukan kebiasaan. Jadi, jangan harap ada acara makan pagi kecuali kalau ada acara tertentu. Apalagi Bapak kerja sebagai tukang bangunan di proyek. Yang punya Bapak kerja di proyek pasti paham—pagi berangkat, pulang sore. Kalau jauh, bisa berhari-hari nggak pulang. Selain kerja di proyek, Bapak juga punya usaha sampingan. Lebih ke hobi sih, tapi lumayan lah kalau bisa menghasilkan. Udah mirip ular kan, bisa ke mana-mana? Haha.
Mamak? Jelas ibu rumah tangga. Tapi hobi dan keahliannya banyak banget, nggak bakal cukup dijelasin satu per satu. Intinya, mungkin udah takdir kalau keluarga kami agak "lain" dari yang lain. Tapi ya... itu cuma kemungkinan. Hehe.
Oke, lanjut!
"Udah siang, Ga. Kenapa belum berangkat juga?" tegur Mamak sambil menepuk pundakku.
"Eh, Mamak! Ngagetin aja," jawabku sambil melihat jam di ponsel. "Masih jam 06.15, Mak."
"Lagian, mau ngapain di sekolah kalau kepagian? Aku kan nggak kayak Mahest yang suka nongkrong dulu sebelum upacara," sambungku sambil menghabiskan sisa cokelat panas yang udah dingin.
Aneh ya, namanya cokelat panas tapi minumnya nunggu dingin. Dasar manusia.
"Mak, aku berangkat dulu. Nanti sore pulang telat, ada janji sama klien," pamitku sambil mengulurkan tangan untuk salim. "Assalamu’alaikum!"
"Wa’alaikumsalam. Hati-hati, jangan ngebut!" pesan Mamak.
"Iya, Mak. Tenang aja. Aku bukan Mahest yang kalau bawa motor kayak jalanan punya nenek moyangnya sendiri," sahutku sambil keluar rumah.
...----------------...
Hasil revisi guys.
Maaf ya kalo yang udah pada baca kurang berkenan karena belum di revisi ,jadi sekarang buat yang mau baca ulang atau pembaca baru,dari bab pertama sampai bab 60+ adalah bab yang sudah di revisi.
Terima kasih dan selamat membaca.I love you.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Suaebah Suaebah
semangat thor.jangan menyerah.perdana pasti masih belum ada yg tau.saya masih menyimak.salam kenal.
2024-11-27
0