Bab 3

Di ruang aula yang sedang digelar pesta pertunangan yang meriah serta dihadiri oleh kalangan orang-orang penting di kota itu, tiba-tiba suasana yang tadinya gaduh riuh seketika berangsur-angsur senyap, kala seorang gadis cantik berjalan memasuki ruangan itu.

Seketika itu pula semua mata tertuju padanya. Mereka seakan terpana oleh kecantikan wajah gadis itu. Kecantikan yang tadi tersembunyi dalam penampilan yang berantakan, kini sudah nampak terlihat jelas. Mereka tidak menyangka bahwa Sabella akan menjelma menjadi gadis yang sangat-sangat cantik serta mempesona, walaupun hanya dengan sapuan makeup tipis saja. Kecantikan Sabella terkesan sangat natural dengan wajah polos khas remaja. Gaunnya yang indah menambah kecantikannya kian sempurna dan berkelas. Terlihat binar ketakjupan pada setiap mata yang menatapnya hingga sampai tak berkedip.

"Wah.. cantiknya gadis itu..."

"Cantik sekali..."

"Ternyata dia secantik itu ya.."

"Wajahnya sangat alami..."

Suara orang-orang berdengung di mana-mana memuji penampilannya yang cantik, anggun dan serasi dengan busana dan riasannya.

Leona Frederica yang seharusnya menjadi primadona di acaranya sendiri bagai tenggelam dari perhatian orang, kala paras Sabella yang memukau bahkan lebih-lebih menarik dan lebih indah daripada tuan rumah itu sendiri.

Sabella melangkah dengan percaya diri walaupun dengan kaki yang masih sedikit terpincang-pincang. Ia menatap lurus ke depan tanpa menoleh sedikitpun ke arah orang-orang yang sedang berbisik-bisik itu. Di sisi lain tampak pula wajah orang-orang yang tadi mengejeknya hanya bisa melongo saat melihat kecantikannya yang paripurna saat ini.

"Astaga... Gadis itu, tak ku sangka..." Cletuk salah satu orang yang tadi mengejeknya.

Namun lagi-lagi Sabella tanpa mempedulikan mereka terus melangkah lurus dengan dada dan kepala yang lebih tegap.

"Ckckck,, tak ku sangka seorang upik abu bisa menjelma bagaikan bidadari." Tiba-tiba cletukan salah satu pemuda tertangkap indra pendengaran Sabella saat melewati segerombolan tamu lain. Seketika Sabella menghentikan langkahnya seraya menoleh pada sumber suara itu.

Terlihat pria tampan sedang bersedekap tangan di dada seraya menyunggingkan senyumnya pada Sabella yang kini menatapnya. Pria tampan itu menelisik penampilan Sabella dari bawah sampai ke atas. Terlihat pula binar kekaguman di mata pria itu.

Suit.. suit.. suit.. Pria itu bersiul.

"Sengguh spektakuler." Ucap pria itu lagi mengagumi Sabella.

Sebenarnya sedari awal Sabella telah menarik perhatian dari pria tampan itu, walaupun saat itu penampilan Sabella sedang sangat berantakan. Tapi hal itu tidak mempengaruhi ketertarikannya sama sekali. Karena ia tau Sabella bukanlah gadis yang sesederhana itu. Walaupun baru pertama kali melihatnya, ia yakin kalau dibalik penampilan Sabella yang sangat berantakan, bahkan persis seperti 'orang gila', ia percaya kalau Sabella pasti memiliki 'kejutan' yang tersembunyi di dalamnya. Dan pria itu hanya perlu memastikannya saja. Kini ternyata dugaannya itu tidak meleset. Sabella memang penuh 'kejutan'.

Pria itu menurunkan tangannya dan berkesiap, lalu melangkah lebih mendekati Sabella.

"Perkenalkan, saya Aron Maximo." Kata pria itu seraya menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

Sabella hanya menatap tangan itu dengan dingin. Sedetik kemudian Sabella memalingkan muka dari pria itu.

"Aku sama sekali tidak tertarik untuk berkenalan dengan mu!" Ucap Sabella dengan angkuh, tanpa menatap wajah pria tampan itu. Lalu seketika ia berlalu begitu saja dari hadapan pria itu.

Aron dengan cepat meraih gelas minuman dari pelayan yang sedang melintas di hadapannya.

"Kita bersulang, nona dingin!" Pekiknya seraya mengangkat gelasnya tinggi-tinggi ke arah Sabella yang baru saja berlalu dari hadapannya. Walau sebenarnya Sabella dapat mendengar pekikan Aron, namun ia tetap tidak mempedulikannya sama sekali. Sabella tetap melanjutkan langkah-langkah kecilnya tanpa ragu.

Wajah orang-orang yang terus memperhatikan interaksi keduanya merasa terkejut karena Sabella menolak uluran tangan pria tampan yang telah sukses sebagai pengacara kondang di wilayah itu. Sebelumnya ini tidak pernah terjadi. Yang ada, pria tampan itu selalu digandrungi dan dipuja oleh banyak wanita-wanita cantik, namun kali ini terasa sangat berbeda, tak seperti biasanya.

"Ya ampun.. ya ampun! Tak disangka, Gadis itu menolaknya. Sayang sekali!"

"Astaga.. sungguh kasihan pria tampan itu."

Suara-suara cibiran orang terdengar berbisik-bisik disekitaran. Mereka tak henti-hentinya mengomentari dengan keadaan disekitarnya.

Selepas kepergian Sabella, Aron menyunggingkan senyum sinis di wajah tampannya.

"Dingin dan sangat menarik!" Ucap Aron terus menatap punggung Sabella yang lembut, karena gaun yang dikenakannya terbuka di area punggung.

"Siapa dia sebenarnya? Baru kali ini aku bertemu dengan gadis cantik yang menolak ku. Dan sepertinya ini adalah sebuah tantangan besar untuk ku. Ini.. jauh lebih menarik. Lihat saja, dia pasti akan ku dapatkan!" Ungkap hati Aron dengan senyum smirknya. Di pikirannya terbersit rencana untuk bisa mendekatinya.

Sabella terus melangkah ke arah pelaminan. Setelah nampak sepasang kekasih dari kejauhan yang sedang terlihat sangat bahagia, seketika hatinya merintih. Hatinya menangis kala harus menerima kenyataan bahwa pujaan hatinya kini telah termiliki dan bahagia bersama wanita lain.

"Ini tidak adil! Mengapa hanya aku yang harus menderita sendirian. Sedangkan dia, bahkan tidak tau kalau aku sebenarnya menderita karena menaruh hati padanya." Tangan mungilnya meremas gaun yang dikenakannya. Dia menahan diri dengan sekuat tenaga agar tidak menitikkan air mata lagi.

Setelah berada dekat dengan pelaminan ternyata sedang banyak orang yang mengantri untuk mengucapkan selamat pada mempelai. Sabella berada pada baris terakhir, itu sangat menguntungkan nya. Ia mempergunakan kesempatan itu untuk mengatur emosi yang terus bergejolak di dadanya. Ia terus mengatur nafasnya agar suasana hatinya membaik, supaya nanti saat telah sampai giliran nya bersalaman dengan mempelai, keadaannya telah kembali wajar dan normal.

Kini tiba giliran Sabella bersalaman. Devon terpana kala menatap kecantikan Sabella. Hatinya tiba-tiba saja berdesir entah kenapa. Perlahan Sabella sampai padanya. Devon yang sedari tadi terpana tak sadar bila tangan Sabella telah terulur kepadanya.

"Selamat atas pertunangan anda, Mister." Ucapnya berpura-pura bahagia atas pertunangan Kepala Sekolahnya itu.

"Cantiknya.." Gumam Devon dengan lirih. Suara lirih Devon tertangkap indra pendengaran Sabella walaupun tidak jelas.

"Ya, mister?" Pertanyaan Sabella tiba-tiba menyadarkan Devon dari lamunannya, dengan cepat ia menepis pikiran nya itu.

"Ahh ya, terimakasih, Bella. Kamu bisa hadir dalam acara ini, walaupun dengan perjuangan berat." Ucap Devon seraya bergurau, walaupun pada kenyataannya memang demikian.

"Bagaimana keadaan kakimu sekarang?" Tanya Devon menghangat.

"Sudah baikan, Mister. Sekali lagi saya ucapkan banyak terima kasih telah menolongku." Kata Sabella lirih.

Devon menengok ke arah Leona.

"Sayang, perkenalkan dia Sabella, siswa terbaik kami. Dia perwakilan tamu undangan dari peserta didik ku" Ucap Devon.

"Ahh, jadi dia siswamu? Senang bisa berkenalan. Saya Leona Frederica." Leona menjulurkan tangan pada Sabella.

"Saya Sabella Amandanyella. Senang bisa berkenalan dengan anda nona Leona." Ucap Sabella tegar.

"Oke, sudah cukup perkenalannya. Setelah ini kamu langsung pulang saja. Biar nanti kamu diantarkan oleh supirku. Belajarlah dengan lebih rajin agar nilai mu tetap tinggi di ujian akhir nanti, sehingga sekolah kita tetap berada di rengking teratas di wilayah ini. Hanya kamu yang bisa kami andalkan saat ini, Bella." Pinta Devon.

Secara tak langsung ini adalah sebuah perintah yang harus benar-benar dijalankan oleh Sabella.

Dari kelas X hingga kelas XII Sabella peraih juara umum di sekolahnya. Saat ada perlombaan akademik iapun selalu meraih juara sehingga hal itu bisa mengharumkan nama sekolahnya menjadi lebih bergengsi lagi di wilayah itu. Karena pada dasarnya sekolah yang Devon kelola adalah sekolah elite dan bergengsi.

Sekolah itu dibangun dari tingkat dasar hingga menengah atas. Akan tetapi semenjak adanya Sabella yang mulai masuk dari sekolah menengah pertama sebagai murid yang berprestasi, sekolah itu semakin tambah lagi kepopulerannya.

"Baiklah, Mister." Jawab Sabella penuh semangat. Devon mengacungkan ibu jarinya pada Sabella untuk memberi semangat.

"Sekali lagi, selamat kepada Mister dan nona Leona. Semoga bisa berlanjut lagi ke jenjang pernikahan." Ucap Sabella untuk mengakhiri pembicaraan itu.

"Terimakasih..." Ucap Devon dan Leona serentak.

Namun saat akan pergi tiba-tiba Leona menyadari sesuatu. Iapun mengernyitkan dahinya kala mengenali sesuatu.

"Gaunku ternyata cocok kamu pakai." Ujar Leona kala melihat design yang tidak asing baginya.

Devon menyenggol lengan Leona.

"Aku yang menyuruh Meylin meminjamkan gaun koleksi mu padanya." Ucap Devon seraya berbisik di telinga Leona.

"Ahh ya, aku berterima kasih untuk ini. Gaun mu menyelamatkan harga diriku. Aku berhutang budi padamu, nona Leona." Ucap Sabella dengan memelas.

"Tidak usah berlebihan. Anggap saja aku membantu menyelamatkan harga diri sekolah kami. Karena kami bertanggung jawab untuk itu." Leona berkata dengan nada sinis.

Leona melirik ke arah Devon yang sedang memelas padanya.

"Ayolah sayang." Ucap Devon pd Leona untuk menghentikan suasana yang canggung itu.

Leona berdeham, dan beralih ke arah Sabella lagi.

"Ahh ya sudahlah, maaf. Terimakasih atas kehadiranmu pada acara ini sebagai perwakilan." Ucap Leona dengan santainya tanpa ada rasa bersalah.

"Ya tidak apa-apa. Sama-sama. Aku menyukai semua rancangan mu, nona Leona..."

"Benarkah?" Wajahnya pura-pura senang atas pujian Sabella.

"Bahkan aku ingin sekali mengoleksi semua rancangan mu." Ucap Sabella bersemangat. Namun Leona malah terkekeh meremehkan atas perkataan Sabella yang menurutnya hanya sekedar basa-basi, dan tidak serius.

"Harganya sangat mahal. Kamu tak akan mampu untuk mendapatkannya." Ucap Leona seketika.

Deg!

Dan lagi-lagi Sabella mendapatkan hinaan yang serupa di tempat itu. Hatinya tiba-tiba bersedih dengan perkataan Leona yang merendahkan nya. Ia tidak habis pikir kenapa Leona yang terlihat lembut dan cantik bisa menghina seperti itu. Padahal Devon adalah pria dewasa yang penuh etika dan tatakrama dalam berbicara dan dalam segala hal. Devon tidak mudah merendahkan orang lain. Tapi kenapa Leona berbanding terbalik dengan watak Devon?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!