Bab 2

"Sabella..."

Mata Devon terbelalak tak percaya melihat penampilan Sabella yang sangat berantakan. Riasan wajahnya yang rusak dengan noda kehitaman di area mata karena maskara yang telah luntur oleh air mata yang menyapu riasannya. Bulu mata palsunya pun sebagian telah terlepas. Sungguh membuat wajah Sabella terlihat sangat menyeramkan.

Ditambah lagi gaunnya yang kini menjadi basah, kotor penuh noda tanah dan oli terlihat kusut dan compang-camping. Wajah cantik dan ceria yang selalu Devon lihat di wajah gadis remaja itu kini mendadak sirna. Hatinya pun ikut teriris saat itu.

"Pasti telah terjadi sesuatu,"  Pikir Devon.

"Mister..." Sahutnya dengan raut wajah kesedihan. Selain kondisinya yang terlihat memprihatinkan, sebenarnya dihatinya pun terasa hancur karena pria ini, pria yang ia sukai sejak lama akan dimiliki oleh wanita lain.

Dengan sekuat tenaga Sabella menyembunyikan air matanya agar tidak tumpah di hadapan laki-laki itu. Perlahan Sabella mengambil nafas panjang seraya berhitung di dalam hatinya untuk mengolah emosinya yang bergejolak.

"Aku harus kuat. Aku harus terlihat seperti sewajarnya. Aku pasti bisa!" Batin Sabella kala menyemangati diri sendiri. Selama ini hal itu seperti terbiasa di lakukan nya ketika bertemu Devon.

Devon dengan cepat melangkah mendekati Sabella. Menatap mata jernih gadis remaja itu dengan tatapan iba. Berbagai pertanyaan bermunculan di pikirannya. Bagaimana tidak, ia yang merasa bertanggung jawab karena telah mengundang nya ke pesta pertunangannya, sebagai perwakilan tamu undangan dari anak didiknya. Sebenarnya ada satu siswa lain yang ia undang selain Sabella sebagai perwakilan dari siswa laki-laki.

"Ada apa denganmu, Bella? Apa kamu datang sendiri? Lalu dimana Nelson?" Tanya Devon khawatir.

"I-itu.. Aku datang sendirian, Mister. Nelson entah di mana. Tadi kami berencana untuk berangkat bersama, tapi setelah menunggu lama dia tak kunjung datang. Akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkan nya dan pergi ke tempat ini sendirian. Akan tertapi... tadi, terjadi insiden di jalan, Mister." Ucapnya sedih.

Tangan kekar Devon meraih kedua bahu.

"Tenanglah, sekarang mari masuk ke dalam." Ucap Devon penuh perhatian.

"Jadi, gadis berantakan itu termasuk dari tamu undangan." Ucap orang-orang yang mulai berbisik-bisik.

Devon kemudian mengajak Sabella dan menuntunnya berjalan untuk masuk ke dalam. Namun saat mulai melangkah Sabella merasakan lagi kesakitan di kakinya. Langkahnya terpincang.

"Auww..." Pekik Sabella. Menyadari hal itu Devon menghentikan langkahnya. Kembali tatapannya diarahkan pada Sabella dengan mimik wajah terkejut.

"Kamu ada apa? Apa ada yang sakit?" Tanya Devon merasa khawatir.

"Kaki ku sepertinya terkilir, Mister." Jawab Sabella sembari meringis merasakan sakit.

"Apa? Di mana yang terkilir?" Devon langsung berjongkok untuk memeriksa kaki Sabella. Seketika semua orang terkejut melihat sikap Devon. Mereka berbisik-bisik lagi membicarakan hal itu. Namun Devon merasa abai pada bisikan orang-orang itu.

Saat itu, Leona yang merasa diabaikan tak tahan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di hadapannya. Karena dari tempatnya berdiri pandangannya terhalang oleh kerumunan orang. Ia penasaran pada orang-orang yang sedang berbisik-bisik membicarakan sesuatu. Saat telah berhasil menerobos kerumunan mendadak matanya membola menyaksikan pertunjukan dramatis di hadapannya.

Leona melangkah dengan menghentakkan kakinya mendekati Devon. Terlihat kemarahan di wajah cantiknya.

"Ada apa ini sebenarnya, Devon?!" Tanyanya geram seraya menahan dirinya dengan menggenggam erat tangan nya sendiri.

"Dia terluka." Sahut Devon datar tanpa memalingkan wajahnya. Leona tampak mengetatkan rahangnya lebih keras karena merasa diabaikan.

"Mister, jangan!" Cegah Sabella saat Devon akan memulai menyentuh kakinya.

"Kamu tenanglah, biar ku periksa dulu." Jawab Devon tak menghiraukan cegahan Sabella.

Devon mulai mengangkat kaki gadis itu dan meletakkan di pahanya setelah melepaskan flat shoes yang membalut kakinya. Devon seketika itu menarik nafas panjang kala merasakan sesuatu yang bergejolak di dadanya.

"Pegangan ke pundak ku!" Titah Devon. Sabella mematuhi perintahnya. Dengan hati berdebar, tangan mungil nan halus itu mulai berpegangan di kedua bahu kekar Devon.

Leona yang melihat itu seketika ingin mencegahnya, namun akhirnya ia menahan pergerakannya sendiri sehingga ia hanya bisa mematung diam di tempat.

Tangan kekar Devon, perlahan mulai meraba-raba kaki gadis malang itu. Saat menemukan satu titik tertentu gadis itu pun langsung berjingkat. "Aaww.." ringisnya.

"Apa ini yang sakit?" Devon menekan-nekan sedikit titik itu. Sabella menganggukkan kepalanya.

"Biar aku tangani ya? Kalau dibiarkan bisa berbahaya." Lanjut Devon seraya memeriksa warna kebiruan pada satu titik di kaki telanjang Sabella yang sangat indah dan mulus. Bahkan lebih indah bila dibandingkan milik Leona.

"Baiklah, tapi apakah akan sakit?" Sahut Sabella dengan lirih karena takut.

"Sedikit." Devon tersenyum hangat untuk memberikan keberanian padanya.

Jantung Sabella yang sedari tadi berdetak semakin cepat kini menjadi tak karuan saat Devon tersenyum hangat kepadanya. Sabella gugup luar biasa saat berada di dekat Devon. Ia sangat membenci itu. Ia sudah berusaha membuang rasa itu jauh-jauh kala mengetahui pria itu telah memiliki kekasih, namun sekeras apapun ia berusaha tetap tak bisa. Semakin hari Sabella semakin sadar kalau ia benar-benar telah jatuh cinta pada pria dewasa berusia 29 tahun itu. Namun sayangnya perasaan itu hanya bisa dipendamnya sendiri selama kurang lebih tiga tahun ini.

Kreekk!

"Akkhhh..." Pekik Sabella seketika saat tulang persendian Sabella bergeletak, kala tangan kekar Devon memelintir pergelangan kakinya untuk membenarkan posisi tulangnya yang sedikit bergeser.

"Selesai." Ucap Devon.

Dengan wajah pias, Sabella memutarkan pergelangan kakinya. "Ajaib! Ini terasa lebih baik." Seru Sabella senang saat kaki nya tak merasakan kesakitan lagi.

"Terimakasih, Mister." Tambahnya lagi, riang.

Kemudian Devon memakaikan kembali flat shoes nya. Ia pun kemudian bangkit dan berdiri dengan gagah.

"Coba sekarang kamu berjalan. Apa masih sakit?" Titah Devon.

Sabella mulai melangkahkan kakinya perlahan. Devon dengan sedia berada di sisinya untuk menjaga Sabella agar tidak jatuh.

Tap! Tap!

"Ini sudah mendingan." Jawab Sabella seraya melangkahkan kakinya perlahan.

"Baguslah." Seru Devon.

Setelah itu Devon memanggil seseorang wanita cantik yang terlihat sedang meneguk minuman di depannya. Ternyata yang dipanggil adalah seorang MUA. MUA yang bernama Meylin itupun mendekati Devon.

"Meylin, tolong bantu dia memperbaiki penampilannya." Titah Devon dengan sopan.

"Baik, Tuan.." Sahut Meylin. Kemudian Ia mengajak Sabella yang berjalan sedikit tertatih meninggalkan kerumunan menuju ke kamar khusus perias.

Devon kembali pada Leona yang masih kesal padanya. Tanpa mempedulikan Devon, Leona pergi begitu saja kembali ke pelaminan saat Devon telah berada di sampingnya. Devon menghela nafas pasrahnya saat melihat tingkah kekasihnya itu.

"Dasar wanita!" Gumamnya seraya menggelengkan kepalanya. Ia kemudian menyusul Leona yang sudah berada di pelaminan.

Setelah memasuki kamar MUA itu Sabella terperangah saat melihat banyak gaun yang berjajar rapih pada gantungan baju. Matanya terlihat mulai berbinar dengan rasa takjub. Seketika kesedihan yang sejak tadi terpasang di wajahnya mendadak hilang. Mamang sebenarnya gadis ini mudah sekali tersenyum dan mudah pula menangis. Sekecil hal baik atau pun buruk bisa langsung merubah suasana hatinya yang masih begitu polos, suci dan murni itu.

"Wah.. banyak sekali koleksi gaun nya." Seru Sabella senang. Hal itu sedikit mengalihkan suasana hatinya yang bersedih.

"Silahkan bersihkan dirimu dulu, nona. Itu kamar mandinya." Ucap Meylin menunjukkan telunjuknya ke arah pintu kamar mandi.

Sabellapun seketika melangkah menuju kamar mandi itu masih dengan binar mata yang menyala. Bagaimana tidak, salah satu kegemarannya adalah mengoleksi gaun-gaun indah yang masih up to date. Kadang tak segan pula ia mengeluarkan banyak uang hanya untuk mendapatkan satu gaun yang ia suka.

Setelah beberapa saat Sabella pun keluar dari kamar mandi itu dengan berbalut bathrobe. Ia mendekat ke jajaran gaun-gaun indah yang tergantung rapih.

"Silahkan dipilih salah satu, Nona." Ucap Meylin sopan. "Mungkin semua ukuran nya pass dengan tubuh nona, karena saya membawa hanya satu size saja. Tambah Maylin lagi.

"Baiklah." Sahut Sabella. Perlahan tangan lembutnya menyibak satu persatu gaun-gaun itu dan memperhatikan design model nya. Matanya terus berbinar saat melihat lagi dan lagi gaun-gaun indah yang ia sentuh.

"Ini bagus semuanya..." Kata Sabella dengan senyum yang mengembang.

Maylin yang mendengarnya tersenyum ramah. "Pilihlah satu yang Nona sukai," titahnya lagi.

Sabella seketika bedecak, "CK,, Kenapa hanya satu, padahal aku ingin semuanya."

Meylin mendengar hal itupun tertawa.

"Nona cantik, apakah Nona akan mengenakan semuanya sekaligus?"

"Ahh, ya ya aku tau. Maksudku, aku suka semuanya dan aku ingin sekali memiliki semuanya." Ucap Sabella.

"Nona, bisa mendapatkannya yang ada di butik. Sedangkan ini hanya sample untuk pemotretan." Sahut Meylin.

"Baik, aku minta kartu nama mu, nanti aku akan ke sana."

"Aku hanya MUA, Nona. Tidak menjual gaun."

"Jadi, ini semua..." Tanya Sabella penasaran.

"Ini semua milik Nona Leona. Dia yang merancang, dia pula yang menjadi modelnya untuk mempromosikan hasil karyanya." Jawab Meylin dengan jelas.

"Benarkah, aku kira Nona Leona hanya seorang model terkenal, tak disangka diapun seorang fashion designer." Ucap Sabella lirih.

"Aku bukan apa-apa bila dibandingkan dengan dia. Mereka memang sangat cocok dan serasi." Ucapnya tak percaya diri. Semburat kesedihan tampak lagi di wajah cantiknya. Mengingatkan kembali hatinya yang telah hancur.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!