Gadis itu menatap halaman novel yang sedang ia baca. Ada untaian senyum yang menggantung di kedua sudut bibirnya. Sepertinya, ia terlarut dalam kisah bahagia yang dirasakan oleh si tokoh utama pria tersebut. Degup jantung yang memacu hebat di dalam rongga dada lelaki itu, terdeteksi sama seperti yang terjadi pada jantungnya.
"Ternyata aku tidak jatuh hati sendiri, Mas. Cinta ini milik kita, sama. Rasa yang tumbuh saat pertama berjumpa."
Kembali senyum itu menyungging sejalan dengan jemarinya yang meneruskan membaca di lembar berikutnya.
Bab. 2 : Rendra vs Rud Dinata
Malam minggu, dua orang lelaki dengan usia sebaya sedang bersantai di sofa. Di hadapannya layar televisi sedang menyala meskipun tak ada yang melihatnya. Aku dan Rendra, itulah sosok yang kumaksud. Dalam gelak yang kadang tercipta kami melewati malam panjang itu dalam kebersamaan.
"Jadi, sahabat gue ini korban cinta pada pandangan pertama?" Rendra mengejekku seraya melempar sebutir kulit kacang yang sudah dimakan isinya.
"Hm," gumamku menjawab pertanyaannya.
"Kenal?" tanya Rendra santai.
Kugelengkan kepalaku. "Belum."
"Yakin, itu cinta?" selidik Rendra tetap dengan gaya santainya menyantap satu per satu butir kacang yang telah dikupasnya.
Memang aku bukan playboy seperti Rendra. Yang dengan mudahnya beralih dari satu hati ke hati lainnya saat kata putus terucap begitu saja. Pun begitu, diri ini bisa mengenali getar rasa berbeda menjalar di hati yang disebut cinta.
"Gue bisa bedain mana cinta mana bukan, memang elu?" ejekku pada Rendra setelah menjelaskan bahwa rasaku benar-benar bernama cinta.
"Ada yang salah, dengan seorang Rendra?" tanya balik Rendra tanpa rasa berdosa.
"Tumben malam ini gak ngapel, putus lagi?" selidikku padanya.
"Belum klik, ini OTW nyari yang klik. Di kantor ada cewek baru. Lagi gue deketin, dia jinak-jinak jual mahal," aku Rendra dengan sombongnya.
"Gue ke sini mau curhat, kenapa malah elu yang curhat, sih?" gerutuku dengan melempar balik kulit kacang yang tadi dilemparkannya padaku.
"Curhat elu, gak jelas, Bro. Kemungkinan ketemu lagi aja, gak pasti. Apalagi soal jodoh, gelap," terang Rendra dengan entengnya.
"Sahabat macam apa, lu? Seharusnya tuh doain biar ketemu lagi, bukan mematahkan asa," gerutuku.
"Gue bukan matahin asa tapi realistis. Coba deh lu pikir, pernah gak lihat gadis itu sebelumnya?" Rendra mulai menyelidiki.
"Itu pertama kali gue ketemu sama dia," akuku yang memang begitu kenyataan sebenarnya.
"Nah, kan. Kalau gadis itu tinggal di sekitar tempat tinggal lu, seharusnya pernah dong, ketemu? Kemana aja seperempat abad ini?" argumen Rendra yang coba aku cerna.
Selama ini, aku menghabiskan waktuku dengan menikmati setiap detiknya. Untuk belajar, berkawan, mencari dan mengasah keterampilan, bahkan termasuk kesendirian tanpa seorang pasangan. Bukan bermaksud untuk eksis sebagai seorang jomblowan sejati tapi memang belum ada seorang gadis pun yang bisa menggetarkan hatiku.
Bila melihat tampangku kalian tak akan percaya jika aku belum pernah menjamah cinta. Apalagi dengan banyaknya makhluk dari kelas hawa yang bertebaran di sekelilingku. Bukannya aku sombong tapi memang begitulah kenyataan berbicara. Wajah tampanku yang selalu menebar keramahan pasti akan dengan mudah membuat seorang gadis salah paham. Bukan bermaksud tebar pesona karena itu adalah karakter bawaan.
"Mungkin dia gadis spesial yang harus gue temukan pada saat yang tepat," ujarku mementahkan analisa tentang keberadaan gadis yang belum pernah kutemui sebelumnya.
"Gadis cantik itu baunya semerbak, Bro," timpal Rendra memberikan alasannya, tak sudi analisanya mental begitu saja.
"Semerbak harumnya hanya untuk gue cium, begitulah skenario indah dari Tuhan," ucapku penuh keyakinan.
"Masih terlalu pagi untuk mesum, cium-cium! Cari tahu dulu, dia siapa," nasihat Rendra yang kurasa benar adanya.
Tentu saja aku akan melakukan segala cara untuk mendapatkannya. Bahkan kalau perlu kupaksa Tuhan untuk memberikannya melalui sujud disepertiga malamku. Dia adalah tujuan yang ingin kugapai. Cinta yang kudamba untuk menemani hari bahagiaku selamanya.
"Tunggu gue kenalin dia sebagai calon ibu dari anak-anak," percaya diriku tanpa bisa dicegah.
"Jangan mimpi ketinggian, bisa gila nanti," ingat Rendra tetap dengan santainya.
"Gue bahkan sudah tergila-gila saat pertama kali melihatnya," akuku seraya merebahkan diri di sofa.
Menjadikan kedua lenganku sebagai bantal dan mata kupejamkan. Kedua sudut bibirku melengkungkan senyum bahagia saat bayangan pertemuan pertama itu tergambar dengan sempurna. Bagaimana kami saling melekatkan pandang tanpa ada kata tapi hati saling berbicara, terjebak cinta.
"Wah, beneran gila, ini! Gue anterin ke Grogol, yuk!" ejek Rendra dengan senyum smirknya.
"Grogol, rumah sakit jiwa. Gue butuh rumah untuk cinta," terangku yang masih terdampar dalam khayal pertemuan tadi siang.
"Susahnya ngadepin si jomblo abadi yang jatuh cinta, akut," seloroh Rendra seraya mengambil benda pintarnya di atas meja.
Kuabaikan segala celoteh Rendra. Tak kuambil hati karena aku sudah mengenal gaya bicaranya yang ceplas-ceplos. Perkenalanku dengannya sejak pertama kali menginjakkan kaki di kampus saat Ospek, rasanya sudah cukup untuk memahami isi hati dan pikiran sahabatku ini. Tujuh tahun adalah waktu yang panjang untuk sebuah ikatan. Sering berbeda pendapat dan malah saling mendiamkan. Namun disitulah arti sebuah persahabatan, bukan selalu membenarkan tetapi mengingatkan saat kita berbuat kesalahan.
"Gak sopan banget sih, diajak curhat malah telepon cewek. Dasar play boy!" gerutuku seraya beranjak dari posisi rebahanku dan berjalan menuju dapur minimalisnya. Mengambil segelas air di sana.
"Hai, May! Kenapa aku kangen kamu, ya? Padahal kemarin kita baru ketemu," gombal Rendra yang terdengar samar dari telingaku.
Sedikit kuperhatikan tingkah Rendra yang sedang merayu gadis, yang kutebak sebagai karyawati baru di kantornya yang sedang ia incar sebagai target berikutnya. Apakah harus selalu begitu untuk mendapatkan hati seorang hawa? Bagi Rendra mungkin iya, tapi bagiku? Aku punya gaya sendiri dalam mencintai dan menarik hati gadisku.
Kuberjalan mendekati sahabatku yang terkenal sebagai raja gombal itu. Kupasrahkan tubuhku untuk kembali duduk di dekatnya. Menguping pembicaraannya tanpa sengaja meskipun duduk di sampingnya adalah suatu kesengajaan yang kulakukan.
"May, besok jalan, yuk! Ada bazar buku, bukannya kamu suka baca? Nanti aku traktir buku apapun yang kamu beli. Sebagai salam perkenalan dariku," Jurus jitu mulai Rendra keluarkan.
"Modus," celetukku sedikit keras yang pasti bisa didengar oleh orang yang berada di ujung telepon.
"Jangan dengarkan, May! Di sini lagi ada jomblowan yang tak lekang dimakan zaman," sindir Rendra padaku yang kuyakin karena gadis di ujung sana menanyakan siapa yang menyela pembicaraan mereka.
"Gitu ya, kalau udah ada target baru, gue gak dianggap. Baiklah, gue pulang!" pamitku dengan segera beranjak berdiri dan mengambil kunci motorku yang tergeletak di meja.
"Pulang terus tidur, sana! Mimpi lu di dunia nyata lebih serem daripada mimpi setan saat tidur beneran," ungkap Rendra yang semakin lama semakin lirih kudengar karena aku yang perlahan menghilang di balik pintu apartemennya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Ririe Handay
keren persahabatan rud ma Rendra
2022-06-03
1
Yessyka June
cinta mas Rud dah buncah padahal lim pernah kenalan tuuu,
mantapp juga ya punya secret admirer gituu
2021-07-17
1
maura shi
bgs bgt ceritanya
suka bgt kalo baca novel tulisannya rapi,feelnya dpt,alurnya g terlalu lmbat&cepat kyk ngalir aja,apalagi bahasanya rada puitis bgt,
2021-05-21
1