Ketika detik jarum jam menunjukkan pukul delapan malam tepat, tak kurang atau lebih sedikit pun, bab pertama novel itu siap dibaca. Gadis ayu itu menghela napas normalnya sebelum dibawa menelusuri jejak cinta yang sudah dikuburnya dan terpaksa digali lagi agar terbebas dari rasa penasaran yang selama ini menyelimuti dirinya.
Dari sinilah kisah bahagia yang berakhir luka itu diawali.
Bab. 1 : Melihatmu Pertama Kali
Aku dan motor hitamku, memacu di jalanan lengang yang rindang. Hari ini begitu terik tetapi aku merasa hariku jauh dari kata gerah. Bahkan ademlah sebutan yang kusematkan. Urusanku di kampus telah usai dan aku bisa bersantai dengan hariku yang masih belum menginjak kata sore.
Perjalanan yang biasa aku habiskan dengan roda yang berputar lebih kencang, kali ini sedikit aku pelankan. Merasakan sepoi angin yang menerpa badanku yang hanya dibalut oleh kemeja panjangku yang berwarna abu-abu muda.
Selintas ada motor yang melaju dari arah lawanku. Seorang wanita dengan rambut panjangnya yang tergerai, nampak membuka kaca helmnya. Entah kenapa, aku rasanya tertarik oleh magnet pesonanya. Gadis ayu berkulit putih itu seolah tak resah memanggang kulitnya di bawah terik mentari. Binar yang terpancar dari raut cantiknya seperti ingin kupandang selalu.
Ketika garis pandang kami menarik satu garis lurus menyamping, rupanya gadis itu juga memandangku lekat. Hanya ekspresi datar, tetapi rasanya aku seperti diajak berpacu dalam roller coaster. Hatiku berdegup tak menentu. Gejolak yang tak pernah kurasakan tapi kuketahui sebagai hati yang sedang dilanda jatuh hati.
Mana mungkin? Cinta pada pandangan pertama itu hanyalah ada di novel-novel romansa. Nyatanya, cinta itu butuh waktu dan pendalaman karakter seiring berjalannya waktu. Namun, getaran ini? Apakah aku bisa mengendalikannya?
Tak bisa kubohongi jika aku menemukan getar rasa lain di hati yang belum pernah menjalariku sebelumnya. Hingga dia menghilang dari pandangan, manik hitamku tetap melekat menatapnya. Seperti aku, gadis itu juga melakukan hal yang sama, terjebak oleh pandangan pertama.
Semilir angin yang kembali bertiup, menyadarkanku. Dia telah berada jauh di belakangku dan kami terbentang jarak yang semakin menjauh. Kuraba dadaku yang masih dibelenggu detak tak menentu. Tuhan, apakah cinta pertamaku telah datang?
Bunga bunga di taman hatiku sepertinya sedang merekah indah. Senyum terukir dari kedua ujung bibirku membentuk lengkungan sempurna. Pikiranku terus tertuju pada gadis itu. Siapa dia?
Bunga dan tanya yang bergelayut dengan gagahnya di ranting-ranting pikirku, membawaku larut dalam bahagia. Hingga tak kusadari jika gerbang rumahku sudah menanti untuk kubuka agar aku bisa masuk ke dalamnya.
Siulan-siulan merdu menemani langkahku semenjak parkiran hingga masuk ke ruang keluarga di mana bundaku berada.
"Bunda," sapaku penuh senyuman dengan tanganku yang meraih tangannya, mencium punggung tangan dan tak ragu membiarkan tubuhku di pelukannya.
"Bahagianya anak Bunda, ada apa, nih?" tanya Bunda dengan senyum ambigunya.
"Sepertinya, Rud jatuh cinta, Bun," akuku tanpa ragu dan malu.
Bunda yang asyik menatap layar televisi seketika mengalihkan pandangannya padaku. Mengernyitkan dahi dan mulai membuka bibirnya untuk berbicara. "Gadis mana yang sudah berhasil mengambil hati anak Bunda yang tampan ini, hmmm?"
"Rud baru melihatnya, Bun," jujurku dengan cengiran senyum.
"Dari kemarin dikenalin banyak gadis cantik selalu menolak, ini jatuh hati dengan sembarang gadis. Jangan tergoda cover, ya, Sayang," nasihat Bunda diakhir kalimat penyataannya tentang aku yang selalu tak berminat dengan gadis-gadis yang bertebaran di sekelilingku.
"Apakah Rud bisa menolak jatuh cinta pada pandangan pertama, Bun?" tanyaku sambil menggulung kemejaku dan mencomot kue basah yang tersaji di meja.
"Cintailah wanita yang juga mencintaimu, Sayang. Rasa yang tulus dan tidak bersyarat," wejang Bunda sambil menepuk pelan pundakku.
Kusunggingkan senyum termanisku. "Iya, Bun."
"Mandi dulu, sana! Setelah itu makan," perintah Bunda yang justru membuatku mendudukkan diri di sofa samping Bunda dan kemudian merebahkan diri dengan santai.
"Bun," panggilku lembut.
Bunda tersenyum mendengar panggilanku. "Jika kamu jatuh cinta, maka mintalah jodohmu itu pada Sang Maha Cinta."
"Lamarin, dong Bun!" pintaku dalam tawa.
"Sebegitu istimewakah gadis itu hingga anak Bunda tak bisa menunggu waktu mengenalnya?" goda Bunda dengan senyuman penuh rahasia.
"Tentu saja, Bun," balasku seraya membalas senyum Bunda dengan senyum penuh pesona.
"Mandi dulu! Baru Bunda lamarin gadismu itu," tukas Bunda.
Aku pun langsung terbangun dari rebahanku. Melangkahkan kaki dengan ringan dan menoleh pada Bunda sebentar. "Janji, ya Bun?"
Bunda pun tersenyum sambil menggeleng- gelengkan kepalanya. Aku bisa membaca pikiran Bunda sebagaimana kalimat yang aku tuliskan dalam pikiranku. Apakah cinta ini sudah membuatku gila?
Aku tak pernah jatuh cinta sebelum ini. Meskipun usiaku sudah mencapai seperempat abad, tetapi sepertinya cinta itu enggan untuk datang padaku. Padahal banyak gadis menawarkan rasa tapi hatiku tak pernah tergoda. Berbeda dengan gadis ayu yang tadi kujumpai, dengan pertama melihatnya, aku sudah yakin jika aku tergoda cinta.
Memasuki kamarku yang berlapis warna putih, aku jatuhkan diriku di ranjang. Anganku melayang, membawa dimensi waktu melambat pada setengah jam yang lalu. Memutar kembali memori yang menghadirkan tokoh utama aku dan gadis itu, gadis ayu yang bermata indah.
Ah ... beginikah jatuh cinta itu? Pikiranku dikuasainya hingga aku tak kuasa untuk menepis wajahnya. Terus bermain di mataku, tanpa ragu dan malu. Dan anehnya, aku bahagia. Selalu merasakan bahagia dan senyumku selalu ingin terkembang sempurna.
Benar-benar malu dengan tingkahku sendiri. Lelaki bujang diujung kematangan sepertiku berperilaku layaknya ABG dimabuk cinta. Ah ... bukankah cinta itu milik semua usia? Buktinya ada puber kedua untuk cinta yang datang saat kemapanan menyombongkan tahtanya.
Segera kuberanjak dari ranjang, melepaskan kancing demi kancing yang saling mengaitkan diri dengan setiap lubang pada kemejaku. Menaruhnya pada keranjang baju kotor dan kemudian menjatuhkan diri lagi di tempat yang sama.
"Siapa kamu, gadis ayu yang membuatku merasa gila karena jatuh cinta?" bicaraku pada diri sendiri.
"Seorang Rud yang biasa menolak gadis-gadis hari ini tak bisa menolak pesona gadis saat berseberangan jalan, Oh My God!"
Pikiranku tentangnya nampaknga harus kulunturkan sementara waktu. Aku tak mau menjadi gila sebelum berkenalan dengannya. Biarlah aku memohon cinta pada Sang Maha Cinta. Dekatkan dia, dan persatukanlah dengan indah.
Kuguyur diriku di bawah pancuran air kamar mandi. Mengharap cinta yang turun ke hatiku juga turun ke hatinya. Membasahi hatiku yang selalu kering dan tandus dari kasih seorang
gadis yang berstatus pujaan hati. Aku sungguh-sungguh mendamba, ada rasa yang hadir melingkupi hatinya juga. Semoga pandangannya tadi, adalah isyarat jika ia juga merasa tertarik padaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
AKU LGSUNG LOMPAT BACA NOVEL INI, TDK BACA NOVEL TTG KITA..
2024-04-10
0
Samsul Gurita
cerita dlm cerita, terlalu. ribet
2022-11-21
1
Ririe Handay
puitisnya kau rud
2022-06-03
0