Pagi itu rumah almarhum ibu kacau. Gani dan istrinya juga mencak - mencak ga ada sarapan tersedia seperti biasanya.
"Teh kok ga masak sih. Trus kita mau sarapan apa?" tanya Mira seenaknya saja.
"Teteh tadi cuma bikin nasi goreng buat sarapan."jawab Sinta ogah - ogahan.
"Mana nasi gorengnya, teh ?" tanya Mira.
"Udah habis." jawab Sinta enteng.
"Kok ga di sisain, teh. Teteh mah pelit." tuding Mira.
"Kalau mau sarapan masak sana atau kalau malas tinggal beli aja. Gampangkan." ujar Sinta santai.
"Biasanya kan teteh yang masak." ujar Mira tak mau kalah.
"Sekarang luar biasa. Kamu punya suami dan anak, ya urus sendirilah." Sinta memilih pergi meninggalkan Mira yang tengah ngambek. Mulai saat ini Sinta tidak akan mau lagi jadi budak mereka.
"Dari mana kamu ,Mer?" teriak Mira.
"Beli sarapan."jawab Mercy.
"Buat teteh di beliin ga?" tanya Mira.
"Ga." Mercy berlalu begitu saja meninggalkan Mira.
"Pelit." ucap Mira lirih. Karna sudah lapar terpaksa Mira dan suaminya membeli sarapan untuk mereka. Wajah mereka sudah seperti benang kusut. Baru segitu saja sudah lalang kabut.
Siangnya Sinta sudah rapi begitu juga dengan suami dan anak - anaknya. Nanti setelah sholat dzuhur acara akan di mulai. Sinta tetap tidak memasak ia memilih membeli makan untuk mereka berempat saja. Terserah ipar - iparnya mau marah ia sudah tidak peduli.
Derel memastikan semuanya sudah lengkap, ia tidak mau ada yang kurang nantinya.
Acara berlangsung khidmat. Para tamu begitu antusias ikut mendoakan almarhum ibu. Derel sempat meneteskan air mata saat mendengar tausiyah tentang ibu.
Sinta yang berada disampingnya berusaha menguatkan suaminya. Tanganya mengusap punggung suaminya lembut.
Setelah semua tamu pulang, rumah kembali sepi. Yang tersisa hanya keluarga. Tidak ada satu pun kelurga dari almarhum ibu yang datang menghadiri. Derel tidak mengambil pusing yang penting acara sukses tanpa ada kendala.
"Gani, sini duduk." panggil Derel membuat Gani bertanya - tanya ada gerangan abangnya memanggilnya.
"Mercy sini juga." panggil Derel juga.
Semua sudah duduk berkumpul . Derel mèmperhatiak adiknya satu persatu baru berbicara.
"Alhamdulillah acara sudah selesai. Ga usah membenci bila tidak ada satu pun saudara ibu yang datang kemari. Berbaik sangka saja,mungkin mereka ada halangan jadi tidak datang." ujar Derel.
"Dari pertama juga ga ada yang datang,bang. Coba di kala ibu masih ada,ibu bela - belain berangkat naik bus untuk menghadiri acara mereka. Sakit pun ga dirasa, itu demi apa. Demi ga enak sama saudara. Untuk kedepannya cukup tau aja bagaimana perlakuan keluarga ibu terhadap kita. Ga perlu berharap, sebab itu tidak akan mungkin." ujar Rafi yang sangat kesal pada keluarganya sendiri.
"Abang tau kalian pasti sakit hati,abang pun begitu kecewa pada mereka. Tapi daripada berburuk sangka dan menimbulkan penyakit lebih baik anggap saja mereka ga ada." tambah Derel dengan wajah murung.
"Abang mau tanya sama kamu Rafi. Kapan acara lamaran kamu?" tanya Derel.
"Awal bulan ini,bang. Tapi ga usah bawa kelurga bang. Jauh dan perlu biaya besar untuk kesana." ujar Rafi.
"Itu terserah kamu,abang ga ikut campur. Lakukan apa yang menurut kamu terbaik." ada kemarahan dari nada suara Derel.
"Aku mau tanya bang,aa dan teteh mengenai warisan ibu bagaimana?" Rafi mulai membuka jalan,tadinya Derel juga bermaksud menanyakan itu pada adik - adiknya.
"Sesuai amanat ibulah." celetuk Mercy.
"Ga bisa gitu dong,Mer. Aa minta keadilan. " Sahut Gani.
"Stop. "Derel mengeraskan suaranya sehingga membaut ketiga adiknya terdiam sambil tertunduk. Mereka takut akan kemarahan Derel.
...****************...
Selamat pagi kk,up lagi ya.
Terimakasih sudah menunggu,jangan lupa tinggalkan jejak berupa like dan komen serta votenya yang banyak biar thor makin semangat.😉😘🙏🙏💪
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Yuliana Tunru
suara kenceng saat minta warisan adil dlm hal apa coba..yg sabar darel
2024-11-05
1