"Karna kamu tidak punya hak menyakiti Bulan!" Mas Arlan berucap penuh penekanan. Tatapan matanya begitu tajam seolah menyimpan dendam, padahal mereka tidak saling mengenal sebelumnya. Rasanya sangat berlebihan jika Mas Arlan sampai menaruh dendam pada Mas Erik hanya karna tidak terima Mas Erik memiliki wanita lain.
Mas Erik berdecih sinis, tatapannya pada Mas Arlan tak kalah tajam. "Lalu kamu pikir bisa mencampuri urusan rumah tangga orang seenaknya?!"
Perdebatan mereka berdua berhasil menarik perhatian beberapa pengunjung supermarket disekitar kami. Sungguh aku benar-benar malu berada di antara pria dewasa yang sedang berdebat layaknya anak-anak memperebutkan sesuatu.
Bukannya bangga, aku justru risih dengan kelakuan mereka. Entah apa yang ada dikepala mereka sampai perdebatan semakin sengit dan arahnya sudah kesana-kemari.
Aku yang sudah sangat malu dan kehilangan muka, memiliki meninggalkan mereka berdua. Bahkan sampai aku keluar dari supermarket, mereka tidak ada tanda-tanda mengakhiri perdebatan. Mungkin mereka juga tidak sadar kalau aku sudah pergi dari sana.
"Tidak Mas Erik, tidak Mas Arlan, mereka sama saja. Duanya tidak bisa bersikap tegas dengan keputusan orang tua. Astaghfirullah Bulan, sepertinya kamu harus berbenah diri lagi." Aku membuang nafas berat.
Dua kali dipertemukan dengan laki-laki, dua-duanya selalu patuh pada keinginan orang tua, tapi tidak benar-benar menjalaninya, malah melanggar larangan di belakang. Itu sama sekali bukan sikap pria yang tegas. Jika sedari awal tidak bisa menentang keputusan orang tua, seharusnya tidak membuat kebohongan.
"Bulan, aku dari tadi mencari kamu. Sejak kapan kamu disini?" Suara cemas Mas Erik membuyarkan lamunan. Aku mendongak, menatap pria bertubuh tinggi yang berdiri di depanku dengan membawa 1 kantong belanjaan penuh. Sudah pasti berisi buah.
"Sudah?!" Tanyaku sedikit ketus. Jengah sebenarnya melihat wajah Mas Erik.
Mas Erik mengangguk. "Sudah, ayo pulang." Jawabnya sambil sedikit mengangkat kantong belanjaannya dengan ekspresi tanpa dosa, seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.
Aku sampai istighfar dalam hati saking kesalnya. "Bukan itu maksudku!" Seruku namun pelan.
"Lalu apanya yang sudah?" Dia bertanya balik seperti orang amnesia.
"Berdebatnya! Sudah puas berdebatnya?" Kesal ku sembari beranjak dari tempat duduk dan berjalan cepat ke mobil Mas Erik.
Pria itu menyusul ku secepat kilat karna tiba-tiba sudah mendahului dan membukakan pintu depan. "Dia yang duluan. Harusnya tidak perlu ikut campur urusan rumah tangga kita." Jelasnya.
Rasanya aku ingin tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Sikap Mas Arlan memang salah, tapi tindakan Mas Erik sejak awal kami menikah juga tidak benar. Sekarang dia malah kesal pada orang lain karna dianggap ikut campur.
"Kalau Mas Erik bisa menahan diri tidak berkeliaran di tempat umum dengan wanita itu, apa mungkin ada orang yang akan memberitahu ku?!" Aku menatapnya tak habis pikir. "Tidak usah menyalahkan orang lain kalau masalahnya ada di Mas Erik!" Tegas ku dan bergegas masuk ke mobil.
Aku sengaja berdiam diri tanpa berniat menutup pintu. Mas Erik tampak merenung sejenak sebelum menutup pintu pelan.
"Minum dulu." Tiba-tiba Mas Erik menyodorkan minuman kaleng coklat dingin padaku.
Kesal dengan sikapnya memang, tapi saat ini aku benar-benar butuh itu setelah kesabaran dan tenaga ku di kuras habis-habisan. Belum cukup sikap Mas Erik saat menjemput ku di perusahaan, sekarang berulah di supermarket dan menambah satu personil lagi yang membuatku semakin sakit kepala.
Ku terima minuman dingin itu tanpa sepatah kata. Dia yang membuat ku begini, jadi sudah seharusnya dia bertanggungjawab mengembalikan mood ku.
Sepanjang perjalanan tidak ada obrolan di antara kami. Lebih tepatnya aku melarang Mas Erik bicara karna tidak mau semakin pusing.
Mobil yang dikemudikan Mas Erik berhenti di garasi. Aku segera turun tanpa berniat masuk ke rumah menunggu Mas Erik.
"Bulan, tunggu dulu."
Aku hanya melirik sekilas, lalu melanjutkan langkah.
"Sinar Rembulan!" Suara Mas Erik terdengar lebih lantang, memanggil lengkap nama ku. Tak menggubris, aku bergegas masuk ke dalam rumah.
"Assalamu'alaikum,,"
"Waalaikumsalam,, sayang. Pulang sama siapa Bulan?" Mama datang dari arah ruang keluarga.
"Sama Mas Erik, Mah." Aku meraih tangan Mama dan mencium punggung tangannya.
"Capek ya sayang? Kamu kelihatan lelah sekali." Tanya Mama seraya mengusap pelan pundakku.
Sekentara itu suasana hatiku sampai Mama tau kalau aku sedang capek. Padahal sejak masuk ke dalam rumah, aku sudah mengembangkan senyum, tapi Mama masih bisa membaca apa yang aku rasakan.
Rasanya ingin sekali aku menjawab kalau yang membuatku capek adalah sikap Mas Erik, tapi aku tidak bisa mengatakannya. Akhirnya aku hanya tersenyum kecil dan mengangguk pelan.
Tak berselang lama, Mas Erik masuk dan Mama langsung menanyakan pesanannya. Kantong belanja ditangan Mas Erik kini sudah pindah di tangan Mama. Aku pikir Mas Erik berbohong soal Mama yang ingin buah.
"Sini Mah, biar bulan aja yang cuci-cuci." Aku menawarkan diri karna bagaimanapun aku tetap seorang menantu yang harus pengertian pada mertuanya walaupun rumah tangga kami seperti ini. Namun Mama tidak tau apa-apa, jadi aku juga harus tetap baik padanya.
Mama menggeleng cepat. "Mama saja. Kamu baru pulang kerja, mukanya sudah lelah begitu, tidak usah mengerjakan apa. Sana ke kamar, mandi terus istirahat. Nanti Mama panggil kalau makan malamnya sudah siang." Ujarnya mendorong pelan bahuku agar menaiki tangga.
Mau tidak mau, aku harus naik karna tidak mau di anggap ngeyel. Padahal jika membantu mencuci buah-buah itu dan menatanya di kulkas, aku bisa menghindari berduaan di kamar dengan Mas Erik.
Aku menghentikan langkah di depan kamar Mas Erik sambil menunggu pemiliknya yang masih tertinggal di belakang, karna aku setengah berlari menaiki tangga.
"Masuk saja, pintunya tidak di kunci." Suara itu membuatku membuang nafas kasar.
"Kenapa tidak bilang dari tadi!" Aku membuka kamar buru-buru.
"Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam."
Aku menoleh, entah kenapa merasa kesal setiap mendengar suaranya meskipun dia sedang menjawab salam. Sungguh aku tidak pernah berniat menaruh kebencian pada siapapun. Tapi keadaan dan sikapnya yang membuat rasa benci itu datang sendiri.
"Baju-baju kamu ada di sana." Mas Erik menunjuk pintu berwarna coklat gelap di pojok ruangan. Kamar ini cukup besar, tidak jauh berbeda dari kamar di rumah orang tua Mas Erik.
Tapi aku di buat heran, kamar sebesar ini tidak ada sofa di dalamnya. Terlalu banyak space kosong. Apalagi ranjangnya yang tidak besar, hanya seukuran ranjang di kamar sebelah.
"Kamu mandi duluan saja."Perlengkapan mandi mu juga sudah di pindahkan ke dalam." Suara Mas Erik kembali membuyarkan pikiranku.
"Nanti malam aku tidur dimana?" Tanyaku.
"Ranjangnya disana Bulan." Jawabnya sambil menunjuk.
Mas Erik benar-benar ingin membuatku mengomel lagi. Aku yakin dia tau maksud ku, tapi pura-pura bodoh.
"Tidak ada tidur satu ranjang!" Tegasku.
"Iya, nanti aku tidur di lantai. Sudah sana mandi."
Aku melirik malas mendengar suara lembutnya. Dia pikir aku adalah Celine yang langsung berubah manja jika sudah mendengarnya bicara selembut itu.
Aku berlalu mengabaikannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Ingka
Ga nyalahin Bulan ko kalo sll ketus dan berasa kesel dan jengkel walaupun hanya mendengar suaranya saja. Siapa yg ga sakit hatilah...ditolak diawal2 pernikahan skrg tiba2 berubah dan bilang udh putus sm pacarnya. Cinta jg ga akan tiba2 muncul dlm hati, motifnya apa Mas Erik...? mau mencoba belajar mencintai Bulan maksudnya ato pura2 aja ?
2025-01-17
0
Iin Yuliana
ᥲkᥙ ᑲіsᥲ ᥒgᥱᑲᥲᥡᥲᥒgіᥒ rᥲsᥲ һᥲ𝗍іᥒᥡᥲ ᑲᥙᥣᥲᥒ... rᥲsᥲᥒᥡᥲ mᥲᥙ mᥲrᥲһ 𝗍rs ᥒg᥆mᥱᥣ 𝗍rs 𝗍⍴ ᥣᥱᥣᥲһ... ᥡᥲ mᥙᥣᥙ𝗍ᥒᥡᥲ ᥡᥲᥲ һᥲ𝗍іᥒᥡᥲᥲ 😢mᥲᥙ mᥙ ᥲ⍴ᥲ sіһһ rіᥴ ᑲkіᥒ һᥲ𝗍і іᥒі ᥙ⍴ ᥲᥒძ ძ᥆ᥕᥒ
gᥙᥱ sᥙkᥲ gᥲᥡᥲ ᥣ᥆ᥱ ᑲᥙᥒgᥲ 😘sᥱᥣᥲᥣᥙ ᑲs ᥒgᥲsіһ kᥲ𝗍ᥲ² ᥡg 𝗍ᥱ⍴ᥲ𝗍 ᑲᥙᥲ𝗍 sі ᥱrіᥴ
2024-12-25
3
Kotin Rahman
lnjutin skapmu yg acuh dan cuek itu bulan aku sangat suka, biar si Erik mkin ngejar dan mngemis Ama kmu, kan selama ini kmu cuma di anggep istri di atas kertas doang too.....mka tmpatkanlah dirimu yg sharusnya Mbul, pngen tahu sedasyat apa prjuangane Erik untuk mndapatkn maafmu 😂😂😂😂😂
2024-12-25
1