Bab 8. Menyusul

"Hallo, Assalamu'alaikum Pak?" Suara Mas Erik terdengar lembut dan sopan di seberang sana. Pasti karna dia mengira yang menelfon adalah Bapak. Aku akui tutur kata dan sikap Mas Erik cukup baik pada orang-orang yang lebih tua, dia tau bagaimana caranya menghormati dan menghargai orang yang lebih tua darinya.Tapi tetap saja aku melihat ada cacat dalam d iri Mas Erik karna tidak bisa menjadi pria yang gentle. Apalagi sampai harus mempermainkan Pernikahan kami seperti ini.

"Wa'alaikumsalam."

"Bulan?!" Pekiknya.

"Iya. Maaf belum sempat mengabari, ponselku kehabisan baterai, aku lupa mengisinya. Mas Erik bilang apa saja sama Bapak? Bapak jadi berfikir macam-macam dan mencurigai rumah tangga kita." Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling untuk memastikan tidak ada siapapun di halaman belakang yang akan menguping pembicaraan ku dengan Mas Erik.

"Kamu tidak salah menuduh ku? Kamu sendiri yang membuat Bapak curiga. Aku sudah bilang akan mengantar kamu, tapi kamu malah berangkat diam-diam. Ponsel kamu juga mati. Kamu itu tanggungjawab ku, Bulan. Kalau sampai kamu kenapa-kenapa, aku yang harus mempertanggungjawabkan di depan orang-tua kamu. Wajar aku menelfon Bapak untuk memastikan kamu ada di sana atau tidak." Mas Erik bicara panjang lebar dengan nada ketus.

"Kalau sekarang Bapak curiga, ya itu salah kamu. Minimal kamu kirim pesan sebelum berangkat. Kamu saja tidak memberi kabar apa-apa!" Nada bicara Mas Erik semakin meninggi, ini pertama kalinya aku mendengar Mas Erik bicara setinggi itu. Sepertinya Mas Erik benar-benar marah. Aku juga tidak akan menyangkal karna aku memang salah.

"Baik, aku minta maaf. Aku pikir tidak ada gunanya memberi kabar pada pacar orang, jadi aku tidak memberi tau Mas Erik."

"Tidak ada hubungannya dengan orang lain, Bulan!. Ini antara kamu dan aku! Orang tua kamu sudah menyerahkan tanggungjawab untuk menjaga kamu padaku, kamu harus mengerti. Lain kali jangan sampai ada miskomunikasi di depan keluarga kita."

Rasanya aku ingin tertawa mendengar kata-kata bijak Mas Erik. Semua kesalahpahaman dan kurangnya komunikasi di antara aku dengan Mas Erik juga di sebabkan oleh dia. Kalau saja Mas Erik tidak memiliki pacar, aku sebagai istri pasti akan sangat terbuka dan tidak akan sungkan memberitahu apapun padanya. Lalu kenapa malah jadi aku yang salah disini.

Aku hanya bisa menarik nafas dalam dan berusaha untuk tidak terpancing lagi. Bicara pun percuma, justru akan timbul masalah-masalah lain.

"Sekali lagi aku minta maaf karna sudah membuat masalah. kalau begitu aku tutup dulu telfonnya. Assalamu'alaikum." Dengan sedikit kesal, aku mengakhiri sambungan telfon tanpa mau mendengar lagi jawaban Mas Erik. Biasanya aku tidak sekesal ini pada Mas Erik sekalipun melihat di depan mata sendiri Mas Erik bercanda dengan kekasihnya. Mungkin karna efek menstruasi.

"Perbanyak istighfar Bulan, simpan energi kamu untuk hal yang lebih penting." Ucapku menenangkan diri sendiri, sebab jika bukan aku, lalu siapa lagi?. Tidak ada yang tau samalah rumah tanggaku kecuali aku, Mas Erik dan kekasihnya.

...******...

Pukul 1 siang aku baru mengaktifkan ponsel yang sudah di isi daya. Notifikasi chat dan panggilan dari Mas Erik langsung muncul begitu ponselku menyala. Entah berapa banyak Mas Erik mengirim chat dan mencoba menghubungi ku sejak tai pagi sampai akhirnya Mas Erik menelfon Bapak. Aku mengabaikan semua chat itu tanpa ingin tau isinya. Lagipula Mas Erik sudah bicara panjang lebar padaku saat menelfon. Membaca chat itu hanya akan membuatku kesal dan menghabiskan energi, sedangkan aku harus pergi ke rumah Dila untuk menghadiri pernikahan sepupunya.

Anggota keluarga yang masih berkumpul di ruang keluarga setelah makan siang bersama. Beberapa keponakan ada tidur di kamar karna kelelahan bermain. Bapak dan Ibu juga masih asik mengobrol dengan Uwa, Kakak dari Ibu. Aku menghampiri mereka dan berpamitan.

"Bulan pergi kondangan dulu ya."

"Pergi sama siapa Neng.?" Tanya Ibu.

"Sama Bintang Bu, anaknya sudah di luar. Bulan berangkat ya, Assalamu'alaikum." Aku bergegas keluar setelah menyalami mereka.

Hajatan di kampung sedikit berbeda dengan di Kota. Keluarga ku sudah datang lebih ke rumah saudara Dila sejak kemarin, jadi hari ini mereka tidak datang lagi.

"Kata Kak Bulan, Mas Erik sedang sibuk."

Aku mendengar suara Bintang ketika baru keluar dari rumah. Pandanganku sontak tertuju pada mobil yang baru saja terparkir di halaman rumah dan pemiliknya keluar dari sana.

"Bulan bilang begitu.?" Mas Erik bertanya dengan nada yang terdengar menyindir dan melirik ke arahku. Rupanya dia langsung menyadari keberadaanku yang berdiri di depan pintu.

Bintang tiba-tiba menoleh. "Eh,, itu orangnya nongol, panjang umur." Bintang terkekeh kecil. "Kak Bulan mau pergi kondangan Mas, aku di suruh anter." Bintang terus bicara pada Mas Erik. Aku bergegas menghampiri Mas Erik dan berbasa-basi mengulurkan tangan untuk mencium punggung tangannya agar Bintang tidak berfikir macam-macam.

"Sudah aku bilang tidak usah menyusul kalau sibuk, besok juga aku sudah pulang, tidak perlu sampai menyusul." Ujarku setelah mencium punggung tangannya. Reaksi Mas Erik sama saja seperti reaksi yang sudah-sudah setiap kali aku mencium punggung tangannya. Diam, menatap tanpa kedip, tapi memasang wajah datar.

"Kakak kayak tidak paham saja kalau orang lagi kangen. Mas Erik bela-belain menyusul ke Bandung karna kangen, padahal sedang banyak pekerjaan." Seloroh Bintang bercanda.

"Kamu anak kecil tau apa soal kangen.! Ayo buruan, Kakak sudah di tunggu Kak Dila.!" Aku bergegas naik ke motor Bintang, lalu beralih pada Mas Erik. "Masuk saja, Bapak sama Ibu ada di dalam. Ada Uwa dan Bang Bumi juga." Ujarku.

"Loh, tetap aku yang anter.? Kan sudah ada Mas Erik, kenapa tidak kondangan berdua saja.?" Tanya Bintang. Sepertinya dia tidak enak dengan Mas Erik jika tetap mengantarku, sedangkan ada Mas Erik disini.

"Mas Erik baru saja sampai, kasian kalau langsung pergi lagi. Lebih baik istirahat di dalam sambil mengobrol dengan yang lain.

"Kamu masuk saja, biar aku yang antar Bulan." Titah Mas Erik pada Bintang.

"Siap Kakak ipar.!" Bintang menjawab penuh semangat dan turun begitu saja dari motornya. Aku melotot pada Bintang dengan posisi masih duduk di atas motor.

"Bintang, tidak bisa begitu dong! Kakak sudah transfer ongkos jalan ke rekening kamu." Pekikku semakin tajam menatap Bintang.

"Anggap saja Mas Erik gantiin aku, ongkos jalannya tetap buat aku karna pakai motor ku." Jawabnya sembari kabur ke dalam rumah.

"Dasar adik durjana.!" Gerutu ku kesal.

"Aku ke dalam dulu menyapa mereka, kamu tunggu disini sebentar. Nanti pakai mobil saja." Ujar Mas Erik. Pria itu menyelonong begitu saja ke dalam rumah.

"Pandai sekali cari muka."

Terpopuler

Comments

💜🌷halunya jimin n suga🌷💜

💜🌷halunya jimin n suga🌷💜

bertahan sakit pergi aku sulit hubungan ini terlalu rumit ......tarik nafas bulannnnnnm .....kalo emak mah mending pamit undur diri ngomng sama mertua kelakuan Erik selama ini.....daripada tekanan batin ...

2024-12-13

8

Iin Yuliana

Iin Yuliana

ᥲkᥙ sᥙkᥲ kᥲrᥲk𝗍ᥱr ᑲᥙᥣᥲᥒ іᥒі... ᑲіᥲr kᥲ𝗍ᥲ² ᥒᥡᥲ ᥣᥱmᥲһ ᥣᥱmᑲᥙ𝗍 𝗍⍴ 𝗍ᥱᥣᥲ𝗍 skᥲk mᥲ𝗍𝗍 ᥙᥒ𝗍ᥙk ᥣᥲᥕᥲᥒ ᑲіᥴᥲrᥲᥒᥡᥲ... ȷძі ᥣᥲᥕᥲᥒ ⍴ᥲᥴᥲr ᥱrіᥴ ᥡg mᥱᥣᥱ𝗍ᥙ⍴² ⍴ᥙᥒ 𝗍𝗍⍴ іmᑲᥲᥒg, ᑲᥱgі𝗍ᥙ ⍴ᥙᥒ ᥣᥲᥕᥲᥒ sᥙᥲmіᥒᥡᥲ ᑲіᥲr kᥲ𝗍ᥲ sᥙᥲmіᥒᥡᥲ kᥱ𝗍ᥙs, ძіᥒgіᥒ 𝗍⍴ ᑲᥙᥣᥲᥒ sᥱᥣᥲᥣᥙ ⍴ᥙᥒᥡᥲ ȷᥕᥲᑲᥲᥒ ᥡg 𝗍ᥱᥣᥲk ᥙᥒ𝗍ᥙk sᥙᥲmі ძᥙrȷᥲᥒᥲ ᥒᥡᥲᥲ 😂😂sᥱmᥲᥒgᥲ𝗍 ᑲᥙᥣᥲᥒ ᥲkᥙ ᑲᥱrძ᥆ᥲ ᥲძᥲ ᥣᥲkі² ᥡg mᥱᥒᥴіᥒ𝗍ᥲіmᥙ sᥱᥴᥲrᥲ ᥙgᥲᥣ-ᥙgᥲᥣᥲᥒ ძі ძᥱ⍴ᥲᥒ ᥱrіᥴ 👏👏👏

2024-12-13

1

Ayna Adam

Ayna Adam

Entahlah Bulan apa yg harus km lakukan untuk meluluhkan hati Erik
Atau km bilang saja ke ortu km tentang hubungan kalian
Km juga berhak bahagia kok
Sakit bgt kalo punya suami tapi masih punya kekasih

2024-12-13

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!