Menakutkan, saat kau mencintai seseorang secara total, tetapi kau tidak mendapatkan kembali cinta mereka.
Goldberg.
Bagi Faris, cinta adalah kehidupan. Saat Ia mencintai seorang wanita, maka Ia akan mencurahkan segalanya, termasuk kehidupannya. Saat ini nafas kehidupan Faris adalah Clarissa. Gadis yang sudah dikenalnya hampir sepuluh tahun.
Faris mengenal Clarissa saat gadis itu masih terlihat cantik dengan seragam putih abu-abu. Cinta pada pandangan pertama tepatnya. Ia mengaguminya, memujanya bahkan menjadikan gadis itu pusat dunianya. Tapi Faris tak pernah menunjukkan dirinya di depan Clarissa. Ia hanya mengamati dalam diam. Mencintai dalam Diam.
Hingga 5 tahun yang lalu Ia memberanikan dirinya mengenal Clarissa. Gadis itu semakin bersinar. semakin di puja banyak lelaki. Tetapi Cinta Faris semakin besar, sebesar kehidupan dan karirnya yang semakin menanjak . Ia berusaha memantaskan diri untuk orang yang dicintai.
Ketika Clarissa magang di PT. NPP, Faris membuat langkah memasuki perusahaan itu. Meski jurusan kuliahnya tak mendukung sama sekali. Meski kedua orangtuanya menentang. Ia tak menyerah. Saat jam kerja telah usai, Ia memilih untuk kembali kuliah. Mengambil jurusan yang sama seperti bidang kerjanya, Akuntansi.
Melalui hari-hari dengan setia pada satu cinta tidaklah mudah. Apalagi orang yang kau cintai sama sekali tak mengetahui tentang cintamu. Namun Faris tetap lurus pada jalan cintanya. Hatinya semakin teguh, cintanya pada Clarissa semakin kokoh bersarang dalam tiap nafas kehidupannya. Seolah mendapat restu dari kesungguhan cintanya, saat itulah kesempatan berpihak padanya.
Setelah lulus dari kuliah yang hanya ditempuhnya selama tiga setengah tahun, Clarissa memutuskan untuk masuk kembali ke perusahaan tempat Ia magang. Diterima menjadi seorang karyawan bagian Akuntansi, bagian yang sama seperti Faris. Saat itulah Faris merasakan jalan menuju cinta nya telah terbuka.
Sedikit demi sedikit Faris mulai berani menunjukkan rasa cintanya melalui sebuah perhatian-perhatian kecil. Pelan-pelan Ia menancapkan akar-akar cintanya dalam kehidupan Clarisa. Hingga tanpa gadis itu sadari, Cinta Faris di hatinya semakin lebat berkembang.
Tiga tahun lalu Faris berhasil merebut hati kekasihnya. Ia berhasil membuat Clarissa hanya memandangnya, memujanya. Dan setahun lalu, Ia memberanikan diri melamar sang pujaan. Mengikat hati dan pikirannya dengan janji sebuah pernikahan. Dan setelah hampir setahun berjalan, penantian cinta hampir satu dasawarsa akan berbuah manis. Tiga bulan lagi perjalanan cintanya akan berakhir di pelaminan. Menjadikan gadis itu menjadi miliknya, utuh.
*******
"Mas ...."
Panggilan merdu Risa membuyarkan lamunan Faris. Tangannya masih memegang kemudi mobil, namun pikirannya melanglang buana. Ia menoleh ke sebelah kiri tempat duduknya. Menatap pujaan hatinya, lalu tersenyum.
"Mas melamun ya?" tanya Risa.
Faris menggeleng pelan. Entah mengapa semakin mendekati penyatuan suci mereka, Faris merasa semakin sulit mengendalikan rasa cintanya kepada Clarissa. Seperti kejadian di depan kantor polisi tadi, rasa cinta yang besar tak terbendung itu tumpah menjadi cemburu, saat Ia melihat pria lain mencoba merayu kekasihnya. Jauh di lubuk hati Faris mengutuk kebodohannya. Ia takut tindakannya akan melukai sang kekasih, atau bahkan membuat Ia dibenci.
"Maaf ya, Yang," ucap Faris pelan. Tangannya mengusap lembut pucuk kepala Clarissa. "Kamu pasti malu sama perbuatan ku tadi ya?" seolah tak meminta jawaban, Ia melanjutkan. "Besok-besok, mas janji gak akan mengulangi nya lagi deh," Ujarnya.
Risa hanya tersenyum. Ia yakin bahwa permohonan maaf yang diutarakan oleh Faris adalah soal bagaimana sikapnya tadi di hadapan Fajar. Risa mencoba memahami sifat posesif Faris menjadi cemburu adalah sebagai wujud rasa cinta tunangannya.
Risa tersenyum bahagia. "Mas cemburu ya," goda Risa. "Kalau mas cemburu, Sayang keberatan ga?" tanya Faris balik.
"Setahuku cemburu kan tanda cinta, Mas. Yah asalkan cemburu nya wajar-wajar saja. Aku malah seneng Mas cemburu," terang Risa.
Mendengar ucapan Risa Faris merasa senang. Gadis itu selalu bisa membuat hatinya kembali hangat. "Kalau kamu seneng, berarti Mas cemburu tiap hari aja ya Yang," ucap Faris.
Risa memajukan bibirnya. Muncullah "Emang cemburunya sama siapa Mas, kok tiap hari," goda Risa.
"Sama siapa saja yang deketin kamu Yang," jawab Faris datar.
"Kalau aku deket sama cewek, Mas juga cemburu nih?" tanya Risa.
"Ya, kalau kamu sampai lupa sama Mas ... mau itu cewek atau sahabat kamu, atau keluarga kamu sekalipun, Mas tetep cemburu," ujar Faris mantap.
"Ya ampun Mas, itu cemburunya sudah kelewatan berarti," kata Risa.
Faris terkekeh melihat mimik muka yang ditunjuk kekasihnya. Lalu Ia terdiam. Mencoba mengumpulkan keberanian untuk bertanya hal yang sedari tadi mengganjal hatinya.
"Memangnya kamu sama polisi tadi mau janjian makan ya Yang?" tanya Faris. Hatinya berdebar menanti jawaban kekasihnya.
Risa menoleh pada Faris. Ia seolah tak percaya tunanganya benar-benar tak memberinya kesempatan.
"Kayaknya dia ada rasa sama kamu lho Yang, jaga jarak ya sama dia. Kalo kamu ketemu lagi sama dia, apalagi dengan sengaja cuma mau ketemuan, aku benar-benar cemburu Yang," ujar Faris.
Kalimat terakhir yang diucapkan Faris benar-benar terdengar putus asa. Dan itulah yang dirasakannya. Membayangkan kekasihnya bersama pria lain, meski hanya sekedar makan siang bersama membuat Faris dihinggapi rasa takut. Takut jika sang Kekasih membuka hati untuk pria lain. Takut jika hati kekasihnya diberikan untuk pria lain.
Risa paham jika Faris cemburu terhadap Fajar. Selama membina hubungan dengan Faris Risa memang harus menjaga jarak dengan pria lain. Meskipun hanya dengan rekan kerja di kantor. Itu sifat Fat s yang kurang disukai Risa. Kecemburuan dan kecurigaan Faris sering membuatnya terluka. Ia merasa Faris tidak tulus mempercayai cintanya.
Risa lagi-lagi harus mengalah pada sifat posesif Faris. "Kalau Mas keberatan aku ga akan mau kok," ujarnya kemudian.
Faris tersenyum senang. "Makasih Yang," ucapnya. Matanya menangkap kesungguhan di mata sang kekasih. Seharusnya, Ia yakin bahwa cintanya sudah mengakar dalam diri sang kekasih sehingga berbuah kesetiaan. Seharusnya Ia meragukan kesetiaan sang kekasih dan memaksa hanya memandang dirinya. Terkadang Ia merasa malu, namun begitulah dirinya. Seorang Azka Al-Faris yang terlalu mencintai kekasihnya.
**
Faris dan Risa memutuskan untuk makan siang di kantin, meskipun jam makan siang hampir berakhir. Di sela-sela makan siang mereka, Faris menanyakan tentang hasil laporan saksi yang berlangsung tadi pagi.
"Berarti sudah selesai kan Yang. Kamu ga perlu datang ke kantor polisi lagi kan?" tanya Faris.
Risa menghentikan suapannya. "Kata Fajar sih uda selesai Mas, cuma kalau ada hal-hal yang berkaitan dengan pemeriksaan nanti bisa ditanyakan lewat telpon," ujarnya.
"Berarti polisi itu punya nomer hape kamu dong Yang?" tanya Faris. Diam-diam rasa takut hinggap di sudut hatinya. "Kamu sudah ketemu dengan dua karyawan di kasus itu belum Yang?" tanya Faris lagi.
Kali ini Risa sudah menyelesaikan makan siangnya. "Belum Mas, semenjak kejadian itu. Aku juga kurang tahu perkembangan kasus itu di kantor. Aku dengar beberapa hari lalu mereka sudah dipanggil ke HRD dan ke Pak Dedi," terang Risa.
"Sebaiknya kamu hati-hati Yang sama mereka berdua. Kalau memungkinkan tidak usah berhubungan lagi sama kedua orang itu," kata Faris.
"Harapanku sih begitu Mas. Aku juga pusing kalau harus ikut campur masalah orang lain. Apalagi masalah itu gak da hubungannya sama masalah perusahaan," terang Risa.
Faris tersenyum lega. Ia bersyukur kekasihnya bukan tipe wanita penggosip yang suka mencampuri urusan orang lain.
Tiba-tiba notifikasi telepon genggam Risa berbunyi berbunyi. Satu pesan masuk dari atasannya. "Mas, aku duluan ya. Aku disuruh ke ruangan Pak Dedi sekarang." ucapnya cepat.
Risa segera beranjak meninggalkan Faris yang masih terdiam. Melihat betapa kekasihnya sangat terburu-buru, Faris tak menahannya. Ia paham, jika sudah menyangkut panggilan dari Pak Dedi maka Risa akan selalu menyegerakan.
Sambil berjalan menuju ruangan atasannya, Risa mencoba menghubungi Siska, asistennya. Tak berapa lama ujung telepon di sana sudah tersambung.
"Halo Sis," ujarnya.
"Selamat siang, Bu. Ada yang bisa saya bantu?" tanya suara di seberang.
"Iya Sis. Saya cuma mau mengabarkan, kalau saya sudah di kantor habis makan siang. Urusan polisinya sudah selesai, Sis. Cuma saya mau menyampaikan saja kalau saya tidak bisa langsung ke ruangan. Saya dipanggil Pak Dedi untuk menghadap langsung ke beliau," ujar Risa.
"Nanti kalau ada apa-apa hubungi saya ya.Terimakasih,"
Risa menutup panggilannya, tepat ketika kakinya berhenti pada sebuah pintu yang tertutup. Di balik pintu ini adalah ruangan atasannya, Pak Dedi. Saat hendak meraih gagang pintu, Risa terlonjak kaget karena dari arah dalam ruangan keluar sosok pria tinggi di hadapannya seolah menutup akses jalan yang akan Ia lewati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
ARSY ALFAZZA
🐾🐾🐾🐾🐾🐾🤧
2020-10-12
1