Gadis cantik berambut panjang itu keluar dari parkiran menuju ke pintu utama Kantor Kepolisian Daerah. Rambut panjang yang diikat di atas kepala ikut bergoyang seiring dengan langkah sang gadis yang berjalan cepat untuk menghindari air hujan. Rupanya sudah banyak pengunjung yang berada di sini, ujarnya dalam hati. Beberapa orang berseragam melintas di hadapannya. Ia melangkah menuju meja penerima tamu yang berjarak tak jauh dari tempatnya berdiri.
Dengan diantar salah satu petugas jaga, Ia masuk ke sebuah ruangan. Gadis itu duduk di sofa berbahan kulit sintetis, matanya memindai sekitar ruangan. Pemilik ruangan ini pasti memiliki jabatan yang tinggi, pikirnya. Hal itu tampak dari beberapa interior mewah dan meja kerja yang berdiri angkuh di ruangan itu.
Beberapa saat kemudian, pintu terbuka. Muncul seorang pria berusia lima puluh tahunan dengan seragam dan tanda kepangkatan berbintang tiga. Pria itu tersenyum, lalu menghampiri gadis yang saat ini sudah berdiri menyambutnya.
"Selamat siang, saya Arif Rahman," ujarnya ramah.
Risa menyambut uluran tangan Arif. "Selamat siang pak, saya Clarissa Gardenia. Panggil saja saya Risa," ujar gadis itu.
Keduanya kemudian duduk berhadapan di sofa.
"Baiklah Nona Risa, untuk mempersingkat waktu saya akan langsung pada intinya. Apakah Anda sudah menerima surat pemanggilan saksi dari kepolisian?" tanya Arif.
Risa mengangguk. "Apa saya ya perlu menyewa pengacara, Pak?" tanya Risa gugup.
Jujur ini adalah kali pertama baginya menjadi seorang saksi. Ada sedikit rasa takut di dalam hatinya.
Arif tersenyum. "Tidak perlu Mbak. Pernyataan saksi di sini hanya untuk memperkuat bukti saja. Lagipula dari yang saya dengar, masalah ini sudah selesai. Antara korban dan tersangka sudah menempuh jalan damai. Hanya saja karena laporan ini sudah masuk ke kepolisian mau tidak mau kasus ini tetap berjalan," ujar Arif.
"Jangan bayangkan interogasi ini seperti di drama ya, Non. Karena semuanya hanya seperti tanya jawab biasa. Nanti bawahan saya yang akan membantu Anda," ujar Arif lagi.
Risa mengangguk mengerti. Ketegangan di hatinya berangsur menghilang. Ternyata masalah ini tidak serumit bayangannya.
Terdengar suara pintu diketuk. Setelah dipersilahkan Arif masuk, seorang pria tinggi dan gagah muncul dari balik pintu. Pria itu memberi hormat pada Arif.
Arif tersenyum pada Risa."Nah, ini bawahan saya yang akan membantu menulis laporan Anda," katanya.
Risa hendak menerima uluran tangan dari pria tinggi berseragam di hadapannya, namun seketika Ia terbelalak kaget.
"K-kamu ...!" ucapnya tak percaya.
Arif memandang keduanya heran. "Apa kalian saling kenal?" tanyanya.
Risa tersipu, teringat kejadian memalukan beberapa hari lalu.
*Fl**ashback on*
Dengan menahan nyeri perut yang diakibatkan tamu bulanan, Risa menuju minimarket. Ia terpaksa melakukannya karena stok pem**lut miliknya habis.
Baru saja Ia melangkah di dalam minimarket, tiba-tiba saja.
Brukkk ...!
Risa yang fokus memegangi perutnya tak menyadari ada seseorang si hadapannya.
"Ma-maaf," ujarnya pelan. Risa memandang wajah orang yang ditabraknya. Pria itu hanya tersenyum. "It's okay," ujarnya.
Mengindari tatapan lucu dari beberapa pengunjung minimarket, Risa buru-buru mengambil benda favoritnya. Ia lalu melangkah menuju meja kasir.
"Totalnya semua dua puluh lima ribu, Kak," ucap Kasir minimarket.
Risa merogoh kantong jaketnya, bermaksud mengambil dompet. Namun tiba-tiba terbesit pikiran buruk si kepalanya. Ia mencoba beralih ke saku celana, berharap masih ada uang receh yang tersisa. Namun sepertinya sia-sia.
"Maaf, sepertinya dompet saya ketinggalan," ujarnya pelan.
Risa merutuk pelan. Benar-benar hari yang memalukan, pikirnya. Bermaksud meninggalkan meja kasir, tiba-tiba seorang pria berdiri tepat di sampingnya. Pria yang tadi sudah ditabrak Risa. Ia mengambil kembali bungkusan pem**balut yang tadi sudah disingkirkan oleh Kasir.
"Sekalian, Mbak," ucapnya.
Risa memandang heran. Selesai membayar pria itu langsung memberikan Risa sebuah bungkusan plastik.
"Ini milikmu," ucapnya sambil melangkah pergi meninggalkan Risa yang terbengong-bengong.
Flashback off.
"Perkenalkan, Fajar Rahadian," ujar pria itu membuyarkan lamunan Risa.
Risa tersenyum kaku. "Saya Clarissa Gardenia. Panggil saja Risa," ujarnya.
Fajar dan Arif tersenyum, sementara Risa menyembunyikan rasa malu dengan semburat merah di pipinya.
"Baiklah. Kamu bisa langsung menulis laporan saksi dari Nona Risa, Jar. Saya akan meninggalkan kalian di ruangan saya," ucap Arif yang kemudian berlalu meninggalkan keduanya.
Fajar berdeham untuk mencairkan suasana. "Sebaiknya langsung di mulai saja ... boleh saya langsung memanggil nama?" tanyanya.
Risa mengangguk. "Boleh saja," ujarnya
"Baiklah, Risa. Saya akan memulai bertanya apakah benar pada malam tanggal 23 Juni yang lalu Anda berada di kantor PT. NPP pukul delapan malam," tanya Fajar.
Risa mengangguk.
"Lalu, apakah malam itu Anda menyaksikan kejadian yang terjadi di ruangan bagian akuntansi?" tanya Fajar menyelidik.
Risa terdiam. Ia tampak sedang berpikir.
"Kejadian yang Anda maksud itu apakah berkaitan dengan karyawan kantor saya?" tanya Risa ragu.
Fajar merubah posisi duduknya, lalu memandang Risa intens. Sedang bagi gadis yang dipandang menjadi salah tingkah.
" Ya, itu tentang kejadian antara saudari Mia dan saudara Indra. Ada laporan bahwa Anda adalah saksi dari kejadian tersebut. Bisakah anda menjelaskan bagaimana kronologisnya?" tanya Fajar sambil bersiap merekam jawaban yang diutarakan Risa.
Gadis itu memulai ceritanya. Kejadian yang berlangsung sekitar seminggu lebih dan hampir terlupa itu harus Ia ingat-ingat kembali. Risa tidak menyangka rupanya Ia menjadi saksi dari kasus dugaan pe**cehan yang dilakukan salah satu karyawan baru di bagian Akuntansi terhadap salah seorang resepsionis di kantornya.
**
Risa yang malam itu lembur karena menyelesaikan laporan audit bulanan tanpa sengaja mendengar suara keributan. Suara yang berasal dari ruangan bagian akuntansi itu terdengar jelas karena kondisi kantor yang sudah sepi. Bermaksud untuk memeriksa apa yang terjadi, Risa malah disuguhi pemandangan antara pria dan wanita yang sedang bertengkar. Ia berdiri di sisi jendela ruangan yang memperlihatkan dengan jelas kejadian di dalamnya.
Risa mengenali pria dan wanita yang saat ini sedang beradu mulut. Namun dari yang Ia lihat tampaknya Si Wanita lebih dominan mengeluarkan amarahnya. Wanita berambut keriting berwarna merah dengan riasan tebal Ia yakini adalah Mia, salah satu Front Office di kantor ini. Ia masih menggunakan seragam seorang FO, sehingga Risa merasa yakin mengenalinya.
Risa mengalihkan tatapannya pada Si Pria. Rupanya, kali ini pun Ia langsung bisa mengenali sosoknya. Tubuh tinggi di atas rata-rata, serta warna rambut coklat karamel yang berkilau karena tersorot cahaya lampu. Indra Saputra namanya. Ia adalah karyawan baru, tepatnya karyawan kontrak di bagian akuntansi. Risa mengetahuinya, karena pemuda ini yang selalu membuat heboh Siska, asistennya dan beberapa wanita di kantor.
Beberapa menit sudah berlalu, namun Risa masih mendengar pertengkaran itu. Mia terdengar emosional, sedang Indra hanya membalas dengan beberapa kalimat saja. Dari suaranya, pemuda itu cukup tenang menghadapi Mia. Merasa tak pantas menguping kejadian itu, Risa mulai beranjak dari tempatnya.
Ia hampir sampai di sisi pintu ruangan akuntansi, namun seketika pintu terbuka. Ia merasa jantungnya hampir saja melompat keluar. Dari dalam ruangan muncul Mia. Gadis itu tak terkejut melihat Risa yang berdiri di sana. Sedang Risa hanya menatap sekilas tampilan Mia yang berantakan. Seragam yang dipakainya kini hampir terbuka dengan rambut acak-acakan. Tanpa menyapa ia langsung berlari meninggalkan Risa yang saat ini masih terdiam karena rasa kagetnya.
Tak berapa lama, Indra muncul dari dalam ruangan. Berbeda dari Mia, Indra tampak terkejut melihat keberadaan Risa di sana. Indra dan Risa berpandangan beberapa detik. Mata mereka saling mengunci, mencoba mencari jawab. Indra segera tersadar lalu berlari meninggalkan Risa. Setelah menetralkan debaran jantungnya, Risa pun meninggalkan tempatnya.
**
Risa mengakhiri ceritanya kepada Fajar. Polisi muda itu mencatat beberapa poin yang disampaikan Risa. Sesekali ia manggut-manggut saat mendengar cerita Risa.
"Jadi, berdasarkan keteranganmu di sini tidak ada tindak pe*lecehan, begitu?" tanya Fajar mengakhiri laporannya.
Risa mengangguk. "Dari yang saya lihat tidak ada tindakan yang mengarah ke sana. Selama Saya menyaksikan kejadian itu, mereka tampak seperti pasangan yang sedang bertengkar saja," ucapnya.
"Kecuali bagian saat Mia keluar dari dalam ruangan, tampilannya memang terlihat berantakan. Tapi rasanya janggal, perbedaan waktu saat Saya melihat mereka dari balik jendela, dengan waktu mereka keluar hanya berjarak sekitar lima menit saja. Apakah dengan waktu yang hanya lima menit itu Indra bisa melecehkan Mia, Saya tidak tahu," ujarnya lagi.
Fajar manggut-manggut. "Baiklah, saya mengerti. Semua laporan dari saksi sudah ditulis. Semua sudah selesai," ujar Fajar sambil tersenyum.
Risa ikut tersenyum. Ada kelegaan dalam hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Masday
👍👍👍 lanjut
2021-02-24
0
May
Masih menyimak.. Kayanya ceritanya menarik 👍👍
2020-10-13
1
ARSY ALFAZZA
🐾🐾👍🏻👍🏻
2020-10-12
1