Bagaimana mungkin aku melupakannya, jika cintaku padanya begitu dalam, terpatri dalam setiap hela nafasku yang tak henti? Bahkan di setiap langkah, bayangannya terus menari, dan namanya selalu terucap dalam doa-doaku yang sunyi. Dengan harap yang tak kunjung padam, aku memohon pada Tuhan—agar Dia mengabulkan doa ini, untuk kita bersatu dalam ikatan yang sah, selamanya, hingga waktu tak mampu memisahkan kita.
***
"Ada yang harus diperbaiki dibagian sini miring. Beberapa aja sih nggak banyak kok. Apa yang jahit ganti?" Ala memberikan beberapa tas yang harus diperbaiki.
Wanita dengan ciput warna merah muda, menandakan jika dia adalah supervisor bagian sewing. Dia mengangguk paham dengan kedua netra mendelik. Terkejut dengan hasil karya anak buahnya yang menjahit asal bagian logo.
"Dia anak baru, nanti saya akan tegur. Apakah ada lagi?"
Ala menggeleng, "Belum ada sementara hanya ini. Sepuluh!" Ala menuliskan masalah yang terjadi pada linenya.
Ala diberi kepercayaan untuk memegang line sendiri. Dimana satu baris itu ada beberapa sewing atau penjahit dengan bagian masing-masing. Lalu ada buang benang, Qc bagian dalam setelah buang benang dan terakhir bagian Ala paling depan menghadap sewing sambil check kondisi tas yang sudah jadi itu. Adakah yang harus dibenarkan atau tidak. Jika sudah bagus maka masuk finishing packing.
Sebelum karton ditutup akan melalui proses check kembali dibagian gudang biasanya ada Quality Control khusus dengan standar jahitan yang benar-benar sempurna. Itu mengapa Quality Control seperti Ala ini tertekan. Selain ditekan target juga harus benar-benar teliti.
Ala sendiri sampai saat ini tidak pernah dapat teguran. Selain kerjaannya cekatan dia juga sangat teliti. Banyak permakan tapi target juga tetap dapat. Ala telah berhasil melewati masa percobaan tiga bulan dan langsung menjadi karyawan tetap. Sungguh proses yang tidak mudah bagi Ala. Apalagi kerja di sana itu adalah pengalaman baru. Sebelumnya Ala bekerja di pabrik makanan.
"Kok numpuk, La?" tanya Mbak Yuli, supervisor Ala bagian Quality Control yang biasa disebut QC.
"Mbak, bagian logo ini miring semua. Orangnya baru yang biasa entah kemana Ala belum tanya. Ini yang oke dan sebelah sini permakan," jelas Ala. Menunjukkan bagian terpisah.
Sementara Teh Winda yang menjabat menjadi supervisor sewing sedang mengajari anak buahnya. Sudah banyak yang dipasang dan rupanya kembali lagi karena miring.
"Kok parah banget ya, astaga." Mbak Yuli mengecek kembali barang yang sudah Ala pisahkan dan memang semuanya nggak masuk kriteria.
Bisa fatal jika diekspor nantinya.
"Memang orang yang biasanya kemana, Win?" tanya Mbak Yuli.
"Ijin melahirkan, dia anak baru dan di suruh masuk malam sama Teh Nas," jelas Teh Winda yang sudah frustasi itu.
"Coba bagian yang gampang aja dulu, logo buat yang bisa aja, Win!"
Teh Winda berdiri dan mencari orang untuk bisa menggantikan anak baru tersebut. Teh Nas yang menjabat menjadi Chief atau kepala sewing itu melihat line Winda sedang numpuk dan mengalami masalah segera datang. Teh Nas ini memegang semua line yang ada di gedung delapan.
Ada 12 gedung di pabrik itu dan semua memproduksi tas yang berbeda. Sudah ada bagian masing-masing dan satu gedung terdiri dari dua puluh Line.
Sementara gedung 8 ini masih baru dan hanya ada lima line saja karena sebelumnya gedung tersebut digunakan untuk permakan. Berhubung ada banyak orderan tas terbaru maka gedung itu diubah untuk produksi.
"Ada apa ini, Win?" tanya Teh Nas. Menatap ke arah sewing satu per satu. Mereka langsung menunduk ketakutan.
"Teh Nas kasih orang ke saya bikin pusing," keluh Teh Winda tidak melihat ke arah Teh Nas. Dia tetap menjahit logo supaya kedepannya tidak kosong.
"Ini Teh Nas," kata Mbak Yuli, memberikan beberapa tas yang harus diperbaiki.
"Astaga, kok bisa miring-miring begini. Apa tadi saya ajarkan kau tak mengerti?" Suaranya pelan tapi penuh penekanan. Membuat gadis itu menunduk ketakutan.
Niat hati mau bekerja mencari uang tapi malah selalu makan hati. Dunia pekerjaan memang seperti itu terutama dipabrik. Harus benar-benar kuat mental. Ala yang tadinya selalu menahan gejolak kesedihan ketika pertama kali masuk pabrik makanan, selalu mendapatkan amarah dari para senior dan membuktikan jika Ala bisa bekerja dengan gesit pun sekarang sudah kebal dengan semua ucapan atasan ataupun senior.
Melihat gadis itu ketakutan mengingatkan Ala pada dirinya sendiri saat pertama kali bekerja dipabrik mie instan. Benar-benar menguras air mata. Bukan hanya itu saja, awal mula bekerja di pabrik ini pun Ala seperti itu. Selalu disalahkan tapi tetap berusaha agar cepat bisa dan betah kerja menjadi Qc.
"Lo ngapa dah, La?" tanya Laras. Dia satu gedung dengan Ala. Benar-benar suatu kebetulan yang baik.
Laras nggak pegang line dia cek bagian dalam di line 3. Setiap line memang selalu ada dua atau tiga QC. Satu cek bagian dalam, satu bagian luar dan satu lagi bagian hd yaitu mendeteksi adanya jarum yang patah dan tertinggal di dalam atau tidak.
"Logonya miring."
"Terus ngapain lo ngelamun? Bantuin gue kek!" Laras mengambil termos kecil milik Ala yang berisi kopi. Mereka suka minum dalam satu botol kalau bekerja. Apalagi masuk malam.
Ala selalu membuat kopi dan membawa botol tahan panas. Supaya bisa melek mata sampai pagi.
"Lo nggak liat tuh gue ada kerjaan? Melek apa!"
Laras terkekeh, selalu merasa lucu dengan muka jutek Ala. Meski irit bicara tapi banyak yang suka berteman dengan Ala, tapi hanya sebatas ngobrol biasa aja tidak sedekat Laras. Bahkan ada beberapa yang sering curhat sama Ala lewat pesan singkat. Menurut mereka, curhat sama Ala itu akan terjamin rahasianya karena Ala bukan orang yang ember.
"Gue melek ya, lo tuh yang selalu merem. Lo nggak liat tuh dari tadi Agung benerin mesin sambil liatin lo terus?" bisik Laras.
Kalau malam kerjaan santai dan target nggak sebanyak pagi. Meski begitu mereka tetap tidak bersantai-santai. Serius dalam melakukan pekerjaan. Shift malam lebih enak. Bebas bawa makanan biar nggak ngantuk.
"Bodo amat!"
"La, dipanggil tuh!" kata Vina, partner satu line dengan Ala yang cek bagian dalam. Kebetulan logo itu ada di luar jadi itu bagian Ala.
Vina menunjuk dengan lirikan matanya dan mengarah ke Agung. Laki-laki itu memberi kode supaya Ala mendekat. Gadis tomboy itu pun melangkah karena kerjaan santai jadi dia bisa pergi kemana-mana.
"Kopi sama cemilan buat kamu biar nggak ngantuk." Agung memberikan paper cup kopi dan kacang untuk Ala.
"Gue udah punya kopi."
"Kan beda kopinya. Diminum ya sekali ini aja, La," ucap Agung memohon.
Agung ini bagian mekanik dan kebetulan shiftnya selalu bareng sama Ala. Bukan hanya Agung saja, ada juga yang naksir sama Ala tapi selalu diabaikan. Para perempuan yang kenal dekat sama Ala termasuk Laras pun heran, apa yang membuat Ala nggak mau terima salah satu dari mereka padahal kalau dari segi wajah tuh cakep termasuk Agung. Malah banyak juga yang naksir Agung.
"Oke. Terima kasih!" jawab Ala singkat dengan muka datarnya.
Nggak mau terlalu lama berinteraksi sama Agung.
Agung selalu gemas melihat Ala, apalagi kalau senyum, sayangnya Ala jarang senyum dan di juluki gadis es.
"Sama-sama, La." Agung tersenyum tapi Ala langsung pergi. Padahal siapapun yang melihat senyum Agung tuh hatinya selalu meleleh.
Ala kembali ke meja linenya dan meletakkan paper cup tadi di kotak yang ada dibawah meja. Dia kembali bekerja karena sudah lumayan. Orang yang tadi jahit logo sudah diganti dan suasana kembali kondusif.
Target bisa di dapatkan pada babak ke tiga. Sementara babak pertama dan kedua hanya dapat sepuluh tas saja. Mereka bisa mengejar target pencapaian hari ini.
*
Lima menit lagi jam pulang tiba. Tidak ada yang bekerja, mereka merapikan tempatnya masing-masing. Bagian QC mengumpulkan laporan yang sudah selesai di isi. Ala mengambil tas kecil yang selalu dia gunakan untuk menyimpan ponselnya.
"La, sarapan bareng yuk," kata Adam.
Ala yang baru saja absen kepulangan dan keluar dari gedung langsung disambut oleh Adam. Agung yang melihat itu menatap tidak suka.
"Makan apa emang?" tanya Ala.
"Lo maunya apa?" Adam bertanya balik karena nggak tahu makanan kesukaan Ala.
"Gue mau balik!"
"Bentar doang, La. Sebelum gue masuk nih."
Adam masuk shift pagi, laki-laki itu beda bagian. Dia ada di gudang bagian packing barang yang akan di ekspor.
"Males!"
Ala langsung pergi tapi dengan sigap Adam langsung menarik tangan Ala.
"Apalagi!" tanya Ala. Sebenarnya malas berurusan sama Adam yang pemaksa ini.
"Nanti sore jalan-jalan lo sibuk nggak? Kita jalan-jalan bentar," ajak Adam.
Pokoknya bakal cari cara apapun supaya Ala mau menerima ajakannya.
Gadis itu hanya mengangkat kedua bahunya. Malas menanggapi karena sudah lelah dan pengen cepat pulang ke kost.
"Itu artinya lo terima tawaran gue!" Agung menaikan turunkan kedua alisnya.
Ala tidak peduli dan memilih pergi. Kalau diladeni bakal lama urusannya.
Ketika sampai di depan gerbang dan hendak menyebrang jalan, Ala melihat sepasang kekasih sedang berboncengan dengan sepeda mini. Pemandangan itu membuat Ala tersenyum, tanpa dia sadari Agung melihat senyum Ala yang merekah hingga bibirnya membentuk bulan sabit.
"Romantis, dulu gue juga gitu," batin Ala.
Sepasang kekasih tadi mengingatkan Ala ketika pacaran dengan Brian. Mereka pernah pergi memakai sepeda. Ala duduk di belakang sambil menikmati udara sore hari. Sederhana tapi terkesan romantis. Jika orang lain jalan-jalan pakai motor, Ala dan Brian memakai sepeda kemanapun mereka pergi. Ya nggak jauh-jauh banget lah.
"Semua itu tinggal kenangan yang nggak akan bisa diulang kembali. Maaf Brian, sampai detik ini gue masih memiliki perasaan sama lo, sejauh apapun gue pergi buat lupain lo, nyatanya kenangan itu kembali muncul!" batin Ala seraya melangkah dengan gontai menuju kostnya.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments