Aku melepas semua yang aku inginkan demi memberi waktu untukmu. Melewati hari demi hari bersamamu agar dalam hidupku hanya ada kamu. Cinta ini telah habis untukmu sampai logikaku tidak berjalan. Semua tentangmu, bahkan ketika luka itu kau goreskan pun tidak ada setetes air mata yang jatuh. Aku tersenyum dengan menahan perih. Sebab aku terlalu takut kehilanganmu.
Semesta tak berpihak kita bersama. Tawa mereka yang tidak menyukai hubungan ini terdengar ketika aku telah berhasil menjauhkan diri darimu.
Bahkan menunggu dua tahun untuk benar-benar bisa pergi ke tempat dimana orang lain tidak mengenaliku pun terasa ribuan tahun lamanya. Itu cara agar aku bisa sembuh dari luka yang kau torehkan. Lupa dari segala kenangan indah yang pernah kita lewati.
Jemarinya berhenti menari diatas keyboard!
Kedua netranya kembali berkaca-kaca, dada terasa sesak seolah ada beban berat diantara paru-parunya yang menghimpit sehingga tak sanggup untuk bernapas dengan normal. Tidak! Ala tak sanggup melanjutkan kembali menulis sebuah kisah nyata ini. Kisah yang teramat menyakitkan dan sulit untuk dia lupakan.
Niat hati ingin cerita itu abadi dalam novel, tapi rupanya baru beberapa kata sudah tak sanggup. Tentang Brian, tentang kisah cinta ketika masa remaja dulu. Ala ingin membuat kisah itu siapa tahu orang akan menyukai dan menjadikan kisah Ala ini sebagai pelajaran.
Gadis itu menutup layar laptopnya dan meraih gawai. Membuka aplikasi berlogo warna biru dan mengetik nama Brian dikolom pencarian.
[Bahagia selalu ya.]
Caption yang singkat tapi membuat hati Ala teriris. Bahkan lebih sakit dari masa itu. Rupanya Brian sudah memiliki kekasih. Posisi Ala dihati Brian sudah digantikan. Bahkan foto itu sudah membuktikan jika mereka sebentar lagi akan menikah.
Dimana Brian memasangkan cincin pada seorang perempuan cantik. Perempuan yang pastinya tipe Brian. Ala sadar diri kalau dulu hanya dia yang bucin sama Brian. Nggak ada laki-laki yang tulus mencintainya. Sadar kalau bukan gadis cantik yang memiliki tinggi semampai, bentuk tubuh bak gitar Spanyol.
Kalau sudah begini Ala bisa apa? Salah Ala juga kenapa dia tidak muncul saja dan menyelesaikan semua masalahnya dimasa lalu. Juga kenapa tidak mau mencoba membuka hati untuk orang lain. Buktinya Brian saja bisa, kenapa Ala tidak?
Keluar dari aplikasi itu lebih baik daripada hatinya makin sakit melihat foto tadi. Bertahan dengan luka dan enggan untuk memperbaiki semuanya. Seharusnya Ala menghubungi Brian saja agar semua yang menjadi beban pikiran itu hilang dan masalah selesai. Terlalu gengsi dan menuruti rasa benci pada akhirnya rugi sendiri.
Udah pergi dari tanah kelahiran pun, tidak membuat Ala lupa segalanya tentang Brian. Dibalik sikap dingin dan wajah datar itu sebenernya Ala menyimpan luka yang dalam.
"Move on dong, La. Dia aja bisa masa kamu enggak?" Ala menatap foto dirinya sendiri yang ada di galeri gawainya.
"Lelaki mana yang mau nerima aku apa adanya?" Ala tersenyum getir.
Bahkan air mata pun tak dapat lagi menetes. Sudah sering hatinya sakit saat menjalani kisah cinta bersama Brian, menjadikan Ala gadis yang kuat dalam menghadapi apapun.
Andai Brian tahu, seberapa besar cinta Ala kepada dirinya. Kalau saja semua masalah bisa diselesaikan dengan baik mungkin mereka masih bersama. Hanya saja saat itu mereka sama-sama egois dan tidak mau menurunkan gengsi. Pasalnya mereka ini sedang berumur lima belas tahun jadi ya pikirannya belum matang.
Brian cinta pertama Ala, meski Ala bukan yang pertama untuk Brian tapi cintanya Ala kepada Brian nggak ada yang ngalahin. Pengorbanan dan perjuangan Ala nggak main-main.
Bahkan dulunya dia memilih berada di samping Brian daripada menghabiskan waktu dengan temannya.
Cinta itu membuat orang buta dan bodoh. Nggak punya pikiran yang waras, hanya ada dia, dia dan dia saja yang ada didalam pikiran orang yang sedang jatuh cinta. Istilahnya bucin akut. Begitulah Ala. Udah tahu diselingkuhi tapi masih bertahan karena yakin kalau Brian bakal setia dan tetap mempertahankannya.
"Ck, gue aja yang begonya nggak ketulungan! Udah belasan tahun masih aja nyimpen perasaan itu!"
Ala memilih membaca novel online saja daripada pikirannya kacau. Membuat hati Ala sakit dan ujungnya melukai diri sendiri. Ala lelah dengan semua yang terjadi pada dirinya. Seolah Tuhan tidak pernah memperbolehkan Ala bahagia.
Hari sudah larut dan Ala sulit memejamkan kedua netranya. Memilih membaca mungkin akan membuat suasana hati Ala menjadi lebih tenang. Sebab mau melanjutkan tulisan juga percuma karena suasana hati sedang buruk.
"Nggak mood juga! Kenapa malah jadi kepikiran begini sih?" Ala meletakkan gawainya secara asal.
Pikirannya sedang kacau karena melihat postingan Brian tadi. Kalau saja Ala nggak kepo sama akun mantan, sudah pasti dia akan baik-baik saja dan lupa sama semua hal tentang Brian.
Ala memilih memejamkan kedua mata karena besok sudah mulai bekerja kembali. Tidak mau rasa kantuk kurang tidur menjadi penghambat dirinya ketika bekerja. Ala bekerja dipabrik tas. Kerjanya santai tapi kalau sudah numpuk bakal kena omel. Bagian quality control tapi di line. Jadi setelah selesai dijahit akan dibuang benang lalu ada pengecekan bagian dalam dan bagian luar adalah tugas Ala.
Jika ada kesalahan fatal yang masuk sudah karton pasti Ala yang akan kena marah karena dari Ala langsung masuk ke packing, kemudian dibawa ke Qc atau Quality Control bagian finishing sebelum barang itu benar-benar dikemas. Qc bagian finishing ini ada di gudang.
Ala bekerja sejak usianya delapan belas tahun dan sudah bekerja di beberapa PT. Dia pergi ke tanah rantau setelah lulus sekolah. Selain mencari pengalaman, dia juga ingin melupakan tentang Brian.
Baru saja kedua netranya terpejam, gawainya bergetar panjang. Ada telepon dari seseorang. Ala melempar gawainya asal karena dia tipe orang yang malas mengangkat telepon jika itu tidak terlalu penting.
Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mendengarkan suara Ala melalui sambungan telepon.
[La, masuk apa besok? Aku jemput ya?]
Satu pesan masuk dari laki-laki yang selalu berusaha mendekatinya. Ala hanya membaca dilayar atas dan enggan membuka apalagi membalas. Ala memutar lagu yang selalu menjadi favoritnya. Dulu hingga sekarang lagu itu benar-benar penuh kenangan.
*14 hari aku mencari dirimu, untuk menanyakan dimanakah dirimu.*
*14 hari aku datangi rumahmu. Agar engkau tahu tertatihku menunggumu.*
Hati Ala berdenyut nyeri mendengar lagu tersebut. Ingat saat-saat hubungan dengan Brian terkena badai masalah, tertatih mencari kebenaran tentang kabar yang dia dapatkan. Melangkah dengan berat ke rumah Brian, nyatanya semua terlihat baik-baik saja seolah tidak terjadi sesuatu seperti apa yang didengar.
Cinta yang membuat Ala mau memaafkan semuanya dan tidak peduli dengan semua ucapan orang lain.
Lagu itu menjadi saksi bisu, betapa derasnya air mata Ala yang mengalir setiap kali menggumamkan nama Brian dalam doanya. Memohon kepada Sang Pencipta agar dia lupa akan semua tentang laki-laki yang dia cintai sangat dalam.
Ala mematikan lagu tersebut, jika dulu dia bisa memutar berkali-kali demi mengurangi rasa rindunya kepada Brian. Sekarang Ala tak sanggup lagi mendengarnya.
"Ini terlalu sakit, Tuhan!" Ala memukul dadanya sendiri.
Duduk bersandar dengan napas yang memburu. Mencari minyak kayu putih untuk dia hirup agar sesak di dadanya berkurang. Telapak tangan dan kaki Ala sudah basah. Dengan tangan gemetar dia membuka tutup minyak kayu putih itu lalu menghirupnya. Perlahan suasana hatinya membaik meninggalkan jejak air mata pada wajah ayunya.
Agung, laki-laki yang selalu berusaha mendekati Ala itu menelpon karena pesan yang dikirim tidak dibalas olehnya.
Lagi dan lagi Ala tidak peduli.
Belum sempat menenangkan dirinya, gangguan datang lagi kali ini dari Laras.
"La, tidur ya?" tanya Laras sambil mengetuk pintu.
Ala tidak menjawab, dia ingin istirahat sejenak sejak, tubuhnya benar-benar lelah hari ini. Hari minggu yang seharusnya untuk istirahat malah menjadi hari yang paling melelahkan.
Laras kembali mengetuk pintu.
Ala tetap tidak menjawab, gadis itu masih mengatur napas dan menenangkan hatinya untuk tetap terlihat baik-baik saja.
Sahabat Ala itu emang gila. Udah jam sebelas malah datang bertamu! Padahal dia kan punya suami tapi malah keluyuran.
Gawai Ala bergetar.
Laras memanggil....
Ala tidak mengangkatnya supaya Laras mengira jika Ala memang sudah tidur. Lagipula untuk apa malam-malam begini Laras datang?
Tidak tahukah kalau Ala benar-benar lelah dan besok sudah bekerja kembali? Seharusnya hari ini menjadi hari merdeka bagi Ala. Bermalas-malasan dan juga fokus menulis. Kalau diganggu begini dan diajak kemanpun sama Laras bisa remuk badan Ala.
Berharap Laras tidak lagi punya niatan untuk menjodohkan Ala. Jadi hari minggu yang akan datang Ala bisa menjadi penghuni kost yang tidak akan keluar sebelum siang menjelang.
Triing...
[La, ada titipan dari Agung nih. Dia ke kontrakan gue katanya lo di telpon nggak angkat mau ke kost lo nggak enak udah malem. Gue taro di meja ya!]
Laras mengirim foto bingkisan dari Agung yang dia letakkan di meja teras yang ada di dekat pintu kost Ala.
Apa Ala peduli?
Jawabannya tidak!
Pesan Laras cuma diabaikan.
Ala mengambil obat supaya hatinya tenang dan bisa tidur nyenyak malam ini.
Move on itu mudah saja tapi sulit untuk melupakan kenangan yang pernah tercipta. Apalagi hubungan Ala dan Brian itu tidak singkat. Tiga tahun adalah waktu yang lama dan penuh kenangan.
Semoga Ala bisa mendapatkan pengganti Brian seperti Brian yang sudah menemukan jodohnya.
Bersambung....
"Melupakan seseorang yang kita sayang dengan tulus itu memang tidak mudah. Meskipun sudah bertahun lamanya."
Jadi bukan karena Ala ini murahan, tapi banyak hal yang belum bisa membuat Ala move on.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments