Jika rasa kecewa adalah racun,
maka keindahan alam semesta
adalah obat penawar yang santun,
menyembuhkan hati yang terluka tanpa menghakimi.
Di langit yang luas, aku menemukan kedamaian,
di angin yang berbisik, aku mendengar harapan.
Setiap helai daun yang jatuh mengajarkan
bahwa segala yang patah akan tumbuh kembali.
***
*"Datang ke sini, gue lihat cowok lo jalan sama cewek lain. Cepet, jangan lama-lama!"*
Ala membaca pesan yang dikirimkan oleh teman dekatnya. Kebetulan dia kekasih dari teman pacar Ala. Gadis itu segera bergegas ke rumah sang kekasih untuk memastikan jika kabar itu tidak benar.
Dengan degup jantung yang berdebar seperti genderang mau perang, Ala terus mengayuh sepeda mininya. Sepeda yang menjadi saksi bisu betapa besar perjuangan cinta Ala kepada laki-laki bernama Brian itu.
Ala bahkan tidak peduli jika nantinya dia kena marah oleh kedua orang tuanya karena pergi tanpa pamit. Cuaca siang yang sangat terik pun tidak membuat Ala urung untuk pergi menemui kekasih hatinya. Cinta pertama Ala yang memiliki kisah berliku.
*"Kamu dimana?"*
Ala mengirim pesan kepada Brian tapi tak kunjung dibalas. Dia menitipkan sepedanya di tetangga Brian karena jalan menuju rumah Brian itu jalannya nanjak jadi daripada Ala capek dia selalu menitipkan sepeda itu di sana.
Berkali-kali Ala menelpon Brian tapi nggak ada jawaban. Dia terus berjalan menuju rumah Brian.
*"Lagi pergi nggak tahu kemana. Coba di telpon aja, La,"* kata Ibu Brian.
Ala pun melangkah dengan gontai, menuju rumah teman dekat Brian. Di sana ada seorang perempuan yang sedang duduk di teras sambil memangku bayinya.
*"Eh Ala, kok sendiri? Mana Brian?"*
Ala menggeleng lemah, lalu duduk di sebelah perempuan yang usianya dua tahun lebih tua darinya. Menatap bayi mungil yang sedang terlelap dari tidurnya.
*"Mbak pasti tahu dimana Brian? Katakan dimana sekarang dia dan sama siapa?"* Ala bertanya dengan tatapan penuh intimidasi.
Perempuan itu tersenyum lembut, *"Kontrol emosi kamu, La. Sabar ya, Brian sedang gila. Mbak yakin kok kalau dia tetep sayang sama kamu."* Ucapan itu bukan malah menenangkan Ala tapi menghadirkan rasa nyeri di ulu hatinya.
Betapa sakitnya hati Ala dengan kenyataan ini, jika Brian telah mendua. Briannya telah mengkhianati kepercayaan yang dia berikan. Tidak ada air mata yang menetes pada kedua netra Ala. Dia pun membuka gawai yang sedari tadi ada pada genggaman tangannya.
Pesan dari Mia, temen dekat Ala itu membuat emosi Ala semakin bertambah. Rupanya sudah banyak yang tahu tentang hubungan Brian dan gadis lain, hanya Ala yang tidak tahu apa-apa dan seperti gadis bodoh di sini.
*"Gue liat Brian ciuman di tepi sungai. Ceweknya cantik. Tinggi, putih bersih kayak model."*
Jadi orang tulus itu rupanya sakit. Selama ini perjuangan Ala untuk Brian rupanya nggak berarti apa-apa. Dia sudah menorehkan luka terlalu dalam di hati Ala. Hanya saja gadis itu sudah kuat dan air mata telah habis sehingga sesakit apapun hal yang dia alami tidak membuatnya menangis. Apalagi didepan orang lain. Meski tenggorokan terasa sakit, ucapan tercekat, napas ngos-ngosan karena bayangan Brian sedang berciuman dengan gadis lain itu terus menari di pikirannya.
Ala hanya bisa mengepalkan kedua tangan karena meluapkan emosi pun percuma. Dia akan meledakkan emosinya nanti kepada Brian. Sudah cukup hari ini dia menemukan fakta yang selama ini menjadikan tidurnya tidak nyenyak. Firasat Ala tidak pernah meleset jika terjadi sesuatu kepada Brian.
Laki-laki itu nampak berbeda tapi Ala diam karena yakin jika fakta akan terkuak dengan sendirinya.
*"Aku pergi dulu ya, Mbak!"*
*"Lho baru juga sampai. Mau kemana?"*
Ala tidak menjawab, langkahnya tergesa menuju sungai yang pernah dia lalui bersama Brian. Laki-laki itu sering mengajaknya menikmati udara di dekat sungai. Kalau capek Brian akan menggendongnya. Kenangan itu berputar menemani setiap langkah Ala untuk memergoki Brian dan cewek yang Mia katakan.
"Caringin .... Caringin ...."
Suara dari kernek bus itu membuat Ala tersadar dari tidurnya yang lelap. Kedua netranya basah, rupanya dia bermimpi tentang masa lalunya yang menyakitkan.
Ala bersiap untuk turun ketika bus itu berhenti tepat di halte yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Ala pun menyebrang lalu menyusuri jalan aspal yang ramai dengan lalu lalang kendaraan. Belok kanan menyusuri jalan setapak yang terlihat sepi. Biasanya ramai anak-anak bermain, mungkin karena hujan mereka berada di dalam.
Sepanjang jalan itu ada beberapa kontrakan petak dan Ala tinggal ditempat paling ujung. Bangunan berlantai tiga itu adalah kost Ala. Gadis itu membuka pagar besi berwarna hitam. Suasana sepi, selain karena hujan juga ini hari minggu. Beberapa penghuni kost sedang pulang ke rumahnya yang masih satu kota atau menikmati hari libur. Entah menghabiskan waktu di kamar atau jalan-jalan.
Ala berada dilantai satu, pintu nomor delapan. Paling ujung dan membuat Ala nyaman. Gadis itu nampak lelah, dia cepat-cepat masuk ke dalam kamarnya.
Lalu, merebahkan tubuhnya di kasur busa yang empuk, energinya habis karena berada di kafe yang ramai. Beruntung tadi busnya tidak penuh jadi Ala bisa duduk dengan anteng dan tertidur di sana. Meskipun mendapatkan mimpi buruk. Tak lupa, Ala mengisi daya baterai pada gawainya.
Ala mendesah pelan, "Mimpi itu lagi, gue udah capek-capek lupain tapi hadir lagi. Heran deh kenapa sih bayang-bayang masa lalu itu terus hadir setelah hati gue udah baik-baik aja!" ujarnya. Gadis itu menatap langit-langit kamar.
Ala segera mengaktifkan benda pipih itu, kemudian membuka aplikasi Facebook dan mengetikkan nama pada kolom pencarian.
Ala melihat postingan seseorang yang diunggah kemarin. Foto seorang laki-laki sedang bersandar pada sebuah tiang dan sepertinya suasana itu bukan ada di Indonesia.
Beberapa komentar membanjiri postingan tersebut. Kebanyakan cewek-cewek yang kagum dengan ketampanannya.
"Ah, memang nggak berubah sampai kapan pun dia tetap buaya yang selalu memangsa cewek sempurna!"
Ala keluar dari aplikasi tersebut lalu meletakkan gawainya asal. Merebahkan kembali tubuhnya, menatap langit-langit kamar. Rasa-rasanya Ala sudah tidak percaya jika laki-laki yang tulus itu ada. Nyatanya jadi orang tulus memang semenyakitkan itu.
"Dia makin tampan aja, sayangnya ganjen. Mungkin udah lupa sama gue!"
Sebenarnya selama ini Ala diam-diam berteman dengan akun Facebook Brian. Hanya saja Ala menggunakan akun fake. Jadi Brian tidak akan pernah tahu jika Ala berada dilist pertemanannya. Nggak ada maksud apa-apa, Ala cuma mau tahu kabar laki-laki itu. Sudah hampir lima bulan Ala tidak kepoin akun itu lagi dan fokus sama hidupnya. Entah kenapa akhir-akhir ini Ala jadi sering kepoin akun Brian. Mungkin karena tekanan dari kedua orang tua Ala yang menginginkan untuk segera menikah dan ucapan Laras yang selalu bertanya tentang pacar. Bahkan usaha-usaha Laras yang selalu menjodohkannya dengan laki-laki nggak jelas. Jadi fokus Ala terganggu dan kembali mengingat masa lalunya.
"Hah, bahkan dia tidak ada jeranya buat jodohin gue!" gumam Ala. Mengingat kejadian di kafe hari ini.
Sayangnya, Ala nggak peduli bagaimana pun usaha Laras. Dihati Ala masih menyimpan nama seseorang. Meski bertahun-tahun Ala mencoba melupakan Brian yang menjadi cinta pertamanya tapi rupanya tetap nggak bisa. Rasa sakit yang seringkali dia ingat membuat Ala semakin membenci Brian. Ala pergi meninggalkan laki-laki itu karena terlalu mencintainya, Ala lelah seolah bucin sendirian sementara Brian malah mencari yang lain. Kata setia hanya isapan jempol, cinta dan sayang yang selalu Brian ucapkan hanya bualan semata.
Brian hanya memanfaatkan Ala dan bodohnya Ala selalu bertahan dalam hubungan yang sudah menggoreskan luka itu, karena cinta membuat orang menjadi bodoh.
"Gue harap lo bakal terima karmanya. Lo bakal rasain semua yang udah lo lakuin ke gue, Bri!" kata Ala, seolah Brian ada di hadapannya saat ini.
Ala mengepalkan kedua tangannya, rasa sakit itu masih terasa bahkan wajah cewek yang menjadi selingkuhan Brian masih teringat jelas. Ala pernah bertemu secara langsung, gadis itu tersenyum saat melihat Ala. Seolah tidak terjadi apapun diantara mereka. Memilih diam dan bersikap baik pada selingkuh Brian. Sadar diri kalau Ala ini nggak ada apa-apanya dibandingkan cewek itu. Dia sempurna dan pantas saja Brian menyukainya.
"Intan!" gumam Ala sambil tersenyum sinis.
"Gue pastiin lo berdua bakal ngerasain apa yang gue rasain dulu!"
Ala masih sangat membenci gadis itu karena telah menjadi pengganggu dalam hubungannya dengan Brian.
"La, lo di dalam?"
Ketukan pintu membuat Ala harus bangkit dari tidurnya. Ala sebenernya malas buat ketemu siapapun. Energinya sudah habis dan dia ingin memulihkannya kembali sebelum besok mulai bekerja. Berada di keramaian membuat tubuh Ala terasa lemas dan kepala berdenyut.
"Apaan," tanya Ala sinis , setelah membuka pintu kamarnya.
"Maaf ya soal tadi," kata Laras sambil meringis.
"Udah ketemu?" tanya Ala.
Laras menggeleng pelan, dia sudah menunggu terlalu lama dan rupanya pertemuan ditunda karena hujan. Kabar itu baru datang ketika Ala sudah pulang. Laras kecewa dengan mereka yang menurutnya mengambil keputusan secara sepihak. Satu orang tidak jadi datang, pun yang lain ikutan tidak datang. Padahal Laras sudah semangat bertemu mereka. Mengenalkan Ala sekaligus reunian.
Ala tersenyum miring. Sudah dia duga sebelumnya kalau mereka tidak akan datang. Satu jam menunggu sampai hujan reda pun tak ada satu orang yang datang.
"Makanya jangan terlalu effort mencampuri hidup orang lain!" Ucapan Ala langsung menusuk kehati Laras.
"Seumur hidup itu lama jadi harus bener-bener cari pilihan yang pas!" lanjut Ala.
Laras terdiam, semua kata-kata Ala memang benar. Mengingat lagi kejadian demi kejadian ketika dia terus menerus menjodohkan Ala secara diam-diam dengan laki-laki yang dikenal secara langsung maupun disosial media. Laras baru sadar mungkin sikapnya ini membuat Ala tidak nyaman tapi Laras selalu mengatakan pada diri sendiri bahwa semua usahanya pasti akan membuat Ala terharu.
Seumur hidup itu lama! Ya, Laras akui itu benar. Dia selalu terbesit rasa menyesal karena nikah muda dan melewatkan banyak hal ketika muda. Disaat teman-temannya sedang asyiknya pergi main kesana dan kemari, Laras sudah sibuk mengurus suami dan anak. Sekarang melihat Ala belum menikah dan bisa bergerak dengan bebas, rasa sesal itu semakin bertambah dan Laras baru sadar jika usahanya ini mungkin keterlaluan. Banyak hal yang tidak Laras ketahui dibalik kisah cinta Ala yang sampai saat ini belum menemukan jodohnya.
"Maaf, La. Gue keterlaluan banget ya?"
Ala tersenyum tipis dan tidak terlihat oleh Laras yang menunduk.
"Gak!" jawabnya.
"Lo mau kan maafin gue. Janji deh gue nggak akan jodohin lo lagi!" ucap Laras bersungguh-sungguh.
"Ya."
Ala pun masuk ke dalam diikuti oleh Laras yang tersenyum bahagia karena Ala tidak memperpanjang masalah ini.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments