Episode 2

Hamish memutuskan sambungan telepon lalu melemparkan ponselnya ke kasur. Ia sudah lelah mendengar permintaan maaf Agatha yang bertele-tele. Wanita itu memang tak sepenuhnya salah. Hanya saja jika mengingat bagaimana kepanikan yang melanda ketika mendengar Danish dalam bahaya, Hamish belum bisa memaafkan wanita itu sepenuhnya.

Kucuran air hangat dari shower membasahi kepalanya. Di saat ia hendak meredakan emosinya, sosok Nadira perlahan memenuhi pikirannya. Dia memang terlihat agak kalem, bahkan penampilannya 180 derajat berbeda. Meski begitu sorot mata dan caranya tertawa masih sama seperti yang dulu.

Bibir Hamish melengkungkan senyum. Ia teringat masa-masa sekolahnya. Bahkan ia masih berhutang budi pada catatan ekonomi gadis itu. Kalau bukan karena Nadira memberikan catatan ekonominya, mungkin Hamish tak akan pernah mendapatkan juara 1 umum untuk jurusan IPS. Mungkin juga Hamish tak akan mendapatkan beasiswa ke Amerika, jika ia tak belajar dari buku catatan itu.

Hamish cukup menyesali keputusan gadis itu untuk masuk jurusan IPA. Karena saat itu Nadira bercita-cita ingin menjadi seorang perawat. Sejak berbeda jurusan keduanya jarang bertemu. Selain karena jarak kelas yang cukup jauh, kesibukan pribadi juga menjadi alasannya. Kemudian setelah tamat SMA, keduanya seperti putus kontak. Meski media sosial sudah membumi, tetapi mereka jarang bertegur sapa. Hamish tidak ingat apakah gadis itu datang ke acara pernikahannya. Rasa-rasanya ia tak lupa memberikan undangan.

Rintikan air shower berhenti. Hamish sudah selesai mandi dan bersiap tidur. Namun, pikirannya masih bergelanyut pada Nadira. Bagaimana tidak, setelah sekian lama dan akhirnya dipertemukan, hutang budi itu justru kembali bertambah. Bagaimana mungkin hubungan mereka selalu terikat pada hutang budi.

“Nadira sudah menikah belum, ya?” gumam Hamish sambil melipat tangan di bawah kepala. “Kok gak pernah kedengaran kabar.”

Malam semakin larut. Hamish memutuskan untuk berhenti memikirkan sahabat lamanya. Meski begitu, ia sudah berencana memberikan kejutan.

ooOoo

Kejutan itu berbalik padanya.

Hamish mendatangi kafe milik Nadira sepulang kerja. Anehnya, pintu kafe itu tertutup rapat. Tak ada tanda-tanda ada orang bekerja di sana. Padahal ia datang di jam yang sama seperti ia datang pertama. Hamish berusaha meyakinkan dirinya bahwa pertemuan itu bukan mimpi.

Hampir satu jam ia menunggu di sana dan benar-benar tak ada orang yang ke sana. Berulang kali ia berusaha untuk menghubungi sahabatnya, tetapi jemarinya selalu tertahan. Ada kecanggungan untuk memulai percakapan dengan menanyakan perihal kafenya.

Tak ada pilihan, ia terpaksa memutar balik mobilnya. Tahu begini lebih baik ia menunggui putrinya di tempat kursus. Rasa kesal yang menyelimutinya perlahan sirna ketika senyuman Danish menyapanya. Putrinya sangat girang begitu melihat sang ayah menjemputnya tepat waktu.

“Pa, kita ke kafe yang waktu itu, yuk.”

“Maksud kamu ke kafe yang sama Tante Agatha?” Hamish menangkap anggukan antusias dari putrinya, “Tadi papa lewat sana, tapi tutup, sayang.”

“Yah, kok tutup? Memangnya mereka lupa buka?”

Hamish tertawa kecil, “Papa juga gak tahu.”

“Padahal aku pengen banget ke sana.”

“Oh ya?” Hamish melirik putrinya, “Kenapa memang?”

“Makanannya enak, terus tante itu juga baiiik bangeeet.”

“Tante Agatha juga baik kok,” Hamish berpromosi. Ia tahu putrinya kurang dekat dengan sang kekasih. Danish memang tak pernah mengeluhkan sesuatu. Hanya saja, gadis kecil itu tidak pernah bermanja-manja dengan Agatha.

“Gak tau deh, tapi aku pengen ketemu tante itu lagi. Eh, siapa namanya, Pa? Dia teman Papa, ya?”

“Namanya Nadira dan ya, dia teman papa waktu SMA.”

Danish mengangguk antusias. Hamish hanya bisa menghela napas. Seandainya Danish segirang itu untuk bertemu Agatha, tentu Hamish lebih senang lagi.

ooOoo

“Ini laporan yang Bapak minta.”

Vira, sang sekretaris, memberikan sebuah USB pada Hamish. Ia mengangguk dan sekretarisnya minta undur diri.

“Vir, sebentar,” suara Hamish membuat wanita itu kembali ke posisinya semula, “Kamu tahu Granny Café?”

“Oh, kafe yang oldskul itu ya, Pak? Iya, tahu kok. Hari Minggu tadi saya diajak teman-teman nongkrong di sana,” ujar Vira, “Kafe itu emang terkenal banget di medsos. Recommended banget kalau Bapak mau ke sana.”

“Saya sudah ke sana, tapi kok tutup.”

Vira menatap bosnya bingung. Beberapa saat kemudian ia menyadari sesuatu, “Bapak datangnya di hari Rabu, ya?”

“Kok kamu tahu?”

Tawa Vira pecah, “Kafe itu selalu tutup di hari Rabu, Pak. Mungkin hari libur mereka. Makanya kalau lupa suka zonk pas datang di hari Rabu.”

Satu misteri terpecahkan. Ada perasaan lega mengalir di dadanya.

“Thank’s infonya, Vir. Kamu bisa kembali bekerja.”

Seluruh sendi-sendi Hamish terasa rileks. Ternyata pertemuannya dengan Nadira memang bukan mimpi. Sekarang ia tahu kapan harus bertemu wanita itu untuk mengenang kisah klasik mereka.

Ah, jangan lupakan permintan Danish.

Terpopuler

Comments

Rallea

Rallea

ngapa laki2 selalu kayak gini yak,, padahal udah punya pasangan giliran ketemu Ama orang baru aja bs lbh respect.. kalo menurut gua sih apa pun alasanya ttp gak bener yak.. lbh Baek sudahi dulu hub yg satu baru ke yg Laen.. kan kagak adil buat yg selama ini udh nemenin atas nama cinta.😉

2020-07-22

2

octyarine

octyarine

Visualnya thor

2020-07-19

2

Elin Elin jenong

Elin Elin jenong

kaya nyh cinta dimasa lalu tapi terpendam😂

2020-07-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!