“Shika sa…”
Yudistira masuk tanpa mengetuk pintu, memperlambat jalannya, saat tahu di ruang itu bukan hanya ada Srikandi. Sepatah kata yang akan terucap, menggantung di ujung lidah. Mencoba mengatur debaran di dadanya, lalu dengan tegap tetap melanjutkan langkah.
Dia tahu, wanita paruh baya yang sedang bersama Srikandi adalah nyonya Sinta, mama Srikandi Hampir satu tahun menjadi lelaki cadangan, dan wira wiri ke perusahaan, ini adalah untuk pertama kalinya dia melihat kehadiran nyonya Sinta.
“Shika, sayang!”
Menebalkan dinding keberanian meski keringat dingin membasahi keningnya. Yudistira melanjutkan langkah. Rasanya seperti sedang berada dalam ruang sidang dan menunggu vonis hakim. Menegangkan. Jauh lebih buruk dari perebutan tender.
Nyonya Sinta menatap bergantian ke arah Yudistira yang berjalan mendekat, dan putrinya yang menunduk dengan telapak tangan berada di keningnya.
“Salam, Nyonya,” ucap pria dengan buket bunga di tangan itu, ketika langkahnya telah sampai tepat di depan sofa di mana Srikandi dan mamanya duduk berdampingan.
Nyonya Sinta mengangguk menelisik pria di hadapannya. Dia tahu dan mengenal wajah yang kini menunduk hormat di hadapannya. Itu adalah wajah putra Tuan Pandu, yang sering berseliweran di media bisnis. Yang tidak dia tahu adalah, kenapa pria itu berada di ruangan putrinya. Dan kenapa pria itu memanggil putrinya dengan sebutan sayang.
“Bunga yang cantik untuk pacar yang cantik.” Yudistira mengulurkan buket bunga yang berada di tangannya kepada Srikandi.
Srikandi memejamkan mata erat-erat. Kenapa Yudistira memanggilnya seperti itu? Benar-benar tidak tahu situasi. Sudah tahu kalau di ruangan ini sedang ada mamanya. Jangan katakan kalau pria ini tidak mengenal mamanya.
“Terima kasih.” Mau tak mau Srikandi menerima uluran itu. Dia yakin, setelah ini pasti akan mendapat berondongan pertanyaan dari mamanya.
“Maafkan saya, Nyonya. Saya tidak membawakan bunga untuk Anda, Saya tidak tahu Anda berada di sini. Saya berjanji akan membawakannya lain kali.” kepiawaian pria itu dalam menghadapi bermacam bentuk lawan di medan laga, membantunya mengatasi rasa gugup.
Bahkan pria itu sengaja terang-terangan menyebut Srikandi 'pacar' di hadapan Nyonya Sinta. Baginya itu akan lebih baik, dia bisa memanfaatkan momen pertemuan dengan Nyonya Sinta ini, untuk lebih memperdalam hubungannya dengan Srikandi.
Mata Nyonya Sinta memicing. Lain kali? Apakah Itu artinya pria ini mengharapkan akan ada pertemuan berikutnya.
Pertanyaan tentang Arjun belum terjawab sepenuhnya. Masih ada penasaran yang bergelayut mengusik pikiran. Lalu apa hubungan antara pria ini dengan putrinya. Kenapa pria ini memanggil putrinya dengan sebutan sayang dan pacar.
Ada berapa banyak hal yang tidak dia ketahui tentang putrinya.
“Mungkin Anda bertanya-tanya, dan saya akan mengatakan yang sejujurnya. Saya jatuh cinta pada Putri Anda sejak pada pandangan pertama. Dan saya memiliki niat baik, Saya ingin menjadikan Putri Anda sebagai istri saya. Tolong Nyonya katakan padanya untuk segera menerima lamaran saya.” Yudistira berbicara dengan sangat percaya diri tanpa meninggalkan sikap santunnya.
***
“Lalu..?” Tuan Anggoro masih menyimak istrinya yang menggebu-gebu bercerita tentang tamu pria yang datang ke ruang kerja putrinya.
“Bisa-bisanya Putri kita itu memiliki hubungan dengan putra dari Tuan Pandu dan kita tidak mengetahuinya!” Nyonya Sinta masih memendam rasa geramnya.
“Dan buruknya lagi, Srikandi menolak lamaran putra dari tuan Pandu, dengan alasan bahwa dia masih berhubungan dengan putra dari tuan Wardoyo.”
Meskipun Srikandi telah menceritakan semuanya bahwa hubungan dengan Arjun kini hanya tinggal sandiwara saja, tampaknya Nyonya Sinta masih belum terpuaskan hatinya.
Apalagi mengingat cerita bahwa sebenarnya putra dari tuan Wardoyo itu hanya ingin memanfaatkan Srikandi saja. Sebagai seorang ibu tentu saja Dia tidak rela.
“Ya sudahlah, Ma. Untuk saat ini biarkan saja dulu Srikandi sendiri yang menyelesaikan masalahnya. Percayakan saja semuanya pada Putri kita. Menghadapi seorang lelaki pecundang seperti Arjun itu bukan sesuatu yang sulit untuk Srikandi. Apalagi jika menurut cerita Mama bahwa dia dibantu oleh Yudistira ”
Tuan Anggoro berusaha meredakan kemarahan istrinya. Nyonya Sinta mengambil nafas dalam-dalam lalu menghembuskan kembali. Tetap saja dia tidak terima. Tetapi apa boleh buat, jika sang suami saja justru memilih untuk menghargai keputusan putrinya.
***
“Apalagi yang membuatmu kesal? Ayolah jangan marah. Aku kan sudah minta maaf. Memangnya aku salah? Aku hanya sedang memperjuangkan cintaku.”
Kini hanya ada Srikandi dan Yudistira dalam ruangan itu. Nyonya Sinta baru saja pergi beberapa menit yang lalu.
Srikandi mengambil nafas dalam-dalam. Yudistira sama sekali tidak mengerti keinginannya. Dan sama sekali tidak mau mengalah dengan apa yang ada dalam pemikirannya.
“Tapi tidak seharusnya kamu berbicara tentang hal itu dengan Mamaku tadi. Aku saja tidak pernah membicarakan hal ini dengan Mama.” Srikandi berbicara dengan nada geram.
“Kenapa?" Yudistira menatap lekat wajah Srikandi. "Aku mencintaimu. Apakah perjuanganku selama ini sama sekali tidak berarti bagimu?"
Srikandi terdiam mendengar perubahan nada bicara Yudistira. Pria yang biasanya selalu berbicara dengan nada santai, kini suara pria itu terdengar dingin dan dalam. seperti ada sesuatu yang menusuk ke dalam kalbu Srikandi. begitu dalam dan sarat makna. bahkan kini pria itu menekuk lutut di hadapannya.
“Aku mencintaimu Srikandi Wibisana. Ingin kamu menjadi milikku dan selalu berada di sampingku selamanya. Tidakkah ketulusanku ini bisa kau pertimbangkan?" Yudistira meraih jemari tangan Srikandi dan menggenggamnya erat.
"Yudi, Aku..." terputus. Srikandi tidak tahu ingin mengatakan apa. Tiba-tiba lidahnya terasa kelu.
"Ayo kita menikah. Ijinkan aku membuktikan ketulusan cintaku!" Yudistira seakan mengerti keraguan yang menyelimuti hati Srikandi. Diraihnya dagu gadis itu agar tak memalingkan wajah. "Tatap mataku, lihat di sana! Apa menurutmu aku pria yang suka main-main?"
Lagi-lagi Srikandi terdiam. saat tatapan keduanya bertemu, Srikandi Bahkan tak bisa mengalihkan perhatian. Seakan ada magnet yang membuatnya untuk terus beradu tatap dengan Yudistira.
Mencoba meraba hatinya, Srikandi bertanya pada dirinya sendiri. Seperti apa perasaan yang dia miliki pada Yudistira. Ada secuil keraguan. takut jika sebenarnya Yudistira hanya main-main. Sedang di sisi lain dia juga takut jika akhirnya Yudistira menjauh pergi.
"Aku,,,,, beri aku waktu sedikit lagi untuk meyakinkan hatiku!" putus Srikandi kemudian.
"Sampai kapan?"
Srikandi terdiam. Dia juga tidak bisa memastikan. Entah apa yang masih mengganjal di hatinya. Urusan dia dengan Arjun belum selesai.
“Ah, ya Tuhan." Tiba-tiba saja Yudistira berdiri dari posisi berlututnya dihadapan Srikandi. "Sudahlah, lupakan masalah yang tadi. Ayo kita jalan-jalan keluar. Aku sedang butuh hiburan.”
Srikandi menatap pria yang kini berdiri tinggi menjulang di hadapannya. Dia tahu pria itu hanya sedang mengalihkan pembicaraan. Dia tahu pria itu hanya tidak ingin menekannya. Tetapi kenapa tiba-tiba saja dia merasa kecewa. Kenapa sekarang dia ingin Yudistira memaksanya mengatakan 'iya'
“Wow wow. Seorang Tuan Yudistira butuh hiburan? Ada apakah gerangan yang terjadi?” Srikandi mencoba untuk bersikap biasa saja, meskipun sebenarnya dia sedang berusaha menenangkan jantungnya yang tiba-tiba berdebar kencang.
“Salah seorang karyawanku melakukan penggelapan dana. Korupsi. Dan sialnya itu adalah keluarga jauh papaku.” Kekesalan dalam hati Yudistira kembali datang mengingat apa yang terjadi dalam perusahaannya.
Srikandi mengerutkan kening. Sepercaya itukah pria ini padanya, hingga masalah dalam perusahaannya yang seharusnya adalah rahasia, dibeberkannya pula padanya.
Di dalam hatinya Srikandi merasa, mungkin tidak ada salahnya sekali-sekali dia yang melakukan sesuatu untuk Yudistira. Karena selama ini Yudistira selalu melakukan sesuatu untuknya bahkan tanpa diminta.
“Memangnya kau ingin jalan-jalan ke mana?” Tanya Srikandi. Memang belum waktunya pulang kerja, tetapi sepertinya tak masalah sesekali dia keluar dari perusahaan sebelum waktunya. Toh sudah tidak ada agenda penting lagi sesudahnya.
“Bagaimana kalau kita ke pantai?” Usul Yudistira. Wajah pria itu tampak berbinar. Pertama kalinya Srikandi menerima ajakannya tanpa menggunakan kata tapi dan nanti.
Tring…
Notif tanda pesan masuk mengalihkan perhatian Srikandi yang baru saja hendak mengiyakan ajakan Yudistira.
Yudistira membuang nafas kesal. Tampaknya kali ini pun rencananya untuk mengajak keluar Srikandi pasti akan gagal lagi. Sampai kapan dia akan menunggu hubungan palsu antara Arjun dan Srikandi berakhir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Noey Aprilia
Mkanyaaa....
bntai hbis tu s pcundang....
buang k htan amazon ke,atw lmpar k laut ke....beres.....😁😁😁
2024-11-16
1
Masfaah Emah
udah putusin aja tuh c Arjun mang nunggu apa lgi,? orang kerjaan nya cuman morotin kmu doang jga,,,!
2024-11-16
1
Cicih Sophiana
ngenes jg yah liat lelaki cadangan 😂 namanya jg cadangan klo lg di butuhkan aja😂
2024-11-22
1