Cahaya pagi menembus jendela besar kamar Eveline di lantai atas Kastil Elowen. Sejak kepulangannya dari ibu kota Mercia tiga minggu lalu, kastil yang dulunya sunyi itu perlahan mulai terasa hidup. Ia duduk di meja kerjanya, menatap peta Kekaisaran Mercia yang terbentang di atas permukaan kayu berukir.
Dengan hati-hati, Eveline menunjuk sebuah area di bagian timur peta, wilayah tak bernama yang menurut ingatannya dari novel "Want to be a princess" adalah ladang tak berpenghuni. Namun di antara para bangsawan dan pengusaha, daerah itu dikenal dengan sebutan Lahan Terlupakan. Tak banyak yang tertarik padanya karena letaknya jauh dari kota dan nyaris tidak memiliki infrastruktur. Tapi Eveline tahu lebih dari siapa pun: tanah itu emas.
Iklim disana hangat dan stabil, dengan curah hujan sedang, suhu yang cocok untuk tanaman tropis, tanah yang kaya bahan organik. Ia tahu itu adalah tempat yang ideal untuk menanam semak kapas. Bahkan disana sudah terdapat ladang kapas yang luas. Tidak hanya kapas, tanaman herbal, pewarna alami bahkan bunga langka bisa tumbuh subur disana. Masalahnya adalah:
"Anna, kita akan ke guild informasi," ujar Eveline mantap. Pelayan setianya hanya menganguk tanpa bertanya.
Di tengah riuh rendah pasar dekat dengan ibukota Kekaisaran Mercia, Eveline melangkah ke dalam bangunan besar berplakat perunggu: GUILD INFORMASI ROLAN. Aroma kayu tua dan parfum maha menyeruak dari dalam. Seorang wanita berambut merah tua menyambutnya dengan senyum tipis yang khas.
"Nona Elira, senang melihatmu lagi," sapa Madame Roven. Nama samaran Eveline sudah mulai dikenal di kalangan informasi bawah tanah.
"Aku ingin membeli identitas baru. Seseorang dari keluarga kecil, tapi cukup punya alasan kuat untuk membeli tanah. Tak terlalu mencolok, namun tak bisa diremehkan."
Roven menatapnya penuh penilaian, lalu mengangguk. "Aku punya yang cocok. Lady Helena Calven, saudagar dari wilayah selatan. Tidak banyak yang tahu wajahnya."
“Identitas baru ini akan membawamu lebih dari sekadar transaksi tanah, nona,” kata Madam Roven seraya menyerahkan selembar dokumen. “Tapi gunakan dengan bijak. Dunia bawah tahu siapa yang bermain dalam pasar ini.”
Nama baru itu: Lady Helena Calven, saudagar dari wilayah selatan. Eveline meninggalkan markas rahasia Guild dengan hati yang berdebar, mencoba memetakan langkah berikutnya.
Namun saat ia melangkah keluar dari lorong sempit di belakang kedai, langkahnya terhenti mendadak. Suara derap sepatu kulit menggaung dalam ritme mantap dan dingin. Dari kabut tipis yang menyelimuti jalan batu, muncul sosok tinggi berbalut mantel hitam dengan lencana perak di dadanya. Rambut hitam dengan sorot mata merah bagai lautan darah seperti menembus lapisan jiwa.
Itu Duke Hogard Windsor. tokoh paling berpengaruh di Kekaisaran Mercia.
Eveline menahan napas. Jantungnya berdetak kencang. Ia menundukkan kepala pelan, mencoba menyembunyikan wajah di balik kerudung gelap yang ia kenakan.
Langkah Duke Hogard terhenti beberapa langkah darinya. Ia menatap Eveline beberapa detik, sebelum suaranya yang dalam dan tajam memecah keheningan.
"Kau... Tak banyak wanita berani berjalan sendiri di distrik belakang seperti ini."
Suara itu menusuk, tetapi tidak terburu-buru. Seperti sedang menguji.
Eveline mengangkat sedikit dagunya, cukup untuk menunjukkan sikap tenang, namun tak cukup untuk memperlihatkan wajahnya sepenuhnya.
"Saya hanya seorang saudagar yang baru tiba dari selatan. Mencari peluang dan jaringan, seperti banyak orang lainnya."
Senyuman tipis terukir di wajah sang Duke, meski matanya tetap dingin.
"Hati-hati, Lady dari Selatan. Jalan yang kau lalui bisa saja berakhir di tempat yang tak kau harapkan."
Tanpa menunggu jawaban, ia kembali melangkah, bayangannya menghilang di balik kabut dan tembok kota yang tinggi. Eveline menarik napas panjang setelah ia benar-benar pergi. Tubuhnya terasa kaku, namun otaknya bekerja cepat.
"Kenapa dia bisa ada di sini? Apakah dia mencurigai Guild? Atau… aku?"
Itu menjadi momen yang memperkuat tekad Eveline. Dunia yang ia masuki bukan dunia yang bisa ditaklukkan dengan kekuatan semata, tapi juga dengan kelicikan, kecerdikan, dan kendali atas ketakutan.
...
Keesokan harinya, berbekal identitas baru, Eveline menuju kantor pengelola tanah di ibukota. Ia mengajukan pembelian tanah kepada administrasi daerah yang mengatur wilayah Terlupakan. Tapi seperti yang diduga, tidak semudah itu.
Seorang pejabat tanah menolak memberikan akses langsung ke wilayah tersebut.
"Tanah itu sedang dalam proses klaim oleh saudara jauh bangsawan Viscount Boreau," ujar petugas dengan nada malas. "Katanya tanah itu dulunya bagian dari warisan keluarga."
Eveline menahan diri untuk tidak memutar bola matanya. "Tapi menurut hukum kekaisaran, wilayah yang tidak ditempati lebih dari dua dekade tidak dapat diklaim atas nama warisan. Aku punya dokumen catatan kerajaan yang membuktikannya." katanya sambil menyerahkan dokumen salinan dari arsip Guild.
Pria tua itu melirik dokumen tersebut tanpa benar-benar membacanya. “Mungkin saja dokumenmu palsu. Lagipula, apa perlunya saudagar wanita dari selatan membeli tanah tandus seperti itu?”
“Apa Anda menyarankan saya mengatakan tanah itu dulunya sebagai warisan keluarga juga agar lebih meyakinkan?” balas Eveline dengan nada manis namun tajam. “Atau mungkin saya harus menyewa bangsawan agar bisa membeli tanah?”
Pejabat itu mendengus, namun Eveline tidak memberinya kesempatan untuk menyangkal lebih jauh. “Saya akan menempuh jalur resmi. Jika kantor ini tidak bisa memprosesnya dengan netral, saya akan membawa masalah ini ke meja arbitrase wilayah.”
Petugas itu mengabaikan perkataan Eveline, "Apa yang bisa dilakukan dari seorang saudagar wanita." Ucapnya sinis. Ia mengira itu hanya gertakan semata.
Eveline adalah wanita lulusan Oxford, tentu ia tak tinggal diam. Dengan bantuan Guild Informasi Rolan, ia mulai mengumpulkan bukti, menyewa juru bicara untuk membawanya ke meja arbitrase wilayah. Setelah sebulan tarik ulur, keputusan akhirnya berpihak pada Eveline.
Tanah itu resmi menjadi milik Lady Helena Calven.
"Selamat nona, anda berhasil menyelesaikan rencana pertama anda." Ucap Anna dalam kereta kuda.
"Aku harap semua berjalan dengan lancar."
Setelah mendapatkan hak atas tanah tersebut, Eveline memulai rencananya secara perlahan tapi pasti, Ia Mulai mengerahkan pekerja untuk membuka jalan menuju ladang dan meratakan area. Sebagian besar pekerja adalah pria paruh baya atau orang yang belum punya pekerjaan tetap.
Hari kian beganti. Pekerja sudah mulai melakukan pembibitan langsung di ladang yang luas.
Bulan berganti bulan semua rencana berjalan dengan produktif. Pembangunan pabrik pertama dibangun dari batu lokal dan kayu pinus keras. Mesin-mesin sederhana didatangkan dari pengrajin di pinggiran kota: mesin pemintal kapas, pengering daun, alat tenun,alat sortir. Tukang yang ditunjuk Eveline adalah orang-orang yang pernah bekerja di proyek-proyek besar namun sekarang menganggur karena ekonomi pasca perang.
Untuk menjalankan pabrik, ia tak bisa hanya bergantung pada tenaga kasar. Ia mulai membuka pelatihan bagi para wanita muda dan ibu rumah tangga desa sekitar untuk memintal benang, dan menenun.
Mereka bekerja dengan penuh semangat, didorong oleh upah yang adil dan makanan hangat setiap hari. Ia membayar mereka dengan upah yang adil. Hasilnya? Produktivitas naik, dan loyalitas tumbuh.
Eveline mulai melakukan kunjungan langsung ke kamp pelatihan. Itu merupakan kunjungan lapangan pertama kali semenjak semua dibangun. Dengan guild informasi milik Madam Roven. Ia dapat dengan mudah merekrut pekerja handal dan berpengalaman yang dapat memimpin para pekerja lain. Membantunya mengolah dan menjalankan pabrik. Tidak hanya handal dan berpengalaman, tentu juga pekerja yang harus setia dan berpihak padanya,
Terlihat dari dalam bangunan, sebuah kereta kuda sederhana tapi elegan berhenti tepat di depan kamp pelatihan. Bangunan itu kecil tapi kokoh. Dengan penyamaran. Eveline Memasuki bangunan tersebut. Baru saja memasuki bangunan, seorang wanita tua menghampiri dan memeluknya erat dengan mata berkaca-kaca.
“Putriku meninggal karena kelaparan tiga musim lalu… sekarang cucuku bisa makan setiap hari karena pekerjaan ini. Terima kasih, Nona,” bisiknya lirih.
"Bagaimana Anda mengenali saya sebagai pemilik?" Tanya Eveline kepada wanita itu, ia tampak bingung.
"Kata mereka anda memiliki satu kesatria dan satu pelayan yang akan selalu bersama anda. Semua pekerja disini tau hal itu".
Eveline yang menggunakan topeng penutup mata menoleh dan menatap edward dan anna yang juga menggunakan topeng, kemudian tersenyum dengan canggung kepada wanita tua itu, "Sepertinya saya harus menambah kesatria dan pelayan lagi", Ucap Eveline yang membuat wanita tua itu tertawa kecil.
Eveline mulai mengitari bagian-bagian dalam barik, melihat para pekerja melakukan tugas mereka. Ia melihat seorang gadis muda berambut cokelat kesulitan mengatur benang pada alat pemintal benang.
“Putaran pertama harus lembut, lalu tarik perlahan,” ujar Eveline, mendekat dan membimbing tangan Linna dengan sabar.
“Lady Helena… Anda tahu caranya?” tanya gadis itu, terkejut.
“Aku belajar dari ibu angkatku dulu. Di tempat asalku, tak semua wanita bisa duduk tenang di ruang tamu sepanjang hari.”
Beberapa pekerja tertawa kecil, dan suasana yang tadinya tegang menjadi lebih hangat.
Matahari mulai terbenam, langit perlahan menjadi gelap. Eveline duduk bersama para pekerja di dekat api unggun, mendengarkan cerita tentang keluarga mereka, kehidupan sebelum bekerja, atau bahkan sekadar candaan kecil yang membuat mereka tertawa lepas.
“Tak kusangka aku bisa punya pekerjaan yang dihargai,” ujar seorang ibu bernama Marta. “Biasanya, tak ada yang peduli apa yang bisa kulakukan.”
“Kau berharga,” jawab Eveline lembut. “Kalian semua berharga. Dan pabrik ini akan tumbuh bersama kalian semua.”
...
Kapasnya lembut, benangnya kuat, kain dengan warna alami. Setelah proses yang lama dari Tanah Terlupakan menjadi ladang kapas yang sangat luas, kini tidak hanya kapas tapi ladang tersebut juga membudidayakan banyak jenis tanaman herbal, pewarna alami bahkan bunga langka.
Para pedagang mulai berdatangan untuk melakukan kerja sama. Bukan hanya menjual benang, tapi memasok bahan untuk penjahit elit ibu kota.
Uang terus berdatangan, Tidak hanya Baron Egbert Dan Lady Merlin yang sudah berinvestasi. Kini banyak surat-surat dari bangsawan terkemuka mulai mengirimi surat untuk Lady Helena Calven.
Nama Lady Helena Calven mulai bergaung. Namun ia tetap menjadi misteri. Tak ada yang tahu wajahnya. Ia dijuluki "Saudagar Bayangan dari Selatan".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments