04. Tuan Pulang

Hari-hari telah berlalu begitu cepat. Tidak terasa Ratih sudah bekerja selama seminggu. Dan dalam seminggu ini, Ratih sama sekali belum pernah melihat batang hidung majikannya.

Pernah Ratih bertanya kepada Sofia, apakah majikannya adalah pria sepuh duda kaya raya. Ratih saat itu malah bingung sebab bukan jawaban yang diberikan Sofia. Sofia malah tertawa terbahak-bahak setelah mendengar pertanyaan Ratih.

Nanti kamu tahu sendiri, jawab Sofia pada kala itu.

"Huh lorong gelap lagi," ucap Ratih dengan menggerutu.

Walaupun terlihat kesal, ia tetap melanjutkan pekerjaannya. Hari ini ia diberi tugas untuk membersihkan istana utama yang paling barat sendiri. Dengan kata lain, area yang ia bersihkan saat ini adalah area yang menjadi batas antara istana utama dengan tempat angker milik majikannya itu.

Ratih pun mengambil alat pel dan mulai mengepel lantai lorong itu. Ratih berpikir bahwa rumah majikannya ini sebenarnya berbeda dengan tampilan luarnya. Ia masih mengingat kala ia pertama kali datang. Sungguh, dari luar arsitektur rumah ini memang sangat menakjubkan. Namun setelah masuk hanya dipenuhi lorong gelap. Dari banyaknya kamar disini juga semuanya kosong.

"Apa tidak bosan si Tuan itu hidup sendiri di rumah sebesar ini," ucap Ratih.

Kegiatan Ratih terhenti saat melihat pintu besar di ujung lorong. Ia bertanya-tanya pintu itu sebenarnya menuju kemana, sebab ukurannya paling besar diantara pintu-pintu yang ada di rumah ini.

"Apa pintu itu menuju ke dunia lain?" Tanya Ratih kepada dirinya sendiri.

Sudah bukan rahasia lagi kalau Ratih memiliki jiwa penasaran yang sangat kuat. Alhasil, ia pun mendekat ke pintu itu. Sekarang ia tahu pintu itu menuju ke mana.

"Pasti ke istana barat," ucap Ratih lalu menempelkan telinganya ke pintu tersebut. Nihil. Ia tidak mendengar suara apapun dari dalam. Ratih sangat yakin, bahwa di dalam sana majikannya menyembunyikan hal yang tidak baik, perbuatan jahat misalnya.

"Ekhem!"

Ratih terkesiap dan langsung menegakkan tubuhnya.

"Apa yang kamu lakukan disini?" Tanya Adhisti dengan mengintimidasi.

Ratih memutar bola matanya untuk mencari alasan yang tepat, "Saya sedang mengepel," ucap Ratih sambil menunjukkan alat pelnya.

Bahu Adhisti terlihat meluruh dan berjalan mendekat ke arah Ratih, "Kalau sudah selesai, segera pergi dari area ini."

"Baik Nyonya," ucap Ratih lalu terburu-buru pergi meninggalkan Adhisti yang masih berdiri di pintu besar tadi.

Sofia terlihat mengernyitkan dahi saat melihat Ratih yang berjalan terburu-buru. Ia meletakkan alat lapnya lalu menghentikan langkah Ratih.

"Kamu kenapa?"

Ratih berhenti, "Itu Nyonya Adhisti, tadi aku tidak sengaja mendekat ke pintu besar yang ada di ujung lorong."

Sofia melihat tempat yang ditunjuk Ratih, ia tahu pintu itu menuju ke mana, "Tidak apa-apa Ratih, kamu hanya melakukan pekerjaan kamu."

"Tapi tadi——"

Ucapan Ratih terpotong sebab Nyonya Adhisti berjalan di samping mereka. Mereka berdua pun tersenyum ke arah Nyonya Adhisti.

"Huh, aura beliau sangat mengintimidasi," ucap Ratih sedikit takut.

Sofia kembali mengambil kain lapnya, "Padahal beliau hanya diam, sudah lupakan saja."

"Baiklah aku akan melanjutkan pekerjaanku," ucap Ratih sedikit lega.

......................

Ratih menatap langit senja dari balkon lantai dua di istana timur. Walaupun hanya sesaat, tapi senja masih menjadi momen yang paling indah.

"Pasti akan enak jika minum teh di balkon sambil menikmati senja," ucap Ratih sambil membayangkannya.

Langit pun mulai gelap seiring Ratih selesai membersihkan balkon itu. Setelahnya ia ingin turun ke lantai bawah untuk meminum sesuatu. Namun pergerakannya terkunci saat mendengar suara sebuah mobil di bawah sana. Ia pun mengintip dari balkon. Mobil berlogo Mercedes-Benz itu terlihat asing di matanya, karena selama ia di sini, mobil itu tidak pernah terparkir di garasi.

Karena rasa haus yang tidak tertahankan, akhirnya Ratih memilih segera pergi dari balkon. Ia menebak bahwa mobil itu milik majikannya. Sepertinya majikannya sudah menyelesaikan pekerjaannya di luar negeri.

Ratih merasa bingung saat sampai di dapur, sebab area yang selalu ramai kini hanya ada angin yang lewat.

"Kemana mereka semua?" Tanya Ratih lalu mengambil gelas dan menuangkan air putih.

Brak

"Uhuk uhuk." Ratih tersedak karena terkejut mendengar suara benda keras yang pecah. Suara itu terdengar dari arah istana utama. Ia pun segera melangkahkan kakinya kesana, barang kali ada seekor kucing yang menjatuhkan sesuatu. Karena pada akhirnya tetap ia juga yang akan membersihkan ulah si kucing.

"Ratih, kamu kemana saja," lirih Sofia sambil menarik tangan Ratih agar berdiri menunduk di sampingnya.

"Apa yang sedang kita lakukan?" Tanya Ratih penasaran sebab semua pelayan berjejer di depan pintu seperti menyambut seseorang.

"Kita menyambut Tuan, harus tetap menunduk, itu aturannya," ucap Sofia memperingatkan Ratih.

"Bodoh!"

Ratih terkejut mendengar suara bariton yang berasal dari depan sana.

"Maaf Tuan, saya kurang kompeten."

"Bersihkan semuanya!"

"Baik Tuan."

Ratih sedikit mendongakkan kepalanya untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Dari tempatnya berdiri, ia melihat punggung lebar yang dilapisi jas hitam tengah menaiki tangga.

Ratih tidak bisa melihat bagaimana tampang pria itu, namun ia bisa melihat tubuh jangkung yang atletis dari balik jas yang pria itu pakai. Walaupun memakai jas, sama sekali tidak bisa menyembunyikan bagaimana bentuk tubuh pria bersuara bariton itu. Mahkota tubuh pria itu yang berwarna dark brown juga menjadi perhatian Ratih. Ratih menyimpulkan bahwa majikannya memiliki penampilan yang menarik.

Sepeninggal majikannya, semua pelayan berhamburan meninggalkan tempat itu. Begitupun dengan Nyonya Adhisti yang melangkah keluar rumah bersama dengan pria yang dimarahi Tuannya tadi. Pria itu terlihat berumur, namun masih gagah dengan jas yang dipakainya.

Tinggal lah Ratih dan Sofia yang membersihkan sisa-sisa guci yang sudah tidak berbentuk. Guci mahal itu harus menjadi korban karena emosi majikannya yang tidak terkontrol.

"Apa Tuan memang selalu seperti ini?" Tanya Ratih.

"Maksudnya?"

"Suka marah-marah."

Sofia mencoba mengingat-ingat, "Selama aku bekerja disini, hanya beberapa kali Tuan marah, itu pun selalu ada penyebabnya."

"Sayang sekali guci semahal ini harus menjadi korban." Ratih membersihkan serpihan guci itu dengan hati-hati.

"Guci ini sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan seluruh kekayaan Tuan."

"Memangnya Tuan memiliki bisnis seperti apa?"

"Tuan mempunyai perusahaan yang besar yang bergerak di berbagai bidang, setahuku ada yang di bidang properti, waralaba, otomotif, industri teknologi, dan yang berhubungan dengan robot, aku tidak tahu apa namanya. Sepertinya masih ada bidang lain, tapi hanya itu yang kudengar dari informasi pelayan disini."

"Aku baru tahu kalau ada seseorang yang mempunyai perusahaan sebesar itu. Tidak heran kalau Tuan mempunyai rumah sebesar ini. Tapi kenapa Tuan tinggal sendiri?"

"Itu bukan urusan kita, ayo kita buang," ucap Sofia lalu keduanya pergi untuk membuang serpihan guci tadi.

"Apapun yang kamu lihat dan yang kamu dengar disini harus dilupakan saat itu juga, Nyonya Adhisti selalu mengatakan hal itu kepada kami, jadi kamu harus mengingatnya," ucap Sofia.

Ratih mengangguk paham, "Aku mengerti."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!