Terjebak Cinta Sang Majikan
Seorang gadis tengah memilih pakaian di almarinya lalu memasukkannya ke dalam tas besar. Ia menerka-nerka apakah ini akan cukup untuk ia pakai selama di ibu kota nanti.
"Nduk, kamu yakin mau pergi?" Tanya seorang wanita paruh baya yang baru saja masuk ke dalam kamar gadis itu.
Ratih menghentikan aktivitasnya lalu meraih tangan ibunya, "Bu, aku yakin, sangat-sangat yakin kalau nanti aku akan sukses dan akan merubah kehidupan kita," jawab Ratih sambil tersenyum.
Jawaban sang putri tidak meluruhkan ekspresi khawatir dari wajahnya, "Tapi nduk, yang kamu tuju bukanlah tempat biasa, disana banyak kejahatan, bagaimana kalau–––"
"Bu, kok ibu bilang gitu," potong Ratih, "Ibu pernah bilang kalau di dunia ini ada dua jenis manusia yaitu manusia baik dan manusia jahat, jadi tidak semua orang disana itu orang jahat dan Ratih yakin kalau Ratih bekerja dengan orang baik, ibu mau kan do'ain Ratih?"
Aminah menggeleng, "Tanpa kamu minta pun, ibu pasti akan selalu mendo'akan kamu."
Ratih melepaskan genggamannya pada tangan Aminah, ia pun melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda tadi, "Ratih sebenarnya sedikit khawatir kalau ibu di rumah sendirian," ucapnya sambil melipat pakaian.
Aminah mendekat dan membantu merapikan pakaian Ratih, "Ibu baik-baik saja, pokoknya nanti rajin kabarin ibu saat kamu senggang, biar ibu tahu kondisi kamu disana bagaimana."
"Iya bu, nanti Ratih akan menghubungi ibu lewat bu Nurul."
Bu Nurul adalah tetangga Ratih yang cukup dekat dengannya dan ibunya. Karena ibunya tidak memiliki handphone, Ratih pun sudah ijin ke bu Nurul agar menyampaikan pesannya selama ia mencari nafkah di ibu kota kepada ibunya. Dan begitupun masalah gaji, Ratih menitipkan di rekening bu Nurul untuk digunakan sang ibu sehari-hari. Untuk masalah lainnya akan ia tabung sendiri.
"Bu, nanti kalau juragan kesini buat nagih hutang, ibu bilang aja kalau Ratih masih berusaha, kalau juragan tidak mau pergi, panggil bu Nurul dan suaminya untuk membantu," ucap Ratih sambil menenteng tas besar miliknya.
Aminah mengangguk, "Iya Nduk."
"Ibu jangan sedih," ucap Ratih sambil memeluk ibunya.
Aminah pun tidak bisa menahan air matanya. Merelakan anak satu-satunya untuk bekerja di tempat yang jauh sungguh membuatnya tersiksa. Ia merasa dirinya bukanlah orang tua yang baik. Suaminya meninggalkan banyak hutang semasa hidupnya dan dirinya pun sekarang tidak berdaya untuk melunasi hutang sebanyak itu. Tubuhnya yang rentan sangat sulit digerakkan untuk mencari pekerjaan kasar yang menghasilkan banyak uang.
"Ibu jangan nangis, kalau ibu nangis Ratih jadi ikut sedih," ucap Ratih sambil menahan air matanya.
Aminah melepas pelukan mereka lalu menatap Ratih, "Maafkan ibu Nduk, sudah menjadi orangtua yang buruk buat kamu dan membuat kamu banyak berkorban."
Ratih menggeleng, "Tidak bu, Ibu adalah orangtua terbaik yang pernah ada, dan Ratih tidak merasa berkorban sama sekali."
Selang beberapa saat tukang ojek yang Ratih pesan sudah sampai dirumahnya, ia pun keluar rumah diantar ibunya.
"Yasudah Ratih berangkat dulu ya," ucap Ratih sambil memeluk ibunya lagi.
"Hati-hati Nduk."
Ratih mengangguk sambil berjalan ke halaman rumahnya. Ia berbalik lagi menatap ibunya yang berdiri di teras dan menatap rumah sederhana yang menjadi tempat tumbuh kembangnya selama ini. Ratih memantapkan hati dan raganya, inilah jalan yang ia pilih, maka dari itu ia harus berusaha. Melunasi hutang alm. Ayahnya dan merubah nasibnya di masa depan adalah prioritas utamanya saat ini.
Setelah menempuh perjalan selama kurang lebih 40 menit, Ratih pun sampai di agen PRT yang telah mencarikan pekerjaan untuknya. Dari sini ia akan diantar dengan travel bersama-sama dengan teman seperjuangannya yang juga ingin merubah nasib di ibu kota.
Bukan waktu yang sedikit untuk sampai, namun perlu waktu lebih dari satu hari untuk dapat menginjakkan kaki di tanah pusat negara itu. Travel yang Ratih tumpangi akhirnya sampai di kantor pusat agen PRT yang menaunginya. Setelah sampai Ratih menghirup udara sebanyak-banyaknya.
"Jadi seperti ini rasanya ada di ibu kota," lirih Ratih sambil menatap langit di atasnya.
Ratin pun masuk ke dalam kantor untuk mengurus beberapa berkas-berkas lalu menunggu jemputan dari majikannya. Ia duduk di kursi tunggu di kantor itu, ia sedang menerka-nerka bagaimana rupa majikannya. Apakah seorang pria tua bersama istrinya yang lebih dari satu? Ia berpikir seperti itu sebab di kampunya banyak juragan-juragan kaya yang punya banyak istri.
Tidak lama, Ratih melihat sebuah mobil sedan berwarna hitam yang berhenti di depan kantor itu. Lalu keluarlah seorang pria muda dari kursi kemudi sambil membawa beberapa berkas. Pria itu nampak berjalan ke resepsionis dan berbincang dengan petugas disana. Ratih nampak terkejut saat petugas itu menunjuk ke arahnya. Dan pria muda tadi pun berjalan ke arahnya. Ratih pun berdiri.
"Atas nama Nur Ratih?" Tanya pria itu sambil membaca biodata Ratih di berkas yang ia pegang.
"Iya pak, itu saya."
"Baiklah kamu tanda tangani kontra kerja ini," ucap pria itu sambil menyodorkan berkas dan bolpoin.
Ratih nampak gelagapan dan menerima berkas itu. Sebelum menanda tangani berkas itu, Ratih membaca satu persatu kalimat yang tertulis disana. Jangan sampai baru sehari di ibu kota ia sudah kena tipu, ia harus berhati-hati. Setelah semuanya tampak normal, ia pun menandatangani berkas itu. Kontrak kerja itu umum seperti pekerja rumah tangga pada umumnya, Ratih dikontrak selama dua tahun dan bisa diperbaharui menjelang masa kontraknya berakhir.
Saat membubuhkan tanda tangan, Ratih salah fokus dengan nama seseorang yang berada di seberang namanya. Ia yakin itu adalah nama sang majikan.
Nathaniel Ryker?
Di dalam hati Ratih bertanya-tanya bagaimana cara menyebut nama itu. Namanya sangat sulit untuk lidah kampung seperti dirinya. Dan nama itu, tidak mungkin kan dimiliki oleh seorang pria tua. Sepertinya majikannya memiliki darah campuran bila dilihat dari namanya.
"Ini berkasnya," ucap Ratih sambil menyerahkan berkas itu.
"Kalau begitu kita berangkat sekarang."
Ratih pun berjalan mengikuti pria itu, karena merasa tidak nyaman akhirnya ia memilih duduk di kursi belakang. Ini sebuah perasaan baru bagi Ratih, naik mobil bagus dan menikmati pemandangan baru yang belum pernah ia rasakan. Ratih berjanji dalam hati, jika nanti ia sudah sukses, ia pasti akan mengajak ibunya untuk berjalan-jalan disini.
Akhirnya mobil yang Ratih tumpangi sampai di sebuah gerbang yang cukup mewah. Mobil itu nampak berhenti sebentar menunggu gerbang itu terbuka secara otomatis. Ratih pikir rumah majikannya dibelakang gerbang itu, ternyata salah, ia harus menempuh perjalanan melewati taman dan pohon-pohon yang cukup panjang baru bisa sampai rumah majikannya.
Ratih tidak berkedip saat menatap betapa megahnya rumah itu, sudah seperti kerajaan di cerita Disney. Ia merasa aneh ternyata ada rumah seluas ini di ibu kota.
"Silahkan masuk, tugas saya selesai," ucap pria itu lalu meninggalkan Ratih yang masih berdiri termenung di depan teras pintu utama rumah itu.
Ratih menyadarkan dirinya, ini bukanlah saat yang tepat untuk bersikap bodoh, ini adalah waktunya untuk bekerja. Ratih pun menaiki anak tangga di depannya dan berjalan ke arah pintu utama.
Ayo Ratih, kamu bisa!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments