Ratih menggulingkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri saat jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Ia bangun dan memutuskan pergi ke kamar mandi. Ini adalah malam pertamanya menempati kamar yang cukup asing baginya. Karenanya ia masih butuh waktu untuk beradaptasi agar bisa tidur dengan nyenyak.
Setelah menyelesaikan kegiatannya di kamar mandi, Ratih pun menutup pintu kamar mandi. Saat hendak kembali ke kamarnya, entah darimana rasa penasaran dalam dirinya bangkit. Kakinya melangkah ke tirai merah yang menutup kaca besar di paviliun itu. Ratih memutar bola matanya untuk melihat sekeliling paviliun dari balik kaca.
Gelap.
Taman di samping paviliun itu sungguh gelap, sama sekali tidak ada kehidupan. Hanya beberapa lampu taman yang memberikan cahaya, ditambah bulan yang sedang bersembunyi entah dimana.
Srek
Ratih terkesiap mendengar suara gesekan daun akibat ulah dari seekor burung yang terbang dari salah satu pohon di samping paviliun itu. Dari penglihatannya, burung itu nampak mengepakkan sayapnya ke arah barat menuju bagian rumah yang sama sekali tidak disinari lampu. Ya, itulah istana barat yang diceritakan Sofia sebelumnya. Bangunan itu terlihat sangat kontras daripada bagian rumah yang lainnya. Bagaimana tidak, pencahayaan di sana lebih remang-remang bila dibandingkan dengan area sekitarnya.
Mungkin Tuan majikan memberikan daya rendah di sana, supaya lebih hemat listrik, batin Ratih.
Ratih juga yakin bahwa biaya listrik di rumah ini bisa untuk membiayai listrik ratusan rumah di kampungnya. Sudahlah, daripada memikirkan hal yang tidak penting, lebih baik ia berusaha untuk tidur agar tidak telat bekerja. Ratih pun menutup tirai merah itu, lalu kembali ke kamarnya. Sesampainya di kamar, ia langsung membaringkan tubuhnya dan memejamkan matanya.
"Ratih."
Ratih merasa tubuhnya sedang di goyangkan oleh seseorang. Ratih pun membuka matanya dengan susah payah sebab cahaya terang tengah menusuk matanya yang sudah terpejam beberapa jam yang lalu.
"Ratih bangun, ayo berangkat kerja."
Ratih berusaha membuka matanya lebar dan muncul lah Sofia yang sudah lengkap dengan seragam pelayannya. Ia pun bangun dan membuka selimut yang membungkus tubuhnya.
"Ini jam berapa?" Tanya Ratih dengan suara serak khas bangun tidur.
"Jam 7 kurang dua puluh menit."
"HA?"
"Ayo cepat siap-siap."
Ratih melihat ke sekeliling kamar, "Yang lainnya kemana?" Tanya Ratih sebab di kamar itu hanya ada mereka berdua.
"Semuanya sedang sarapan di istana timur, kemarin kan aku sudah bilang kalau di sini dibedakan antara meja makan Tuan dengan meja makan pelayan, dan setiap pagi juga pelayan bagian dapur akan memasak sarapan untuk pelayan, kalau Tuan sedang di rumah maka pelayan akan memasakkan beberapa menu yang berbeda antara sarapan kita dengan sarapan Tuan, dan semua gratis tidak dihitung gaji. Makanya sebelum jam 7 pagi kita harus sudah siap."
"Kalau dipikir-pikir, Tuan sebenarnya sangat memanusiakan kita," ucap Ratih sambil menimbang-nimbang apakah majikannya termasuk tokoh protagonis atau antagonis.
"Yaa semua hal di dunia tentu saja ada kelebihan dan kekurangannya, sudah ayo siap-siap."
Dalam secepat kilat, Ratih pun menyelesaikan ritual mandinya lalu memakai baju pelayannya. Padahal Ratih di kampungnya selalu rajin bangun pagi, tapi entahlah di tempat baru ini, ia susah tidur dan akhirnya malah bangun kesiangan. Untuk wajah ia tidak terlalu peduli, lagipula ia sedang bekerja bukan sedang jalan-jalan. Ratih lebih memilih menggunakan bedak padat secukupnya lalu memoleskan lip balm agar bibirnya lembab.
Ratih dan Sofia pun menuju ke istana timur untuk sarapan bersama dengan yang lainnya. Sesampainya di meja makan khusus pelayan, Ratih pun mengikuti Sofia untuk mengambil piring dan makanan secukupnya. Sebenarnya Ratih adalah tipe orang yang suka makan, tapi karena ia masih baru disini, ia merasa segan dengan yang lainnya.
Ratih dan Sofia duduk bersebelahan dan fokus menikmati makanan mereka masing-masing. Ratih melihat ke sekelilingnya dengan canggung. Jujur saat kemarin sore mulai bekerja disini, semuanya berjalan lancar, pekerjaannya juga mudah, sebab di kampung ia sudah menguasai urusan rumah tangga. Namun yang mengganjal adalah para pelayan disini agak kurang ramah bila dibandingkan dengan Sofia yang suka sekali mengajaknya mengobrol.
Saat bertanya kepada Sofia tadi malam, para pelayan disini bersikap dingin karena adanya perilaku senioritas yang sudah turun temurun. Sofia juga mengatakan bahwa dulu saat ia masih baru bekerja disini, ia juga tidak memiliki teman sama sekali, namun seiring berjalannya waktu, Sofia bisa diterima dengan baik oleh para pelayan yang lain. Sofia memberikan saran, walaupun yang lainnya dingin namun kita harus tetap bersikap ramah agar mereka bisa menerima pelayan yang tergolong junior, seperti Ratih ini.
Setelah selesai sarapan, semua pelayan berhamburan untuk mengumpulkan piring bekas makanan menjadi satu tumpukan panjang. Tugas mencuci piring adalah tugas pelayan kebersihan seperti dirinya, jadi karena ia masih baru disini, Ratih pun berusaha bersikap rajin dan menawarkan diri untuk mencuci semua piring dan beserta alat-alat dapur yang tadi digunakan pelayan bagian dapur.
"Perlu aku bantu?" Tawar Sofia.
Ratih menggeleng, "Aku bisa kok, lagipula bukannya harus mencari muka didepan mereka semua," ucap Ratih sambil terkekeh.
Sofia juga ikut terkekeh dan memberikan dua jempol kepada Ratih, lalu ia pun pamit untuk mulai bekerja.
Dari punggungnya, Ratih bisa merasakan tatapan dingin dari para pelayan bagian dapur. Namun ia tidak peduli, ia hanya fokus dengan tumpukan piring yang ada didepannya.
"Semua sudah sarapan?"
Ratih membalikkan badannya saat mendengar suara seorang wanita. Wanita itu hampir mendekati usia ibunya namun memiliki tampilan yang modis. Ratih bertanya-tanya siapakah dia, sebab wanita itu tidak mengenakan pakaian pelayan seperti yang ia pakai, wanita itu memakai jas wanita dengan rambut yang tergulung.
"Semuanya sudah sarapan dan sudah mulai bekerja," jawab salah seorang pelayan dapur.
Wanita itu tampak tersenyum lugas dan menganggukkan kepalanya, "Baiklah semuanya silahkan lanjutkan pekerjaan kalian," ucap wanita itu lalu pergi dari area dapur.
Ratih sebenarnya ingin bertanya kepada pelayan yang berada di sana siapa kah wanita itu, namun karena tatapan dingin mereka, lebih baik ia mengurungkan niat tersebut.
Setelah cuciannya selesai, ia pun mengambil kain lap untuk membersihkan meja makan yang mereka gunakan tadi. Lalu ia mengecek apakah masih ada debu yang tertinggal. Ratih menduga bahwa Tuan-nya adalah orang yang suka kebersihan, terbukti dengan rumahnya yang selalu dibersihkan setiap harinya, jadi ia harus memastikan semuanya kinclong dan mengkilap.
Akhirnya tugas membersihkan dapur selesai, ia juga telah menyapu dan mengepel area dapur. Ratih menatap hasil kerja kerasnya, ia pun tersenyum bangga, ternyata bekerja kalau tidak memperdulikan pandangan orang lain sangat lah nyaman. Kemudian ia pun menyusul Sofia untuk membersihkan istana utama di lantai yang paling teratas. Jujur ia masih takut bila naik lift sendirian, apalagi di kampungnya tidak ada bangunan yang memilik lift di dalamnya, jadi ia takut salah pencet dan malah terjebak di dalamnya. Jadilah ia sekarang ini yang sedang mengatur nafasnya diantara anak-anak tangga yang meraung-raung minta dinaiki.
"Kamu naik tangga?" Tanya Sofia yang baru saja keluar dari salah satu kamar.
Ratih menyeka keringatnya, "Aku tidak bisa naik lift."
Sofia menunjukkan wajah sedihnya, "Baiklah nanti aku ajarkan, kamu minum dulu." Sofia memberikan air mineral yang ia bawa sebelumnya.
"Terimakasih." Ratih minum dengan tergesa-gesa.
"Seharusnya tadi kamu bilang kalau kamu tidak bisa naik lift, supaya aku bisa jemput kamu dibawah."
"Tenang saja, aku tidak apa-apa, ini sprei-nya?"
"Iya, sekarang aku mau ke bawah untuk memasukkannya ke mesin cuci, kamu lanjutkan bersih-bersih di ruangan lainnya, oh iya di sini ada 4 ruangan, 2 kamar sudah aku bersihkan, tinggal ruang kerja Tuan dan kamar Tuan di ujung lorong sana," ucap Sofia sambil menunjuk lorong panjang yang agak gelap.
"Oh iya tadi dibawah ada seorang wanita memakai pakaian jas, tampilannya modis, dan kelihatannya semua pelayan hormat kepada wanita itu."
"Ouh pasti Nyonya Adhisti, beliau kepala pelayan di sini, kamu juga harus hormat dengan beliau, Nyonya Adhisti adalah penghubung kita dengan Tuan dan segala urusan rumah tangga di sini yang mengurus adalah Nyonya Adhisti. Baiklah, sudah pertanyaannya, ayo sekarang mulai bekerja."
Ratih mengangguk patuh lalu mendorong troli yang berisi alat kebersihan untuk melewati lorong panjang itu. Angin di sini terasa lebih dingin dibanding dengan tempatnya mengobrol dengan Sofia tadi. Sesampainya di ujung lorong, Ratih bisa melibat ada dua pintu yang saling berseberangan. Ia bingung harus membersihkan ruangan yang mana dulu. Akhirnya ia lebih memilih pintu yang ukurannya lebih kecil dibanding dengan pintu yang satunya. Ratih menebak ruangan itu adalah ruangan kerja majikannya.
Dan benar, ruangan itu berisi meja kerja berukuran sedang, ditambah sofa kecil didepannya, dan sebuah jendela besar yang menyinari ruangan itu. Katanya memang ruang kerja, namun kalau dirumahnya ini adalah ruang tamu, bahkan lebih besar ruang kerja ini daripada ruang tamu di rumahnya.
Ratih pun masuk dengan pelan sambil mendorong troli yang berisi alat-alat kebersihan tadi. Dan betapa terkejutnya ia saat menoleh ke kanan, Ratih melihat sebuah bagian yang sangat membuatnya kegirangan. Ia pun melepaskan trolinya dan berlari ke bagian kanan ruangan itu.
Perpustakaan pribadi, yap, itulah yang saat ini dilihat Ratih. Walaupun Ratih berasal dari kampung, bukan berarti ia tidak bisa baca tulis. Walaupun kesulitan ekonomi, ia masih bisa tamat sampai jenjang SMA dengan beasiswa yang diberikan pemerintah. Di usianya yang baru menginjak 21 tahun ini, tentu bau-bau buku masih menjadi favoritnya. Dulu semasa sekolah ia suka membaca buku di perpustakaan sekolah, itupun hanya meminjam selama beberapa hari, untuk membeli buku masih sangat sulit kala itu, sebab kesulitan ekonomi yang menyerang keluarganya.
Ratih tentu saja merasa kagum dengan apa yang dilihatnya saat ini, sebab perpustakaan yang ia lihat saat ini lebih besar bahkan sangat jauh bila dibandingkan dengan perpustakaan milik sekolahnya dulu. Perpustakaan di ruang kerja majikannya ini sangat menjulang tinggi yang jumlah bukunya bahkan Ratih tidak bisa menghitungnya.
Karena penasaran, Ratih pun menyentuh salah satu buku yang warna sampulnya terlihat mencolok. Hatinya berteriak agar ia mau mengambil buku itu, namun karena mengingat ini adalah ruangan majikannya, maka dari itu tidak akan sopan bila mengambil barang tanpa seizin majikannya.
Ratih pun dengan langkah berat meninggalkan area itu lalu mengambil alat-alat kebersihan untuk membersihkan ruangan itu. Ratih berhenti sejenak di tengah-tengah aktivitasnya, sebab ruangan ini sangat besar sehingga membutuhkan tenaga yang ekstra.
"Akhirnya selesai," ucap Ratih sambil merapikan alat kebersihannya.
Kemudian ia pun melanjutkan tugasnya di ruangan sebelah yaitu kamar milik majikannya. Namun sebelum menutup pintu ruangan itu, Ratih kembali melihat area buku-buku tadi, ia berpikir kapan ada kesempatan untuk membaca buku-buku yang ada di sana.
"Sangat tidak mungkin," lirih Ratih.
Ia pun mendorong troli alat kebersihannya untuk masuk ke kamar majikannya. Baru membuka pintu, Ratih langsung bisa mencium aroma maskulin yang khas dari kamar itu. Sungguh, sangat memabukkan. Ia jadi penasaran bagaimana tampang majikannya itu, sebab di rumah ini sama sekali tidak ada foto-foto manusia, yang ada hanya lukisan-lukisan hewan dan tumbuhan.
Kesan pertama saat Ratih masuk ke kamar itu adalah menurutnya majikannya itu penyuka warna hitam. Kamar majikannya mayoritas berwarna gelap, sangat kontras bila dibandingkan dengan warna istananya ini.
Ratih pun mulai mengganti sprei ranjang milik majikannya itu. Ia bingung dimana letak sprei yang baru. Tadi ia lupa untuk bertanya kepada Sofia. Akhirnya ia berputar-putar mengelilingi kamar itu untuk mencari keberadaan sprei yang baru. Ia kemudian masuk ke kamar mandi majikannya, mungkin saja ada di sana. Kamar mandi majikannya sama saja berwarna gelap, namun tetap saja lebih mewah daripada kamar mandi di rumahnya.
Nihil, di kamar mandi tidak ada, akhirnya ia menelusuri area lainnya, yaitu walk in closet.
Di sana juga tidak ada. Alhasil ia membuka lemari-lemari kecil yang ada di pintu masuk. Dan yah, ternyata ada disitu. Kemudian Ratih memasang sprei itu lalu melanjutkan aktivitasnya untuk membersihkan seluruh area kamar.
"Huh capek," ucap Ratih sambil menyeka keringatnya, akhirnya tugasnya selesai.
Brak
Baru saja merapikan alat kebersihannya, Ratih dikejutkan dengan suara jendela yang tertutup tirai putih di dekat ranjang yang saling bertabrakan karena ulah angin yang lewat.
"Ternyata tidak dikunci, bagaimana kalau ada maling," ucap Ratih lalu menutup jendela itu.
Namun pandangan Ratih terkunci pada bangunan di seberang sana. Yap, itulah istana barat. Lagi-lagi ia dibuat penasaran, sebenarnya apa yang disembunyikan majikannya di sana.
"Ternyata dari kamar ini bisa melihat dengan jelas bangunan itu," ucap Ratih baru sadar.
Daripada memikirkan yang tidak-tidak, akhirnya ia memilih untuk keluar dari kamar majikannya. Baru beberapa langkah dari pintu kamar, Sofia tampak datang dan membantu membawakan sprei dari kamar majikannya, lalu mereka bersama-sama turun dengan menggunakan lift.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Yukishiro Enishi
Gagal fokus kerja karena kepikiran endingnya yang bikin penasaran.
2024-09-28
1