Vina yang keluar rumah dengan kesal langsung melajukan mobil mewahnya meninggalkan kawasan rumah.
"Bisa-bisanya ada pembantu secantik itu, harusnya aku yang paling cantik dan tidak ada yang boleh menyaingiku"
Vina melajukan mobilnya menuju rumah kekasihnya.
Vina sudah menyelesaikan pendidikannya dan sekarang setiap hari ia selalu bersenang-senang bersama kekasihnya. padahal, Erwin selalu menyuruh Vina untuk membantu mengurusi perusahaan keluarganya, namun Vina enggan dan memilih bebas tanpa beban mengurusi perusahaan. apalagi kekasih Vina merupakan mafia besar bernama Revano Michael Jordan.
Hidupnya semakin bebas tanpa aturan, Revano adalah laki-laki yang sangat Vina inginkan. ia sudah melakukan banyak hal demi mendapatkan mafia tampan tersebut, termasuk memberikan dirinya seutuhnya pada Revano. setiap hari ia rela mendatangi rumah Revano hanya untuk di jadikan budak sex-nya saja, itu semua Vina lakukan secara sukarela karena ia terlampau tergila-gila pada Revano.
Menempuh perjalanan sekitar dua puluh menit, kini Vina sudah sampai di kawasan rumah kekasihnya, Revano.
Tanpa permisi, Vina langsung masuk ke dalam rumah Revano. terlihat Revano sedang duduk di ruang tengah rumahnya bersama dengan anak buahnya. Revano duduk sembari meminum wine di gelas yang ia pegang, sementara anak buahnya memegangi botol wine dan sesekali mengisikan ke dalam gelas yang Revano pegang.
"Sayang, aku telpon kok kamu gak angkat sih?" tanya Vina yang tiba-tiba datang dan langsung duduk di pangkuan Revano.
"Menyingkirlah dan duduk dengan benar!"
"Kamu kenapa, sih? kan biasanya duduk aku kayak gini"
"Menyingkir!" bentak Revano.
"Oke, fine" ucap Vina seraya menyingkir dan duduk di sofa sebelahnya.
"Kamu kenapa? lagi ada masalah, ya? cerita ke aku, sayang"
"Tidak"
"Sayang, aku ini kan kekasih kamu. jadi, aku mau kok jadi tempat keluh kesah kamu"
"Jangan banyak bicara, atau aku akan menyuruh anak buahku untuk menyeretmu keluar!"
Vina terdiam. ia memang sering diperlakukan seperti ini oleh Revano, dan Revano akan bersikap manis jika dirinya di puaskan saja. tapi walaupun begitu, Vina tidak mempermasalahkan asal ia tetap menjadi kekasih Revano dan membuat semua wanita iri padanya.
"Ada perlu apa kamu kesini? aku tidak menyuruhmu"
"Aku kangen kamu, sayang" Vina memeluk lengan Revano dengan manja.
"Menyingkir dariku!"
"Kok gitu sih, sekali saja kamu bersikap lembut padaku" lirih Vina yang di buat-buat.
"Aku sedang tidak menginginkanmu, menyingkirlah!"
"Aku mau disini, sayang. menemanimu" bisik Vina.
Revano tampak menimang ucapan Vina yang ingin menemaninya.
"Kalau begitu, buat aku senang!"
"Tentu, aku akan membuatmu senang seperti biasa"
"Buka bajumu!"
"Disini?"
Revano mengangguk.
"Tapi, disini banyak orang. ayo, kita ke kamar saja"
"Aku bilang, disini!" bentak Revano.
"Sayang, masa kamu rela sih tubuh indah kekasihmu dilihat oleh pria lain? suruh mereka keluar dulu"
Kemudian, Revano memberikan kode dan anak buahnya pun segera pergi dan kini hanya meninggalkan Revano dan Vina berdua saja di ruang tengah.
"Kamu mau melakukannya disini?" tanya Vina.
"Tidak, aku sedang tidak ingin"
"Lalu, kenapa kamu menyuruhku membuka baju?"
"Aku ingin kamu menari di hadapanku tanpa sehelai benang pun"
Vina tersenyum kecil. "Kamu nakal, ya" ucapnya sembari mencubit hidung mancung Revano.
Revano menepis tangan Vina. "Jangan menyentuhku, lakukan saja perintahku!"
Revano segera memutarkan musik dan Vina pun mulai menari-nari di hadapan Revano tanpa sehelai benang pun.
Ia terus menari sambil sesekali menggoda Revano, tapi Revano sama sekali tidak bereaksi apapun. bahkan, ia menatap Vina dengan tatapan yang dingin dan tidak menunjukkan bahwa nafsunya merangkak naik. sebenarnya, Revano sudah bosan dengan tubuh Vina karena ia sudah sering melihat dan mencoba tubuh Vina. jadilah sekarang ia sama sekali tidak merasakan nafsu ketika Vina menari tanpa busana di hadapannya.
"Sayang, apa kita sudah bisa melakukannya?"
"Tidak, teruslah menari"
"Tapi aku lelah, ayo kita ke kamar. aku sudah tidak tahan dan aku merindukan milikmu yang perkasa itu, sayang" ucap Vina dengan sensual.
Revano tidak tergoda, ia beralih mengambil cambuk kecil dan akan digunakan untuk mencambuk Vina jika Vina berhenti menari.
"Teruslah menari, jangan berhenti sebelum aku sendiri yang menyuruhmu berhenti!"
Terpaksa, Vina terus menari meskipun tubuhnya sudah sangat kelelahan.
"Sayang, jangan seperti ini. a-aku lelah"
Plak
Satu cambukan mendarat di tubuh Vina.
"A-ah sakit, sayang ah"
"Jangan berhenti sebelum aku sendiri yang menyuruhmu berhenti, paham?!" bentak Revano.
Tanpa sadar, air mata Vina luruh membasahi pipinya. ia merasa terhina tapi jugaia tidak ingin berpisah dengan Revano.
"Hahaha, air mata dan keringatmu semakin membuat tubuhmu terlihat sangat sexy. tapi, aku sama sekali tidak nafsu"
"Lalu, kenapa kamu menyuruhku untuk menari seperti ini?"
"Karena ini yang membuatku senang. hahaha, teruslah menari dan jangan berhenti sebelum aku yang menyuruhmu"
"Aku sudah tidak kuat lagi, sayang. aku sudah lelah, biarkan aku istirahat sebentar"
Plak
Satu cambukan mendarat lagi di tubuh Vina.
"S-sakit, hentikan!"
"Sudah ku bilang, jangan berhenti!"
"Mari kita bersenang-senang dengan cara lain, aku akan membuatmu puas, sayang. biarkan aku berhenti dan melakukan apa yang akan membuatmu puas"
"Apa kamu sangat ingin di sentuh olehku?" tanya Revano.
"Ya, sayang. aku sangat ingin" jawab Vina antusias.
"Ayo, sayang kita ke kamar" ajak Vina dengan wajah sumringah.
"Kenapa harus di kamar? disini saja, kemarilah"
"Ahh, akhirnya. tubuhku sudah sangat lelah, sayang. aku tahu kamu juga sudah tidak tahan melihat tubuhku ini, kan?" ucapnya sembari melenggak-lenggokkan tubuh mendekati Revano.
"Sekarang, aku ingin kamu menutup mata" ucap Revano.
"Apa? kenapa harus di tutup?"
"Aku ingin mencari sensasi baru"
Vina tersenyum senang kemudian menutup matanya menggunakan kain.
"Menungginglah, sayang"
"Huft, baiklah" Vina melakukan apa yang Revano katakan.
Revano beranjak dari duduknya kemudian mengambil alat bantu dari dalam laci. setelah itu, Revano kembali duduk kemudian memasukkan alat bantu itu ke lubang Vina.
"Aahh, ini yang aku tunggu-tunggu" desah Vina.
Tidak ada pergerakan apapun dari Revano.
"Sayang? kok kamu diam saja?" tanya Vina yang mulai merasa aneh karena tidak ada pergerakan apapun dari Revano.
Tanpa Vina tahu, ternyata Revano sudah pergi meninggalkan dirinya dengan posisi seperti itu dan alat bantu yang menancap di miliknya.
Di luar rumah, Revano masuk ke dalam mobil sembari tertawa.
"Ck, dasar wanita murahan!" decak Revano yang kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Di dalam rumah, Vina masih dengan posisi seperti itu. merasa masih belum ada pergerakan, Vina pun membuka matanya dan melihat alat bantu yang menancap di lubang miliknya.
"REVANO, SIALAN....." teriak Vina penuh kekesalan.
*****
Di lain tempat....
Silvana baru saja selesai membersihkan rumah pak Erwin dari langit cerah di pagi hari berganti menjadi langit senja di sore hari.
"Pak, saya mohon izin untuk pulang karena semua pekerjaan rumah sudah saya selesaikan"
"Pulang? kan saya sudah menyiapkan kamar untuk kamu berisitirahat disini"
"Maaf, pak. saya ingin pulang ke panti saja"
"Tapi jarak dari sini ke panti lumayan jauh, Silvana. kenapa kamu tidak nginap disini saja?" tanya Zaskia yang merasa khawatir jika Silvana pulang sendiri.
"Tidak, bu. saya ingin pulang saja"
"Ya sudah jika itu kemauan kamu, semoga besok tidak lagi terlambat, ya" ucap Erwin.
Silvana mengangguk. "Baik, terimakasih pak, bu"
Setelah berpamitan kepada dua majikannya, Silvana pulang dengan kembali berjalan kaki. sebenarnya ia sudah sangat lelah karena bekerja seharian tambah lagi sekarang pulang harus berjalan kaki, tapi ada yang selalu membuatnya semangat, ia selalu berharap ketika pulang ke panti nanti ia melihat kedua orangtuanya sedang menunggu untuk menjemputnya. walaupun ia sendiri tahu, kenyataan itu tidak mungkin terjadi.
"Huft, aku sangat lelah. apa aku mencari tumpangan lagi, ya?" gumam Silvana.
Silvana berhenti dan melihat ke arah jalanan, ia melambaikan tangan ke arah mobil yang berlalu lalang.
"Kalau aku punya mobil dan melihat ada orang yang membutuhkan tumpangan, aku pasti akan menolongnya. tapi kenapa orang-orang ini sangat sulit memberiku tumpangan, ya?" gumamnya lagi.
Sudah hampir sepuluh menit Silvana berdiri di pinggir jalan tetapi tidak ada satupun mobil yang memberinya tumpangan. akhirnya, Silvana melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki.
Sampai malam, Silvana baru saja sampai di panti. tubuhnya benar-benar lelah dan ingin segera merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
Silvana masuk ke dalam panti dengan wajah lesu dan penampilan kusut.
"Sudah pulang ternyata" ucap Martha yang muncul tiba-tiba.
"Sudah, bu"
"Ayo, sini. pijitin kaki saya"
"Tapi-"
"Tidak ada tapi tapi, cepat kemari!" bentak Martha.
Martha tidak peduli dengan tubuh Silvana yang lelah dan membutuhkan istirahat, ia hanya memikirkan kesenangannya saja.
"Bagiamana? apa kamu bekerja dengan baik?" tanya Martha.
Silvana mengangguk pelan. "Ya, bu. saya sudah berusaha bekerja dengan baik"
"Awas saja kalau sampai saya mendapat laporan dari pak Erwin tentang kamu yang bekerja tidak baik, ku habisi nyawamu detik itu juga!" ancam Martha dengan sadisnya.
"Aku akan sangat berusaha untuk bekerja dengan baik"
"Pijit yang benar dan pakai tenagamu, bodoh!"
Tenaga Silvana benar-benar habis, tapi ia tidak bisa mengeluh di depan Martha karena percuma saja Martha tidak akan peduli.
"Sudah sudah, pijitanmu tidak ada rasanya. sana ke belakang, piring-piring kotor sudah menunggumu!" Martha menyingkirkan tangan Silvana dengan kasar.
"B-baik bu" Silvana pasrah.
Silvana langsung berjalan menuju dapur untuk mencuci piring. sesampainya di dapur, Silvana melihat bu Ayu sedang mencuci piring.
"Bu, kenapa kamu mencuci piring? biar aku saja, bu. ibu pergilah"
"Tidak apa-apa, Silvana. hari ini kamu sudah bekerja seharian, nak. biar ibu saja yang mencucinya"
"Tapi, bagaimana jika bu Martha tahu? ia akan marah padaku, bu"
"Kamu tenang saja, Martha tidak akan tahu. sekarang kamu ke kamar dan istirahatlah"
"Ibu..." Silvana mulai menangis.
"Kenapa kamu menangis? sudah, kamu segera pergi ke kamar lalu istirahat" Ayu mengusap lembut air mata Silvana yang luruh membasahi pipi mulusnya.
"Terimakasih, bu" Silvana tersenyum kecil kemudian memeluk Ayu.
"Iya, nak. istirahatlah dan besok pagi kamu harus kembali beraktivitas, kan"
"Iya, bu. aku sangat menyayangimu" Silvana mencium pipi Ayu.
"Begitupun sebaliknya, anakku yang cantik" Ayu tersenyum
manis begitupun dengan Silvana.
Walaupun Silvana hanya anak asuhnya, tapi Ayu sangat menyayangi Silvana sudah seperti anak kandungnya sendiri. itu alasan Mila membenci Silvana, dan karena itulah penderitaan Silvana bertambah.
Setelah berbincang dengan bu Ayu, Silvana langsung bergegas pergi menuju kamarnya. sebelum merebahkan tubuhnya, Silvana membersihkan diri terlebih dahulu sebelum kemudian merebahkan tubuhnya dan tidur untuk menyambut hari esok.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments