"Aku heran kenapa kamu begitu keukeuh untuk tetap tinggal disini, padahal aku suka menyiksamu setiap hari. kenapa kamu yakin kalau kedua orang tuamu masih hidup dan akan datang menjemputmu?"
"Karena hanya itu alasanku untuk tetap bertahan hidup"
"Kamu hanya akan mendapatkan kesia-siaan Silvana, hahaha"
"Udah bu, usir dia aja daripada terus-menerus jadi benalu disini" ucap Mila.
"Jangan bu, saya mohon"
"Tidak untuk sekarang, karena aku masih membutuhkannya" sahut Martha membalas ucapan Mila.
"Silvana, sekarang kamu harus ke rumah pak Erwin, dia membutuhkan asisten rumah tangga karena asisten di rumahnya sedang pulang kampung"
"Tapi kamu jangan mengharapkan gaji, karena upahmu sudah di bayar duluan padaku" sambung Martha.
"Iya, tapi aku masih bisa pulang kesini setiap hari kan bu?" tanya Silvana merasa was-was.
"Terserah, tapi kamu harus bekerja dengan benar dan jangan sampai membuatku malu. selain itu, kamu juga harus tetap membersihkan dan memasak untuk penghuni panti ini. tidak tahu bagaimana kamu membagi waktunya, intinya aku tidak mau tahu!"
"Baik, bu. asalkan aku masih boleh tinggal disini"
"Sudah, cepat berangkat sekarang, jangan sampai kesabaranku hilang dan berujung menghabisi nyawamu!"
"Iya, bu. aku berangkat sekarang"
"Cuci bajuku dulu" ucap Mila.
"Kamu belum mencuci baju?" tanya Martha kepada Silvana.
"Sudah, bu. tapi tadi Mila membawakan baju kotor lagi" jawab Silvana.
"Ya, berarti belum" timpal Mila.
"Cuci sekarang, jangan lama dan jangan sampai kamu telat ke rumah pak Erwin"
"Iya bu"
"Jangan cuma iya iya aja, tapi segera kerjakan!" bentak Martha.
Silvana langsung saja melenggang pergi ke kamar mandi untuk mencuci baju Mila yang sebenarnya tidak kotor, ia mencium bajunya masih wangi dan seperti belum di pakai.
"Mila, kamu pasti cuma mau bikin aku dimarahi bu Martha aja kan? baju bersih gini di suruh cuci" ucap Silvana seraya memegangi beberapa baju Mila.
Mila hanya mengedikkan bahunya acuh dan tak menjawab ucapan Silvana. tanpa kata, Mila langsung melenggang pergi meninggalkan Silvana yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi.
Silvana menghela nafasnya panjang, setelah Mila menghilang dari pandangannya, ia langsung masuk ke dalam kamar mandi.
Karena merasa bajunya masih bersih dan wangi, jadilah Silvana hanya membasahinya lagi dengan pewangi tanpa mencucinya agar cepat. setelah itu, Silvana langsung menjemur bajunya.
"Beres, deh. sekarang aku harus cepat-cepat ke rumah pak Erwin sebelum bu Martha marah lagi"
Silvana langsung bergegas pergi menuju rumah pak Erwin, rekan jauh bu Martha.
Perjalanan yang cukup jauh tanpa di beri ongkos, Silvana berjalan kaki bahkan sesekali berlari kecil agar segera sampai di rumah pak Erwin.
"Huhh, cape banget. mana masih jauh, kalo telat nanti aku kena marah lagi" gumam Silvana seraya berlari kecil.
Silvana terus berlari agar cepat sampai, ia tidak peduli dengan kakinya yang mulai terasa sakit karena yang ia pikirkan saat ini adalah bagaimana caranya agar cepat sampai di rumah pak Erwin. sepanjang perjalanan, Silvana terus berharap pak Erwin tidak sekejam bu Martha dan masih bisa memaklumi kedatangannya yang mungkin akan telat.
Beberapa menit berlarian, akhirnya Silvana sampai di rumah pak Erwin yang sebelumnya sudah bu Martha beri tahu lewat tulisan di kertas.
"Huhh, akhirnya sampai juga. apa benar ya ini rumahnya? huft, bu Martha memberiku alamat yang kurang jelas" keluh Silvana sembari memandangi rumah mewah yang menjulang di hadapannya.
Silvana memegangi pagar hitam sembari melihat kembali alamat yang Martha tulis di kertas yang ia bawa.
"Benar, ini sudah sesuai dengan alamat yang bu Martha berikan" gumam Silvana tersenyum tipis.
Silvana beralih memencet bel di samping pagar untuk memastikan apakah alamatnya benar atau salah.
"Selamat pagi"
"Ya, selamat pagi. ada apa ya?" tanya satpam di rumah tersebut.
"Maaf, pak. saya mau tanya, apa benar rumah ini rumah pak Erwin Gutawa?"
"Iya, benar"
"Di buka dulu pagarnya, pak. biarkan saya masuk dan menjelaskannya"
Setelah Silvana masuk dan menjelaskannya pada pak satpam, akhirnya Silvana di perbolehkan masuk ke dalam rumah dan bertemu pak Erwin.
"Selamat pagi pak Erwin"
"Ya, selamat pagi. kamu anak asuh Martha yang akan bekerja disini menggantikan asisten saya, benar?"
"Iya, benar pak. sebelumnya, saya mohon maaf atas keterlambatan saya hari ini" Silvana mengangguk segan.
"Iya, gapapa. sebaiknya sekarang kamu ke belakang dan tolong buatkan sarapan untuk saya dan keluarga saya, ya"
"Baik, pak"
Silvana langsung saja melenggang pergi ke belakang untuk segera melakukan tugasnya sebagai asisten rumah tangga.
"Syukurlah, pak Erwin baik. dia tidak marah karena aku terlambat datang" gumamnya dalam hati.
"Dan juga, semoga pak Erwin tidak bicara pada bu Martha soal keterlambatanku hari ini" gumamnya lagi seraya bernafas lega.
Setelah puas bergumam, Silvana langsung pergi menuju ke dapur untuk membuatkan sarapan keluarga pak Erwin. karena ia terbiasa memasak untuk penghuni panti, jadi tidak ada kendala apapun saat ia memasak.
Setelah selesai memasak, Silvana menata makanannya di atas meja makan dan menyiapkan semuanya termasuk peralatan makan, air, dan buah-buahan.
"Terimakasih. oh ya, siapa namamu?"
"Nama saya Silvana, pak"
"Oh ya, terimakasih ya Silvana"
"Tidak perlu berterimakasih, pak. ini memang sudah tugas saya"
Dalam hati, Silvana merasa bahagia dan bangga karena ini kali pertamanya ada orang yang mengucapkan terimakasih atas kerja kerasnya.
Tiba-tiba anak gadis pak Erwin turun dari tangga. ia bernama Vina, anak tunggal pak Erwin dan istrinya.
Vina menatap intens Silvana. "Siapa dia?" tanyanya pada pak Erwin.
"Asisten baru, pengganti bibi sementara"
"Oh, pembantu. ngapain disini? sana ke belakang!"
"Jangan gitu dong, Vina" tegur Zaskia, istri pak Erwin sekaligus ibu kandung Vina.
"Tapi dia bau" dengus Vina kesal pada ibunya.
"Silvana terimakasih, ya. kamu boleh ke belakang lagi" ucap Zaskia.
Silvana tersenyum tipis. "Baik, bu"
Kemudian Silvana segera pergi meninggalkan keluarga kecil itu menikmati sarapannya.
Seraya berjalan, Silvana mencium bajunya kanan dan kiri untuk memastikan ucapan Vina yang mengatakan bahwa dirinya bau.
"Memangnya aku se'bau itu, ya?" gumam Silvana bertanya dalam hati.
Karena merasa tidak enak di bilang bau dan takut akan membuat keluarga pak Erwin tidak nyaman, akhirnya Silvana memilih untuk mandi lagi.
*****
Di lain tempat...
"Vina, kamu jangan gitu dong" ucap Erwin pada putrinya.
"Kenapa emangnya, pa?" tanya Vina.
"Papa liat, dia bersih dan gak bau kok. masakannya juga enak, coba deh kamu cobain"
"Iya benar apa kata papa kamu, masakannya enak banget" timpal Zaskia seraya mengunyah makanannya.
"Apaan sih kalian ini, baru ketemu aja udah di puji-puji gitu!"
Silvana sebenarnya tidak bau, Vina hanya kesal saja karena baru kali ini ia melihat pembantu yang lebih cantik darinya.
"Kenapa gak bi Nani aja sih, pa?"
"Bi Nani kan sedang pulang kampung, jadilah Silvana yang menggantikannya untuk sementara waktu. lagian, kamu kenapa sih kok baru ketemu aja udah kayak gak suka gitu"
Tentu Vina gengsi jika harus mengatakan alasan yang sebenarnya. jadi, Vina hanya diam saja dengan bibir yang mengatup rapat.
"Udah, makan dulu. masakannya ini enak banget deh, mama aja sampe mau nambah lagi" ucap Zaskia untuk menghentikan obrolan anak dan suaminya.
"Gak, aku udah gak selera buat makan. aku mau langsung pergi aja!" sahut Vina seraya beranjak dari duduknya.
"Vin, sarapan dulu" ucap Erwin.
Vina tidak mendengarkan apa kata ayahnya, ia lebih memilih melanjutkan langkahnya tanpa menoleh kearah kedua orangtuanya yang masih duduk di kursi meja makan.
Vina memang sangat manja, mungkin karena dia anak satu-satunya. wajah Vina juga cantik meskipun tidak secantik Silvana dan juga bentuk tubuhnya yang agak berisi dengan lemak-lemak yang tersusun rapi pada tempatnya, membuat Vina terlihat sangat sexy.
"Anak kamu tuh, manjanya gak ilang-ilang" ucap Erwin pada istrinya.
"Dia anak kamu juga, pa"
Beberapa menit kemudian, sarapan pun selesai. Erwin dan istrinya benar-benar menikmati masakan yang di hidangkan oleh Silvana.
Tak lama, Silvana datang setelah selesai mandi untuk merapihkan meja makan dan mencuci alat makan yang kotor.
"Silvana, maafkan perkataan Vina, ya? dia sebenarnya tidak bermaksud apa-apa kok" ucap Erwin yang merasa tak enak hati atas perkataan putrinya beberapa menit yang lalu terhadap Silvana.
"Oh namanya Vina ya, pak. nama yang cantik. dan bapak tidak perlu meminta maaf karena tidak ada yang salah dengan perkataan Vina, justru saya yang harus meminta maaf kenapa bapak" jawab Silvana yang juga merasa tak enak hati karena di hari pertamanya ini, majikannya harus meminta maaf atas sesuatu yang tidak salah.
"Iya, sebenarnya dia baik kok. dia kayak gitu, mungkin karena lagi ada masalah aja" timpal Zaskia.
"Iya, bu. gapapa kok, saya mengerti" jawab Silvana sembari tersenyum manis.
"Kayaknya, kamu seumuran ya sama Vina? mudah-mudahan kamu bisa jadi temannya dia ya, karena dia sering bilang kesepian kalau kami sedang tidak di rumah" ucap Zaskia menatap Silvana dengan membalas senyumannya.
"Iya, bu. tapi maaf, saya tidak mau lancang berteman dengan anak majikan. posisi saya disini hanya sebagai asisten rumah tangga"
Erwin menepuk pelan pundak Silvana. "Jangan sungkan, ya. kita sama-sama manusia biasa ciptaan tuhan, jadi tidak ada yang membedakan apalagi hanya sebatas status sosial" ucap Erwin memberi sedikit pengertian.
Silvana tersenyum. "Pak, bu. terimakasih sudah baik kepada saya"
Zaskia dan Erwin tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Yasudah, sekarang kamu bisa langsung rapikan ini semua, ya" ucap Erwin.
Silvana mengangguk kemudian merapikan meja makan.
Silvana bekerja dengan hati-hati dan sangat baik, tangannya yang sudah terbiasa di paksa untuk membersihkan seluruh panti, jadinya tidak kaku saat membersihkan rumah pak Erwin.
Tanpa kenal lelah, Silvana terus melakukan tugasnya sebagai asisten rumah tangga tanpa melakukan kesalahan apapun supaya tidak membuat pak Erwin marah dan berakhir mengadu pada Martha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments