chapter 2. pergi saja Silvana

Dengan bingung Silvana terus melangkah menuju pasar. setiap langkah Silvana terselip rasa kebingungan bagaimana caranya mendapatkan uang untuk membeli bahan masakan, ia terus berjalan sampai ia menemukan rumah makan yang cukup ramai. ia menghampiri rumah makan tersebut dengan harapan mendapat pekerjaan.

"Permisi, bu"

"Mohon antri ya, nak. seperti yang lain"

"Tapi, bu. saya bukan ingin membeli"

"Terus mau apa? saya sibuk, jangan ganggu kalau tidak ada keperluan"

"Saya mau melamar pekerjaan, bu. apa saja yang penting saya dapat uang" Silvana memelas, berharap diberi pekerjaan.

"Oh, kebetulan sekali pegawai saya tidak masuk karena sakit. pelanggan juga sedang ramai, kamu bisa bantu-bantu saya melayani, ya"

"Beneran, bu?" Silvana tersenyum senang.

"Iya, sini cepat bantuin saya" jawab pemilik rumah makan itu yang tampak sibuk melayani para pembeli.

"Baik, bu"

Silvana dengan semangat membantu melayani para pembeli, ia sangat senang bisa mendapat pekerjaan secepat ini. tuhan memang tidak tidur, dan ia selalu menolong hambanya yang tengah kesulitan.

Silvana sibuk melayani para pembeli, ia belum istirahat sama sekali karena sejak tadi pembeli terus berdatangan tanpa kira-kira. ia mengelap keringat yang mengalir ke wajah menggunakan bajunya. Silvana bahkan belum makan dari pagi, tapi rasa laparnya hilang digantikan dengan rasa takut, ia takut tidak bisa membeli bahan masakan. sampai itu terjadi, Martha pasti akan sangat marah dan berujung mengusirnya dari panti. ia benar-benar tidak mau meninggalkan panti yang seperti neraka itu.

Hampir 3 jam Silvana sibuk melayani para pembeli. kini rumah makan tersebut sudah mulai sepi, iapun menghampiri pemilik rumah makan tersebut dan memberanikan diri meminta upahnya.

"Bu, maaf. pembelinya sudah tidak ada lagi, apa saya bisa mengambil upah saya sekarang?"

"Tapi saya tidak bisa memberi banyak karena kamu bekerja tidak sampai setengah hari. jika kamu bekerja sampai sore, maka saya akan memberimu upah satu hari full"

"Gapapa bu, saya butuh uangnya sekarang. berapapun yang ibu kasih, saya tetap berterimakasih sekali"

"Baiklah, saya hanya bisa kasih kamu 100 ribu saja. sebenarnya upah kamu 50 ribu, tapi saya merasa kamu anak yang baik dan saya tambahkan 50 ribu sebagai tip karena kamu sudah bekerja dengan baik dan juga cekatan membantu saya"

"Terimakasih, bu. saya sangat berterimakasih atas bantuan ibu"

"Kalau kamu butuh pekerjaan, kamu bisa datang kesini lagi. kerja kamu bagus dan saya suka, selain itu sepertinya kamu anak yang jujur"

"Iya, bu. sekali lagi terimakasih, saya tidak akan melupakan kebaikan ibu sama saya" Silvana tersenyum dan mengecup punggung tangan pemilik rumah makan tersebut.

Setelah menerima upahnya, Silvana langsung bergegas ke pasar. karena jarak rumah makan tersebut dengan pasar lumayan jauh, Silvana pun mencari ojek untuk mempercepat ia sampai di pasar.

Sampai di pasar, Silvana langsung membeli kebutuhan dapur secukupnya karena uang yang ia miliki hanya sedikit. terpenting sekarang, Silvana bisa memasak dan memberi makan penghuni panti. cukup atau tidak yang penting ia sudah berusaha sesuai kemampuannya.

Karena kehabisan uang, Silvana tidak bisa naik ojek. sisa uang yang ia belanjakan pun masih banyak yang belum terbeli. jarak panti dengan pasar sangat jauh, namun mau bagaimana lagi? ia harus berjalan kaki sambil membawa barang-barang belanjaannya.

Sesekali ia berhenti untuk beristirahat, bajunya sudah basah karena keringat tambah lagi ia belum makan sedari pagi jadilah tenaganya hanya sedikit. ia sudah tak kuat jika harus jalan lagi, ia mencoba memberhentikan mobil untuk di tumpangi tetapi belum ada yang mau memberinya tumpangan. hampir satu jam Silvana menunggu, akhirnya ia mendapatkan tumpangan dari mobil pengangkut pisang, Silvana duduk di belakang dengan tumpukan-tumpukan pisang.

*****

Sampai di panti, Silvana langsung berlari kecil masuk ke dalam. setelah di dalam, Silvana melihat Martha sedang makan makanan yang banyak sembari tertawa-tawa.

Tawa Martha terhenti saat melihat Silvana kembali dengan penampilan yang acak-acakan.

"Kamu sudah kembali, kenapa lama sekali? ku pikir kamu kabur. aku sudah membeli banyak makanan sebagai perayaan kepergianmu. tapi ternyata, kamu malah kembali" ucap Martha sembari bersidekap dada.

"Tapi, bu. ibu sendiri yang meminta saya untuk membeli bahan masakan ke pasar, ini aku sudah membelinya"

"Darimana kamu mendapatkan uang? menjual diri, ya? hahaha" tawa Martha terdengar menggelegar setelah melontarkan kata-kata hinaan.

Silvana menatap Martha dengan sangat marah, ingin sekali ia menampar wajahnya. ia sudah berjuang untuk mendapatkan uang agar bisa membeli bahan masakan, karena Silvana pikir Martha sedang tidak punya uang. tapi ternyata, itu adalah cara licik Martha agar Silvana pergi dari panti ini. Martha benar-benar asyik tertawa di atas penderitaan Silvana. tapi, mau semarah apapun Silvana, ia tidak bisa berbuat apa-apa apalagi sampai melawannya. Silvana memutuskan untuk masuk ke dalam kamar meninggalkan Martha yang masih asyik tertawa. sebenarnya ia sudah sangat lelah, bukan hanya fisiknya yang lelah, tetapi juga mentalnya.

Sampai di dalam kamar, Silvana langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang. ia memejamkan matanya di iringi dengan air mata yang juga luruh membasahi pipinya.

"Hiks, hiks...aku tidak mau menangis, aku tidak mau"

Silvana berbicara sendiri sambil mengusap kasar air matanya.

"Kenapa mata ini bodoh sekali? beberapa kali aku bilang jangan menangis, hiks hiks..."

Tak lama, terdengar suara ketukan pintu dari luar. sudah dipastikan bahwa itu Ayu yang sangat mengkhawatirkan kondisinya, apalagi ia pergi sejak pagi.

Tok...tok...tok

"Silvana, boleh ibu masuk, nak"

"Boleh, bu. masuk saja, aku tidak mengunci pintunya"

Setelah mendapat persetujuan, Ayu langsung membuka pintu kamar Silvana. Ayu melihat Silvana sedang merebahkan tubuhnya.

"Kemana kamu seharian, nak" Ayu duduk di sebelah Silvana.

Silvana bangun dan duduk di sebelah Ayu.

"Aku bekerja, bu. uang yang aku dapat di belikan bahan masakan, karena bu Martha menyuruhku ke pasar tanpa memberiku uang"

"Martha sudah keterlaluan sekali, dia malah membeli banyak makanan enak"

"Bu Martha sangat menginginkan aku pergi, bu. tapi aku masih ingin disini, aku ingin tahu sampai mana bu Martha menyiksaku, aku yakin bu Martha akan bosan dan akhirnya membiarkan aku disini menunggu sampai orangtua datang"

"Tapi, bagaimana jika Martha akan lebih keterlaluan?"

"Aku yakin, setiap orang memiliki sisi baik dalam dirinya walaupun hanya sedikit. setiap orang bisa berubah kan, bu?" Silvana menatap lirih Ayu.

"Ya, tapi tidak dengan Martha. ibu benar-benar sangat mengkhawatirkan keselamatanmu, Silvana"

"Aku akan baik-baik saja, bu" balas Silvana tersenyum tipis sembari memijit-mijit kakinya yang sakit.

"Ya ampun, kaki kamu. sebentar ya, ibu ambilkan obat" ucap Ayu khawatir setelah melihat kaki Silvana yang agak bengkak.

Lima menit kemudian, Ayu datang dengan membawa kain dan segayung air dingin serta obat pereda nyeri. Ayu mengompres kaki Silvana dengan air dingin sebelum kemudian membalurkan obat pereda nyeri. tanpa Silvana sadari, Ayu menangis hingga tetesan air matanya jatuh ke atas kaki Silvana.

"Ibu, apa ibu menangis?"

"Ibu takut terjadi apa-apa sama kamu, nak. ibu tidak bisa melindungimu jika itu terjadi, sekali lagi ibu minta, pergilah dari neraka ini, Silvana" jawab Ayu dengan suara yang lirih.

"Bu, lihat aku. aku tidak apa-apa"

"Mungkin iya untuk sekarang, tapi bagaimana dengan hari esok dan seterusnya? tidak ada yang bisa menebak apa yang akan Martha lakukan lagi padamu, nak"

"Ibu harus yakin sama aku, ibu yang tenang. sekarang, aku mau masak untuk makan malam, apa ibu mau membantu?" Silvana tersenyum manis dan tulus kepada Ayu.

"Iya, ayo ibu bantu" Ayu membalas senyum sembari mengusap air matanya, kemudian membantu Silvana berdiri.

Alasan Ayu selalu meminta Silvana untuk pergi bukan hanya karena Martha yang selalu menyiksa Silvana, tetapi Ayu mempunyai firasat buruk kalau Martha akan melakukan hal yang lebih kejam pada Silvana. tetapi Silvana selalu saja menolak dengan alasan ingin menunggu kedua orangtuanya.

*****

Selesai masak dan makan malam, Silvana bergegas masuk ke dalam kamarnya untuk mengistirahatkan tubuhnya. tubuhnya yang kian kurus karena kekurangan gizi dan selalu di paksa melakukan pekerjaan yang berat.

Silvana memegang kalung liontin yang sewaktu dirinya bayi di temukan Martha bersama dengan surat yang orangtuanya letakkan di samping keranjang Silvana, hanya kalung itu saja yang Silvana punya untuk melampiaskan rindu pada kedua orangtuanya.

"Ayah, ibu, kapan kalian datang menjemputku? kenapa sangat lama?" tanya Silvana dalam hati sembari menatap kalung liontin yang ia pegang.

"Ayah, aku sudah dewasa. jemput aku sekarang, bu"

"Aku tidak pernah membenci kalian yang sudah menitipkanku ke panti ini, karena aku yakin pasti kalian punya alasan, dan aku memaafkaan asal kalian cepat menjemputku"

Silvana terus saja berbicara dalam hati, sampai dimana ia memejamkan mata dengan sendirinya.

Terpopuler

Comments

X'tine

X'tine

Ini MC nya keras wataknya.. gak bisa di nasehati.. kapan bisa bahagia loe..

2025-01-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!