Jam sepuluh malam. Kami sampai di rumah yang katanya tempat berkumpulnya para istri. Rumah itu berkali-kali lipat lebih besar dan lebih megah dari rumah yang kutempati di Kediri. Aku menyebutnya Istana Putih, karena bangunannya bernuansa putih mutiara.
Pertama-tama kami memasuki pintu gerbang yang tinggi. Untuk menuju ke rumah bak istana itu kami melewati taman-taman juga kolam yang dipenuhi teratai. Banyak orang berjajar menyambut kedatangan kami. Sampai tepat di pintu utama rumah, mobil berhenti satu persatu dan kami keluar bersama. Selanjutnya mobil-mobil yang kami tumpangi mengambil parkir masing-masing di belakang rumah. Di pintu utama beberapa perempuan berpakaian seragam menyambut kami. Tunggu, ini sudah jam segini mereka masih menyambut kami, apa mereka tidak ngantuk?
Yang menarik adalah, di kanan-kiri kulihat hiasan-hiasan seperti dalam pesta, lalu ada banyak pekerja yang memasang inj itu di halaman. Kursi-kursi ditumpuk sedikit berantakan. Ada acarakah di sini?
Pintu rumah dibuka, dan masih disambut perempuan-perempuan berseragam, tiga perempuan berjaz hitam, dua laki-laki juga berjaz hitam dan dua wanita cantik. Apakah itu kedua istri Romo Djani? Melihat kedatangan kami, dua wanita cantik yang tadi duduk kini berdiri dan menghampiri kami.
"Alhamdulillah sampai rumah lagi" kata Romo.
Kedua wanita cantik itu mencium tangan Romo dan bercipika-cipiki dengan Mbakyu. Jadi jelaslah dia pasti marunya. Lalu kami semua duduk di kursi mewah empuk berwarna kuning keemasan.
"Alhamdulillah, terima kasih kepada semua keluarga saya, istri-istri saya, jam segini masih menyambut kami. Yah, saya hargai itu. Perkenalkan, istri baru saya, Azimah" Kata Romo.
Aku menganggukkan kepala. Diikuti dengan semua orang yang ada di situ.
"Samping saya ini, istri kedua saya, Jenny blesteran Bali-Belanda" Kata Romo menunjuk wanita cantik di sampingnya. Rambutnya hitam semburat cokelat dan dibuat curly, dandanannya menor, bajunya sedikit seksi. Mirip sekali dengan sosialita di tivi.
"Lalu sampingnya lagi istri saya yang ketiga, Lestari" Romo menunjuk sebelah Jenny. Dandanannya lebih natural, rambutnya panjang terurai. Pakaian tida terlalu seksi namun berkelas.
Yang menarik adalah perhiasan mereka yang tampak mahal.
"Mana Mehmed?" Tanya Romo.
Mendemgar pertanyaan itu, semua orang saling pandang. Lalu salah satunya berlari mencari keberadaan orang yang disebutkan tadi. Tak lama ia kembali.
"Mas Mehmed sudah tidur Romo" Katanya.
"Ha..ha..ha..anak itu tidak kuat kantuk. Bagaimana mau tirakat ha..ha..ha...."
"Itu Sinta dan Anisa, pemimpin para pelayan di rumah ini, juga Deni dan Bubu yang mengatur segala keperluan di rumah ini" Yang disebutkan memberi hormat padaku.
"Bune" Panggil Romo.
Mbakyu mengangguk. Oh, begitu rupanya panggilan seorang Romo kepada istri tertuanya.
"Ajari dia untuk adaptasi di sini" Lanjut Romo.
"Inggih Romo" Jawab Mbakyu.
"Yang lain segera istirahat, besok pagi kita punya acara yang besar" Setelah berkata demikian Romo beranjak menuju kamarnya diikuti yang lain.
"Mari Nyonya" Kata pemimpin pelayan yang bernama Sinta.
Aku menurut. Sinta membukakan pintu kamarku. Aku takjub, kamarku lebih besar dari kamar yang ada di rumah Romo sebelumnya. Ranjangnya besar dengan ukiran yang indah, di atasnya ada lukisan kaligrafi yang entah apa bunyinya, meja riasku lebar lengkap dengan make up dan segala ***** bengeknya. Kamar mandinya lebih luas dari ruang tamu di rumahku. Ada beberapa guci besar di sudut ruangan lengkap dengan bunga yang sepertinya langka. Di samping ranjang ada satu set tempat duduk empuk, tak lupa karpet mini di bawahnya. Televisi yang berada tepat di depan ranjang dengan ukuran lebar dan menempel pada dinding. Kamarku dilengkapi dengan ac, dan penghangat ruangan. Spot yang paling membuatku tertarik adalah balkon yang bisa melihat pemandangan di bawah sana.
Memang enak jadi istri orang kaya. Pantas saja ketiga wanita itu mau dimadu oleh Romo. Tapi aku? Aku tidak seperti mereka. Aku bukan orang yang tergiur oleh harta. Jika bukan karena orang tuaku, aku tidak mau menikah seperti ini.
Para pelayan sedang membereskan barang-barangku di kamar. Aku hanya duduk di ranjang menyaksikan mereka bekerja.
"Semua sudah selesai Nyonya, perkenalkan Ini Marni dan ini Tina, mereka ditugaskan untuk melayani Nyonya. Suruhlah mereka jika Nyonya membutuhkan sesuatu" Kata Sinta.
Aku mengangguk.
"Ada pertanyaan Nyonya?" Tanya Sinta.
"Ehm...apa pintu kamar itu bisa dikunci?" Tanyaku.
"Tentu Nyonya"
Syukurlah. Malam ini setidaknya alu bebas dari Romo. Aku takut jika dia meminta haknya.
"Sinta, siapa yang disebut Mehmed itu?"
"Oh Mas Mehmed adalah putra tunggal Romo, putra dari Nyonya Halimah"
Oh, jadi dia punya anak. Jadi penasaran, anaknya sudah seberapa, sudah kuliah atau sudah kerja? Mending aku sama anaknya saja kan.
"Kami permisi Nyonya"
"E... sebentar Sinta,..ehm...besok ada acara apa?"
"Oh... Romo tidak memberi tahu Nyonya? Besok perayaan pernikahan Nyonya dengan Romo, besok akan ada banyak tamu, jadi sebaiknya Nyonya segera istirahat"
Ya Tuhan, besok masih resepsi? Jijik rasanya harus bersanding dengan tua bangka itu. Apalagi harus memasang senyum penuh kegembiraan. Aku bukan artis yang jago akting, bagaimana bisa aku tersenyum dalam keadaan sedih begini.
Aku teringat buku catatan dari Ibu, disana ada banyak petunjuk tentang pernikahan. Kirasa aku perlu membacanya malam ini. Aturannya, satu hari mempelajari satu halaman agar bisa benar-benar kupahami. Oke baiklah. Kiambil biki warna ungu itu. Halaman depan tertulis 'untuk Azimah putriku'. Kubuka halaman selanjutnya.
'Sesuatu yabg telah terjadi adalah takdir, belajarlah untuk menerima takdir meskipun pahit'
Ya..ya..kenapa Ibu mesti menulis begitu. Bukankah aku sudah menerima, jika tidak aku pasti sudah kabur dengan Firman. Kubuka halaman selanjutnya. Aku tahu itu sedikit melanggar, tapi tak apa, aku ingin belajar lebih banyak malam ini.
'Pertama kau akan menjadi tamu. Maka berlakulah layaknya tamu, jangan sampai tuan rumah risih denganmu'
Oke... Pertama aku harus menerima ini sebagai takdir. Artinya aku tidak boleh memberontak karena hanya akan buang-buang tenaga. Ibu betul, lebih baik aku bersabar sambil terus menghindar. Ahh bukankah itu juga termasuk memberontak. Lalu kalimat kedua tentang menjadi tamu. Artinya aku harus bersikap manis kepada Romo dan ketiga istri lainnya. Terhadap istri yang lain aku bisa, tapi terhadap Romo, aku belum bisa memastikan. Jujur saja aku jijik sejak dia menikahiku.
Malam ini, akankah aku bisa tidur nyenyak tanpa bayang-bayang pria tua itu. Aku takut jika dia datang dan hendak bermalam pertama. Tapi apa dia tidak capek. Ah, mungkin hanya ketakutanku saja. Esok hari adalah perayaan pernikahanku dengan si tua itu. Bagaimana aku bisa pura-pura tersenyum menyambut para tamu.
Aku teringat Firman. Ah aku tidak bisa menghubunginya. Harusnya aku ikut dia saja. Aku tahu dia pasti akan melindungiku. Aku kenal Firman. Dia pasti bisa menyelesaikan masala keluargaku. Ah bodohnya aku. Nasi telah menjadi bubur kala kata pepatah. Aku sekarang di rumah asing ini. Aku sekarang tahanan. Tahanan kehidupan. Tahanan si tua itu. Aakkkhh.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
Astri Saraswati
Next
2022-01-03
0
Tara
Judulnya istri ke 13 Kan yach.. Tapi ini istri ke4.. Jadi tidak sesuai yach. Apa Salah kasih judul? 🤔
2021-07-11
5
vlaha
waiting 4 next chapter
2020-08-15
1