Bugh!! Bugh!!
Pukulan demi pukulan menghantam tepat pada kantung samsak berwarna hitam yang tergantung. Kantung samsak berisi pasir itu terombang-ambing, mempertanyakan apa salah dan dosanya sampai harus dianiaya lebih dari satu jam.
Biasanya pria itu hanya memukulinya selama lima belas menit setelah latihan angkat beban tiga puluh menit yang didahului dengan lari di atas treadmill selama tiga puluh menit juga.
Itulah yang ada di pikiran si kantung samsak, ia selalu setia menemani pria tampan itu memulai rutinitas pagi buta di ruangan gym pribadinya.
Si kantung samsak merasa sangat beruntung karena setiap pagi melihat tubuh atletis yang terpahat begitu sempurna berkat latihan intens.
Si kantung samsak merasa bahagia karena pria itu tiba-tiba makin menggila dan memukulinya bertubi-tubi begitu pria itu mengaktifkan gawai cerdasnya.
Bunyi pesan yang masuk secara brutal membuat pria itu menggila, memukuli kantung samsak hingga nyaris jebol.
Dan benar saja, kantung samsak itu akhirnya menyerah, tubuhnya terkoyak bersimbah pasir akibat pukulan dan tendangan yang semakin kuat.
"Sepertinya Anda punya bakat untuk menjadi atlet bela diri campuran setelah merusak lebih dari tiga kantung samsak dalam seminggu ini.”
Max, asisten pribadi Kris datang menghampiri sambil menyodorkan handuk.
Kris mengambil handuk dan menyeka keringatnya sambil menatap tajam ke arah Max.
"Max, rasanya aku sungguh akan gila! Tidak, aku benci menjadi gila!" geram Kris.
Kris masih menatap tajam pada Max.
"Kenapa malam itu kau biarkan Alex menemuiku? Kenapa kau tidak bersikeras melarang?" dengus Kris.
"Pak Kris, mohon maaf sebelumnya, bukankah saya sudah menjelaskan berkali-kali bahwa Alex sudah akan melompat dari atap jika Anda tidak datang menemuinya di sana," Max berusaha menenangkan Kris.
"Harusnya kau biarkan saja Alex melompat dari atap! Sehingga aku tidak perlu menghadapinya lagi!"
"Tapi Anda akan mendapat masalah lebih banyak lagi jika Alex sampai mati bunuh diri di depan Anda," Max membela diri.
"Ya, ya, lalu sekarang bagaimana denganku? Saat ini aku sedang menjadi topik utama pembicaraan di grup alumni sekolahku sebagai pria penyuka kaumnya sendiri!" gusar Kris.
"Anda cukup jelaskan kepada para tukang ghibah itu bahwa semuanya hanya salah paham," jawab Max diplomatis.
"Max, semakin aku berkelit, para tukang ghibah itu akan semakin memperkeruh keadaan!" Kris menyela.
"Tanpa penjelasan, keadaan semakin keruh," sahut Max.
"Lalu aku terpaksa harus menunjukkan pada mereka bahwa Alex bukanlah seorang pria dengan menikahinya! Oh, sungguh itu skenario terburuk, Max!"
"Saran saya, lebih baik Anda temui biang gosipnya, bicarakan baik-baik, minta dia untuk meminta maaf dan menarik semua gosip itu," ucap Max pada akhirnya.
"Huh? Bukankah kau lihat sendiri betapa keras kepalanya si biang gosip itu?"
Max mengangguk, entah sudah berapa banyak pesan dan panggilan yang dilakukan Max untuk menghubungi Kani.
"Apa perlu aku meminta pengacara agar wanita itu diundang oleh pengadilan?" tanya Kris.
"Saya rasa lebih baik dibicarakan dulu," jawab Max.
Max tidak bermaksud menghalangi bosnya mengirimkan pengacara untuk menuntut semua orang dalam grup alumni yang dengan sengaja menggunjing di depan orangnya langsung.
Jujur, Max harus mati-matian menahan tawa saat membaca semua komentar tentang bosnya yang diduga penyuka sesama jenis.
Cinta terlarang, justru lebih menantang.
Komentar itu benar-benar membuat Max jadi tertarik dengan Kani yang mampu membuat emosi Kris meledak-ledak.
"Di mana alamat wanita itu? Aku akan menemuinya, jadi, kosongkan jadwalku, Max," perintah Kris.
"Baik," jawab Max.
...*****...
Kris belum turun dari mobil mewahnya yang berhenti di depan sebuah ruko, tak jauh dari terminal keberangkatan bus antar kota.
Lokasi ruko itu berada di pinggir jalan utama sehingga banyak kendaraan berlalu lalang.
Tempat kumuh ini menjadi tempat persembunyian wanita jahat itu? Batin Kris.
Tok.. Tok..!
Seseorang mengetuk kaca mobil Kris, Kris menurunkan kaca mobilnya yang gelap.
"Permisi, tolong jangan parkir di depan sini, menghalangi jalan.”
"Oh, baik," kata Kris.
"Pak sopir, saya turun di sini," Kris berkata pada sopirnya.
Kris turun dari mobil, merapikan jasnya dan melangkah mantap memasuki ruko.
Di depan ruko terlihat orang-orang yang menunggu langsung menatapnya tanpa henti.
Kris menghampiri seorang penjaga loket.
"Ada yang bisa dibantu, Pak? Perkenalkan, nama saya Teguh," kata si penjaga loket.
Pria di hadapan Kris masih menunggu jawaban Kris.
"Apa bapak mau sewa mobil? Charter mobil ke luar kota? Atau mau tanya-tanya jadwal keberangkatan?" tanya Teguh.
"Ehem, saya mau bertemu pimpinan Anda," jawab Kris.
"Pimpinan?" tanya Teguh.
Kris menunggu saat Teguh terlihat berpikir.
"Bapak ini marketing dari bank apa? Marketing leasing yang mana?"
"Ehem, bukan," jawab Kris.
"Apa sebelumnya sudah janjian dengan bos saya?" tanya Teguh lagi.
"Belum," jawab Kris.
"Aduh! Gimana ya, Pak, bos saya biasanya tidak mau ketemu kalau tidak ada janjian," kata Teguh.
"Pak Teguh, bagaimana saya bisa membuat janji jika bos Anda tidak mau membuat janji dengan saya?"
"Hee?" Teguh terperangah.
"Karena bos Anda tidak menjawab telepon saya, makanya saya datang kemari," kata Kris.
"Kalau bos saya tetap tidak mau bertemu Anda?" tanya Teguh.
"Sampaikan padanya saya akan menunggunya, jika memang tidak mau bertemu, maka temui saya di pengadilan," jawab Kris diplomatis.
"Waduh!" ceplos Teguh.
"Tolong panggil bos Anda itu sekarang ya," ujar Kris.
"I-iya, tunggu sebentar, Pak," jawab Teguh.
Kris menunggu di lobi sambil mengabaikan tatapan dari para penumpang yang sedang menunggu.
Sebenarnya ada bangku panjang yang masih bisa digunakan untuk duduk, namun Kris lebih memilih untuk berdiri.
Kenapa wanita itu belum muncul juga? Apa dia sedang menguji kesabaranku? Batin Kris.
Teguh pun akhirnya muncul kembali di loket.
"Pak, tunggu sebentar ya, bos masih agak sibuk," kata Teguh.
Ekspresi Kris berubah masam, namun ia tetap berusaha menunggu.
"Pak, duduk saja dulu, berdiri terus apa tidak pegal?" tegur Teguh.
"Tidak apa-apa," sahut Kris.
Kris bolak-balik melirik jam tangannya, namun wanita itu belum juga muncul.
Hingga akhirnya wanita itu benar-benar muncul di depan loket.
"Kau..."
Kani mengabaikan kehadiran Kris dan justru menyambut kedatangan seorang pria paruh baya.
"Pak Suroto, akhirnya datang juga," sambut Kani dengan ramah.
"Iya, di jalan macet, Non," jawab pria paruh baya itu.
"Pak Suroto sudah makan? Atau mau minum kopi dulu sebelum berangkat?" tanya Kani.
"Tadi sudah, Non, saya langsung berangkat saja," jawab pria paruh baya itu.
"Baik, ini kunci mobil dan STNK-nya ya, Pak, hati-hati di jalan, selamat sampai kembali ke sini lagi ya," kata Kani ramah.
"Baik, Non, terima kasih.”
Kris menatap tajam ke arah Kani yang nampak mengabaikannya.
"Ehem, mau sampai kapan kau membuatku menunggu? Sungguh tidak sopan!" tukas Kris.
"Kalau tidak mau menunggu, pergi saja!" balas Kani dengan sengit.
Kris menghela napas berat, wanita ini kenapa tidak menyambutnya dengan ramah seperti menyambut pria paruh baya tadi?
"Baiklah, aku datang kemari dengan itikad baik, jadi, mari bicara baik-baik," kata Kris.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments