"Calon Istri?" Williams mengulang ucapan Oma Alexa.
"Iya, calon Istriku. Kenapa kaget gitu? biasa aja kali Will." balas Dave kemudian.
Pria itu seakan tidak percaya. Merasa aneh saja sih pikirnya. Kapan Dave berhubungan dengan wanita yang baru semalaman di lihatnya.
Wanita dengan manik mata hazel, yang mampu menarik minat hatinya. Benar saja, di mata Williams, Davina merupakan gadis pertama yang membuat hatinya tergerak.
Rasa penasaran tentang gadis yang tidak menyadari akan keberadaannya itu, sungguh sangat menggemaskan bagi Williams.
Kenapa tidak? biasanya para kaum wanita, meliriknya saja sudah sibuk salah tingkah. Sedangkan Davina? Melihatnya saja tidak.
'Kapan Dave berpacaran dengan wanita itu?'
Williams memang bingung, selama bersahabat dengan dirinya, pria pemilik tubuh sempurna di kalangan mata wanita itu, tidak pernah sekalipun melihat atau mendengar kalau Dave berpacaran dengannya.
Williams hanya tau, kalau Dave hanya berpacaran dengan Eccha. Meskipun dari keluarganya tidak ada yang setuju. Keluar Dave tidak suka, cucu tunggalnya menjalin hubungan dengan wanita dari kalangan artis.
"Jangan banyak berpikir Will. Gue di jodohi sama gadis ini. Kenapa? Lo setuju sama gue kan? Gak ada daya tariknya. Entahlah, Oma, Opa, Papa dan Mama-ku, meminta aku menikahinya. Meskipun Aku tidak mencintainya." Nada pria yang berdiri di depan ranjang Davina terdengar sangat angkuh.
Mau bagaimanapun dirinya menolak, keputusan sudah bulat. Dave tetap akan menikah di depan jenazah Ayah Davina.
"Jaga lisanmu Dave! Jika Davina mendengarnya, kesedihannya akan bertambah! Soal cinta itu gampang, kau akan mencintainya seiring jalannya waktu!"
Williams sedikit kesal dengan ucapan Dave. Setidaknya bagi Williams, Davina itu gadis yang memiliki aura baik. Jauh berbeda dengan Ecca. Seperti wanita penggoda dalam pikirannya.
"Kalau begitu, Williams pamit ya Oma, Dave. Aku mau ke kamar Wanda, sampaikan salam ku buat Davina." kata Williams hendak memutar tubuhnya.
Dengan langkahan cepat, Dave berjalan menangkap pundak Williams dan menahannya.
"Temani Aku, Will. Cuma kau saja yang bisa melihat pernikahan Ku. Biar ada saja temanku yang menyaksikan pernikahan paksa ini." tangan Dave melingkar di tengkuk leher Williams.
"Kau yakin? Nanti jika kau sempat jatuh cinta dengannya, jangan bilang kau khilaf." sindir Williams.
"Tidak akan pernah Will. Kau lihat saja nanti. Cintaku cuma buat Ecca seorang." bisik Dave ke kuping Williams.
Kedua sudut bibir Williams sedikit tertarik. Tidak lama, Davina tersadar. Suara kesedihannya kembali terdengar di telinga Williams.
"Ayah!" suara Davina serak, akibat tangisan sebelumnya.
"Davina, kamu harus sabar nak. Kita tau, kamu sedang kehilangan. Seenggaknya, kamu harus bersemangat. Memberikan yang terbaik untuk Ayahmu. Jika kamu seperti ini, menyakiti diri kamu sendiri, Ayahmu di sana juga tidak tenang Nak." Oma Alexa menyentuh lengan tangan Davina.
"Tapi Davina belum siap Oma. Davina cuma punya Ayah di dunia ini. Bagaimana bisa, Davina bersikap baik-baik saja." isak tangisnya pecah dengan tubuh yang benar-benar terguncang.
Williams kini mengerti, mengapa Davina sangat sedih sampai mau bunuh diri. Ternyata, Davina cuma tinggal sama Ayahnya.
'Pantas saja semalam dia menangis'
"Kau akan menjadi keluarga kami! Jadi kau tidak lagi sendiri!" Kata Dave dengan sedikit penekanan.
"Itu tidak sama! Aku saja tidak mengenalmu!" kata Davina sedikit berteriak.
"Kecilkan suaramu!" bentak Dave.
"Dave! Ada baiknya kau keluar, dan tunggu Papa dan Mamamu. Mereka sedang dalam perjalanan. Kau ini seperti tidak punya hati! Kau tidak pernah tau rasanya kehilangan! Oma pernah di posisi Davina. Kehilangan Ayah, pria pertama yang menjadi tempat tumpuan cinta dan kekuatan anak perempuan! Jadi, kau tidak akan mengerti itu." Oma Alexa berkata dengan emosional. Terbawa suasana, hingga butiran kristal tampak di ujung pelupuk matanya.
"Tapi Om—"
"Pergi dari sini! Persiapkan dirimu!" bentak Oma Alexa seraya mengusap air matanya.
"Ayo kita keluar." Williams menarik lengan tangan Dave.
Tiba di luar, koridor rumah sakit. Dave mengusap wajahnya. Sebenarnya dia sadar akan kata-katanya yang memang salah. Tidak pernah di lihatnya, air mata menggenang di kedua pelupuk mata wanita tua yang sebenarnya teramat dia sayangi.
"Kau sih keterlaluan Dave!"
Dave mendongan dan menatap ke Williams.
"Kau juga menyalahkanku?"
William mengedikkan bahunya.
"Kau itu memang gak pernah berpikar pakai logika ya Dave. Kau juga aneh, umurmu saja yang kian bertambah tua. Tapi pikiranmu, masih sama seperti anak-anak. Harusnya kau itu berpikir, Davina itu di tinggalkan Ayah kandungnya. Pria terhebat dalam hidupnya. Pelindungnya sejak kecil hingga besar. Dan juga, yang merawat dirinya sampai segedek itu Dave. Apa ada yang salah, dia menangis seperti itu? Ini sangat sederahana sekali menurut Aku. Tapi kenapa, kau itu tidak berpikir secara rasional." Williams sedikit menekan di perkataan akhirnya.
"Eheeemm... aku memang selalu salah di mata kalian semua!"
"Setidaknya, Kau berpikirlah secara dewasa. Sebelum Kau berucap ke orang lain dan menyakiti hati orang lain Dave."
"Iya.. iya.. Aku tau, kau lebih dewasa dari Aku." balas Dave mengakhiri. Dia bosan kalau terus-terusan di nasehati.
"Dave." suara Tuan Hezron Smith, Papa Dave tiba-tiba datang di ikuti rombongan lainnya, berjalan ke arahnya dan Williams.
"Papa." Dave bangkit dari duduknya di ikuti oleh Williams. Williams pun memberikan salam ke papa dan mama nya Dave.
***
Davina tidak bisa memilih. Gadis malang itu sedang di hadapkan dengan pilihan dan masalah yang tidak akan pernah di lupakannya.
Di depan jenazah Ayahnya, kata "SAH" akhirnya terdengar. Kini Davina sah menyandang status Istri dari Dave Smith. Anak tunggul dari pasangan Hezron Smith dan Alice Smith.
Davina menangis dengan sedihnya. Ruangan yang di berikan khusus, ke mereka, di penuhi dengan isak tangis Davina.
Hati Williams benar-benar terenyuh. Betapa malangnya nasib gadis itu. Mungkin dari pertemuan, Williams pertama kali.
Tetapi sang pencipta, menginginkan Davina untuk bersatu dengan pria yang di sebutnya sahabat. Meskipun karena sebuah perjodohan.
"Jangan menangis Nak." Mama mertua Davina menarik tubuh Davina yang entah bagaimana sekarang kondisinya. Davina benar-benar sangat hancur.
"Sayang, Mama akan menjadi tempat untukmu berbagi. Mama tau ini berat untuk kamu. Cobalah menjadi pura-pura tegar Nak. Kasihan Ayahmu di sana, dia tidak akan tenang melepasmu seperti ini. Sedangkan permintaan terakhirnya barusan kamu penuhi. Jadi, mari mencoba kuat nak." tangan yang lembut itu menepuk pundak Davin.
Dave biasa saja, dia merasa pusing. Davina gadis manja dan cengeng pikirnya.
"Kamu harus kuat Nak." Papa Dave mengusap lembut puncak kepala Davina yang sedang bertumpuh di atas pundak sang Istri.
Tidak ada jawaban dari Davina. Bibirnya membisuh. Keluhnya pun terkunci. Hanya sisa kegetiran yang bersarang dalam dirinya.
"Tolong berikan Aku waktu dengan Ayahku. Hanya Aku dan Ayahku." kata Davina setelah satu menit kemudian.
'Sampai kapanpun, cinta seorang Anak terhadap Ayahnya tidak akan pernah pudar. Sekalipun kematian memisahkan mereka. Selagi ada waktumu, berikan sedikit waktu ke pada orang yang kau sebut Ayah atau Ibu. Setidaknya, tanyakan kabarnya hari ini. Karena waktu itu singkat, sebelum waktu juga yang memisahkan dirimu dan mereka.' Davina Sutedjo.
Bersambung.
***
Kalau ada typo pagi besok saya edit ya..ini up nya jam 00:23 Am.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Marwati
sedih
2021-01-30
0
Anyyta
sedih bangeeettt... sampe nangis aku
kasihan Davina... untunglah mertua sama omanya baik
2021-01-08
0
AYRA
Nyesek
2020-12-22
0