Bersama di Bawah Langit yang Sama

Setengah jam kemudian, Cika sampai di apartemen Al yang terletak beberapa kilometer dari kantor Al. Cika dan Al meletakkan barang-barang di tengah ruangan. Dia memperhatikan apartemen Al dengan seksama.

Apartemen ini berbentuk minimalis dengan satu kamar yang memiliki luas sekitar 30-40 meter persegi. Interiornya di desain sangat efisien dan fungsional, sehingga meskipun ukurannya kecil, tetap terasa nyaman dan tidak terlalu sempit.

Cika sangat puas.

Cika memandang sekeliling dengan pandangan merenung. Di dalam apartemen terdapat satu kamar tidur yang dilengkapi dengan satu tempat tidur queen size, lemari baju, dan meja kerja. Selain itu, terdapat pula ruang tamu yang dilengkapi dengan sofa, meja kecil, dan TV. Dapur berada di satu sisi ruangan dan dilengkapi dengan peralatan memasak seperti kompor, kulkas, dan peralatan makan, serta meja kopi dan satu set meja makan empat kursi.

Cika mulai berkeliling ditemani oleh Al untuk mengenalkan seluruh ruangan. Kamar mandi dilengkapi dengan shower, wastafel, dan toilet yang terletak di luar kamar, di dekat dapur dan kamar tidur, sebuah lemari besar yang menyatu dengan dinding terletak di dalamnya.

Al membuka lemari kayu yang ternyata banyak sekali rak yang kosong, lebih dari 3/4 rak itu kosong, "kamu bisa mengatur pakaian mu disini," ujar Al sembari menunjukan 1/3 bagian lemari yang telah dia isi dengan pakaian dan perlengkapan nya.

Cika mengangguk setuju, Al membantu Cika menaruh koper serta bawaan di depan lemari.

Apartemen ini juga dilengkapi dengan balkon kecil yang bisa digunakan untuk menyimpan tanaman atau duduk-duduk menikmati pemandangan sekitar. Namun, Cika tidak menyangka untuk seorang Al mengurus balkon dengan baik. Cika melihat satu set kursi santai serta rak sayuran dan beberapa pot tanaman di balkon.

Cika mengangguk setuju dengan tempat tinggalnya kini. Selain itu, apartemen terletak di tempat yang praktis, dekat dengan pusat kota, dan tidak memerlukan banyak ruangan.

Namun, yang jadi masalahnya sekarang bagaimana pembagian tempat tidur - apakah mereka akan tidur seranjang? Atau haruskah dia tidur di sofa?

Cika melirik buku nikah yang kini tersembunyi di dalam tas kecilnya. Dia tidak berani membahas mengenai pembagian tempat tidur untuk sekarang jika Al tidak memulai duluan, karena dia sudah berjanji setelah keluar dari KUA tadi, Al akan mengambil alih keputusan untuk mereka.

"Bagaimana? Ini adalah tempatku. Untuk pembersihan, dilakukan oleh petugas kebersihan setiap Senin, Rabu, dan Jumat. Kamu tidak perlu repot." Al menyerahkan kartu ATM kedua miliknya pada Cika, "Ini untukmu, gunakan semaunya. Dan lusa, bersiaplah bertemu dengan orangtua serta keluargaku."

Cika mengangguk dan mengambil ATM yang Al serahkan sambil menatap Al dengan tatapan tidak bisa berkata-kata, karena pengaturan Al yang di luar ekspektasinya.

Cika dan Al duduk berhadapan. Di atas meja di antara mereka terdapat proposal yang pernah ia beri pada Al.

"Saya sudah menandatanganinya. Mulai sekarang, selamat bekerja sama."

Cika mengangguk. Dia menjabat uluran tangan Al, "Selamat bekerja sama."

Cika menatap Al dan menunggunya mengungkit pembagian tempat tidur atau kamar. Namun, dari ruangan satu kamar ini, dia jadi tidak yakin apakah mereka akan tidur seranjang dan berbagi kamar atau harus tidur di sofa.

Al melupakannya sampai ia keluar dari apartemen. Dia tidak mengungkit masalah itu sama sekali, dan hanya mengingatkan Cika untuk bertemu orangtua serta keluarganya pada hari Minggu sebelum pergi sekali lagi.

Cika mendesah pelan sambil menatap ruangan berdinding putih dengan peralatan yang didominasi oleh warna krem, coklat, dan hitam dengan helaan nafas panjang.

"Jadi, kami tidur seranjang? Dan berbagi kamar mulai sekarang? Tapi, bukannya dia mengakunya gay? Atau dia sebenarnya tidak gay? Hanya alasan untuk cewek yang waktu itu di kafe? Bagaimana ini?" Cika sangat bingung, jujur saja, dia tidak pernah siap dengan pernikahan ini. Jika tidak terdesak dan terjebak di kota ini, dia mungkin akan melajang sampai beberapa tahun ke depan.

"Mungkin dia hanya tidak ingin dicurigai oleh orangtuanya? Jadi, coba berpikir positif, Cika!"

Cika mengatur perasaan serta pikirannya selama beberapa saat, lalu mulai membereskan barang-barangnya, memasukan baju dan perlengkapan kedalam lemari.

Pakaiannya tidak banyak, dia hanya membawa beberapa baju dari kampung yang lain dia tinggalkan di rumahnya, lalu selama berada di jakarta dia membeli enam pasang baju kerja lagi.

Menurut pengaturannya Cika meminta pada sang bibi untuk menyewakan tiga kamar saja dan menyisakan kamar dia dan orangtuanya.

Agar barang-barang mereka tidak hilang, juga menutup gudang belakang yang isinya peralatan rumah lamanya dan mengosongkan ruang tamu serta dapur dan ruangan lain yang akan disewakan.

Sebelum pergi untungnya dia telah membereskan nya, kunci kamar berada ditangannya, namun itu percuma saja dia tidak bisa pulang.

Cika bersyukur sertifikat tanah ada di tangannya dan semua surat berharga serta barang-barang berharga telah ia simpan di bank di kampungnya.

Cika kembali menghembuskan nafas kesal sembari melanjutkan acara beberesnya.

***

Jam 11 malam, Al pulang. Dia memasuki apartemen seperti biasa, melepas dasi serta pakaiannya dengan santai, berjalan di sekitar ruangan dengan celana pendek serta bertelanjang dada.

Sepuluh menit kemudian, dia keluar dari kamar mandi hanya dengan selembar handuk melilit pinggangnya. Al merasa aneh dan seolah telah melupakan sesuatu, sampai suara batuk kecil menginterupsi pikirannya. Dia berpaling ke arah meja makan dan melihat Cika berdiri mematung dengan segelas air dipegang olehnya yang tinggal setengah.

Keduanya saling memandang, keterkejutan tampak di mata masing-masing, namun Al dengan cepat tenang. "Kamu terbangun?"

Cika berpaling ke arah lain, lalu mengangguk.

"Itu, aku kembali ke kamar!" Setelah mengatakan itu, Cika berjalan dengan kaku ke arah kamar, seolah kabur dari suasana ambigu.

Al menggaruk hidungnya dengan perasaan malu, dia melupakan orang tambahan di rumahnya, yaitu istri kontraknya.

Al melihat sekeliling, dia mendapati beberapa barang tambahan di rumahnya, dan tersadar bahwa kini dia tidak sendirian lagi. Ruangan ini memiliki pemilik baru yang akan berbagi dengannya.

Al membereskan kekacauan di pikirannya dengan cepat.

Cika menarik selimut sampai ke dadanya, dia mencoba menutup mata dan menenangkan pikirannya.

Al muncul dengan piyama hitam dan celana selutut, Al melirik ke arah ranjangnya lalu pada Cika yang sudah menutup mata seolah tertidur. Al ingin sekali mengutuk dirinya.

Dia lupa mengenai pembagian tempat tidur. Dulu dia pikir dengan memiliki apartemen kecil ini cukup untuknya, lagipula dia tidak sering beraktivitas di sana. Namun, ruangan yang dia rasa cukup menjadi tidak pasti sekarang.

Al melirik ke arah seluruh ruangan. Selain ranjang yang berukuran agak besar dengan jarak yang cukup untuk memisahkan mereka, benda lain di ruangan tidak cukup nyaman untuknya. Sofa kecil untuk dia yang memiliki panjang 178 cm bahkan kakinya saja tidak muat untuk berselonjoran di sana. Tidur di kursi kerja? Pasti tidak. Al memusatkan perhatian pada balkon di mana satu set kursi santai terletak, namun niat itu dia urungkan karena di luar pasti banyak nyamuk dan lain-lain. Dia tidak ingin menyakiti badannya sementara besok dia harus bekerja.

Lagipula, dia tidak bisa selamanya tidur di sofa atau kursi selama mereka masih menikah, dan pasti akan ada kesempatan untuk mereka harus tidur bersama. Jika dipikir, toh hal itu juga akan terjadi, mau sekarang atau nanti, mereka bisa membiasakannya saja. Setelah memikirkan itu, Al dengan tenang berjalan ke sisi ranjang dan tidur di samping Cika.

Sebuah bantal guling menjadi pembatas untuk mereka, walau masih ada jarak yang cukup diantara mereka.

Al pikir dia tidak akan bisa tidur karena itu, namun dia meremehkan badannya yang lelah karena seharian bekerja. Tidak lama, alam bawah sadar menyambutnya.

Cika menghembuskan nafas lega saat mendengar deru nafas Al yang sudah stabil. Dia membuka matanya dan melirik ke samping.

Al terlelap di sisi Cika, dia kira Al akan mempermasalahkan masalah tidur bersama, namun sampai sekarang tidak terjadi. Cika pikir Al setidaknya akan mengungkitnya setelah lama berpikir, ternyata dugaannya kembali salah. Apa Al memang berniat begini? Agar mereka tidur bersama?

Cika membalikkan badannya perlahan menghadap ke arah Al sambil menatap wajah tidurnya.

"Tampan juga," gumamnya, "tidak seperti di internet, dia lebih tampan di aslinya," bisiknya lagi.

Cika tersenyum. Untungnya Al mau menerima proposalnya, atau dia tidak tahu harus berbuat apa. Mungkin dia akan menyerah dan menyetujui rencana mantan bosnya untuk menjadi simpanan, atau menjadi gelandangan setelah menghabiskan semua sisa gajinya.

"Terima kasih, aku akan berusaha membuatmu tidak menyesali pilihanmu," bisiknya sambil tersenyum dengan tekad di matanya.

Terpopuler

Comments

Kevin Wowor

Kevin Wowor

Author, chapter baru kapan? Saya ketagihan nih!

2024-09-15

2

lihat semua
Episodes
1 Tawaran Tak Terduga di Cafe Glossy
2 Jangan Menyesalinya
3 Bersama di Bawah Langit yang Sama
4 “Takdir di Balik Kontrak”
5 Syukuran dan Sebuah Pengakuan
6 Rasa yang Belum Bernama
7 Status yang Menggantung
8 Bukan Rumahku, Tapi Rasanya Seperti Rumah
9 Antara Cinta dan Profesionalitas
10 Hati yang Bersembunyi
11 Rahasia yang Tak Ingin Dibuka
12 Luka dari Masa Lalu
13 Jarak yang Tak Tertulis
14 Pelindung yang Tak Diundang
15 Jarak yang Menyayat
16 Tanda Tanpa Kata
17 Rahasia yang Terkuak
18 Antara Karier dan Hati
19 Di Ujung Pilihan
20 Kontrak yang Dilanggar
21 Belajar Menjadi Istri, Belajar Menjadi Suami
22 Mimpi dan Jalan Tengah
23 Surat dari Masa Lalu
24 Menyambut Pagi, Menyusun Hari
25 Dua Dunia, Satu Hati
26 Saat Kita Bertengkar
27 Kehilangan Kecil, Luka yang Tak Terduga
28 Kalau Kita Siap, Kita Bisa
29 Tamu dari Masa Lalu
30 Rumah yang Ramai
31 Ujian yang Tak Diduga
32 Mimpi yang Dipilih
33 Menanti Hadirnya Cinta Kecil
34 Lahirnya Seseorang Bernama Kita
35 Pelan-Pelan Jadi Orang Tua
36 Rumah Ini Bertumbuh
37 Luka Lama yang Kembali
38 Kembali ke Akar
39 Surat dari Masa Lalu
40 Antara Kota dan Kampung
41 Keputusan Dua Arah
42 Toko Buku, Kafe, dan Kelas Cerita
43 Epilog — Rumah yang Kita Bangun
44 Season 2 — Bab 1: Pelan-Pelan Tapi Jauh
45 Season 2 — Bab 2: Jarak yang Kita Biarkan
46 Season 2 — Bab 3: Sesederhana Duduk Berdua
47 Season 2 — Bab 4: Di Antara Sisa Waktu
48 Season 2 — Bab 5: Mengantar, Menunggu, Menerima
49 Season 2 — Bab 6: Di Hari Ketika Aku Rindu
50 Season 2 — Bab 7: Yang Tak Dikatakan, Tapi Terasa
51 Season 2 — Bab 8: Pulang Pelan-Pelan
52 Season 2 — Bab 9: Ada yang Tumbuh di Antara Diam
53 Season 2 — Bab 10: Sebelum Kata 'Maaf' Jadi Terlambat
Episodes

Updated 53 Episodes

1
Tawaran Tak Terduga di Cafe Glossy
2
Jangan Menyesalinya
3
Bersama di Bawah Langit yang Sama
4
“Takdir di Balik Kontrak”
5
Syukuran dan Sebuah Pengakuan
6
Rasa yang Belum Bernama
7
Status yang Menggantung
8
Bukan Rumahku, Tapi Rasanya Seperti Rumah
9
Antara Cinta dan Profesionalitas
10
Hati yang Bersembunyi
11
Rahasia yang Tak Ingin Dibuka
12
Luka dari Masa Lalu
13
Jarak yang Tak Tertulis
14
Pelindung yang Tak Diundang
15
Jarak yang Menyayat
16
Tanda Tanpa Kata
17
Rahasia yang Terkuak
18
Antara Karier dan Hati
19
Di Ujung Pilihan
20
Kontrak yang Dilanggar
21
Belajar Menjadi Istri, Belajar Menjadi Suami
22
Mimpi dan Jalan Tengah
23
Surat dari Masa Lalu
24
Menyambut Pagi, Menyusun Hari
25
Dua Dunia, Satu Hati
26
Saat Kita Bertengkar
27
Kehilangan Kecil, Luka yang Tak Terduga
28
Kalau Kita Siap, Kita Bisa
29
Tamu dari Masa Lalu
30
Rumah yang Ramai
31
Ujian yang Tak Diduga
32
Mimpi yang Dipilih
33
Menanti Hadirnya Cinta Kecil
34
Lahirnya Seseorang Bernama Kita
35
Pelan-Pelan Jadi Orang Tua
36
Rumah Ini Bertumbuh
37
Luka Lama yang Kembali
38
Kembali ke Akar
39
Surat dari Masa Lalu
40
Antara Kota dan Kampung
41
Keputusan Dua Arah
42
Toko Buku, Kafe, dan Kelas Cerita
43
Epilog — Rumah yang Kita Bangun
44
Season 2 — Bab 1: Pelan-Pelan Tapi Jauh
45
Season 2 — Bab 2: Jarak yang Kita Biarkan
46
Season 2 — Bab 3: Sesederhana Duduk Berdua
47
Season 2 — Bab 4: Di Antara Sisa Waktu
48
Season 2 — Bab 5: Mengantar, Menunggu, Menerima
49
Season 2 — Bab 6: Di Hari Ketika Aku Rindu
50
Season 2 — Bab 7: Yang Tak Dikatakan, Tapi Terasa
51
Season 2 — Bab 8: Pulang Pelan-Pelan
52
Season 2 — Bab 9: Ada yang Tumbuh di Antara Diam
53
Season 2 — Bab 10: Sebelum Kata 'Maaf' Jadi Terlambat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!