Sepeninggalan Dara, Ervan terpaku sejenak. Masih dia rasakan bagaimana gadis itu memeluknya dengan erat. Masih terasa di ingatannya gadis itu menangis, seperti ada kerinduan yang mendalam.
Ervan membuka jasnya, kaget kemeja dalamannya basah. Dia menebak itu air mata gadis tadi.
"Aduh, Tadi siapa namanya?" Dia mencoba mengingat. Matanya tertuju pada berkas di meja.
"Andara Danuarta," ucapnya lirih. "Nama yang cantik. Ah, kau kenapa Ervan, baru begitu saja sudah memuji gadis lain." Ervan duduk kembali ke meja kerjanya. Membuka berkas dari Andara.
"Kak Panca!"
Aaaaarhhhhhg!
Kenapa aku malah teringat dia? bisa jadi hanya modus untuk cari muka sama aku. Biasalah cewek-cewek sekarang.
Ervan memandang ke jendela ruang kerjanya. Kebetulan berada di lantai tiga. Sesekali melirik ke arah tim bekerja. Tak ada Dara, apa mungkin gadis itu di ruang lain.
"Ada apa, Pak?" tanya Ika selaku sekertaris pak Hendro.
"Kamu jadi ikut ke Bali?" tanya Ervan.
"Sepertinya saya tidak bisa ikut, Pak. Saya ada urusan keluarga, tapi kalau urusan Fashion bapak bisa ajak Andara. karena ini memang bidangnya." Kata Ika terkesan merekomendasikan Dara.
Sepeninggalan Ika, Ervan menyunggingkan senyuman. Dia punya rencana bagus, lalu meminta Ika memanggil Dara ke ruangannya.
...*****...
Dara mencoba fokus pada laptop yang ada di depannya. Namun pikiran masih berputar pada kejadian memalukan tadi.
Bagaimana bisa Dara main asal memeluk Pak Ervan hanya karena parfum mereka sama padahal sudah jelas kalau mereka pasti mereka berbeda, bukan orang yang sama.
Wajah pria itu memang tidak mirip. Sampai-sampai bibir Dara tak mampu berkata apa-apa selain, memberikan pujian terhadap Pak Ervan yang jauh lebih tampan dari mendiang kekasihnya.
Dara merasakan kalau cacing di perutnya berdemo. Dia beranjak meninggalkan meja kerjanya. Beberapa rekan kerjanya sudah meninggalkan bangku kerja mereka. Hanya masih ada satu atau dua yang tersisa termasuk dirinya.
Gawainya bergetar di kantong celananya. Dara langsung mengangkat telepon dari mamanya. Dia memasang headset di telinga agar bisa sambil bekerja.
"Nak, kamu besok bisa cuti kan?" tanya mama Vira.
"Belum tahu, Ma. Tapi aku usahakan." kata Dara.
"Nak, mama mau ngomong soal ...."
"Ma, nanti dulu ngomongnya. Aku harus ketemu bos." Dara langsung menutup teleponnya.
Sudah dia tebak kalau mamanya pasti menyusun kencan buta lagi. Dan dia tidak mau ikut yang seperti itu.
Ting!
Tadi papanya Panca minta kamu datang awal sebelum acara peringatan kematian Panca dan mamanya. Mama cuma mau menyampaikan itu saja. Kamu sudah keburu tutup telepon.
Pesan mama Vira.
"Maafkan aku, Ma. Tadi keburu suudzon sama mama." ucap Dara lirih. Dia tidak membalas pesan mamanya. Hanya bisa bicara dalam hati saja.
Dara masuk ke dalam ruangan pak Ervan mengutarakan keinginan untuk libur besok. Dia menghormati Panji sebagai orangtuanya Panca. Apalagi setelah kematian Panca, Tante Echa drop dan meninggal dunia.
"Assalamu'alaikum, Pak Ervan. Saya minta maaf atas kejadian tadi. Saya hanya teringat sama mendiang tunangan saya yang parfumnya sama dengan Parfum anda.
Dan saya minta izin cuti untuk besok. Karena ada urusan keluarga." ucap Dara.
"Tadi papa saya bilang kamu yang paling bagus di kantor ini. Saya mau kamu temani saya besok ke acara pembukaan cabang di Bali."
"Saya bukan sekertaris bapak, kan ada Ika yang sekretaris pak Hendro. Kenapa harus saya?" ucap Dara.
"Karena kamu yang berkompetensi di sini. Itu kata papa saya alias pak Hendro. Kalau kamu menolak berarti apa yang di bilang pak Hendro tidak terbukti. Dia sudah mempercayakan orang yang salah. Dan saya bisa menurunkan jabatan kamu sekarang." ancam Ervan.
"Hanya karena anda anak atasan saya lalu bisa seenaknya menurunkan jabatan saya. Dan kamu kira saya bisa di posisi ini hanya ongkang-ongkang kaki seperti anda." Dara berani mengutarakan pendapatnya walaupun di depannya anak bos nya.
"Apakah kalau kamu tidak datang acara itu tidak berlangsung? Enggak kan, jadi saya tidak terima permintaan cuti kamu. Silahkan kembali karena saya masih banyak kerjaan." kata Ervan.
Dara menutup pintu ruang kerja Ervan dengan kasar. Sang pemilik ruangan hanya menyunggingkan senyuman penuh arti. Dia kembali fokus dengan pekerjaannya saat ini.
Sementara Dara sudah sampai di ruang kerjanya menghempas tubuhnya diatas kursi. Wajahnya terlihat kesal ketika keluar ruangan Bos Ervan.
Ika melihat hal itu hanya tertawa kecil. Sepertinya gadis itu sudah menebak endingnya. Dengan gaya santainya Ika menggoda Dara.
"Bagaimana bos baru kita?" tanya Ika.
"Nyebelin! Aku nggak boleh cuti sama dia. Padahal besok peringatan kematian kak Panca. Aku tidak enak sama Om Panji untuk menolak datang ke sana." keluh Dara.
"Alasannya?"
"Alasannya karena aku di minta menemani dia pembukaan cabang di Bali. Lah kan ada kamu sekretaris pak Hendro, kenapa mesti aku, coba!" keluh Dara.
"Lagian dia udah mendiang. Kenapa kamu masih berurusan sama keluarganya. Nanti pas kamu punya pasangan pasti minta persetujuan mereka. Udah nggak usah datang. Aku tidak bisa ikut ke Bali, ada urusan keluarga." kata Ika.
"Jadi aku mau kamu jadikan tumbal!" omel Dara. Mengeluarkan kedua bola matanya.
"Dar, please. Gaya lo, bikin arwah Suzanna minder."
"Kok bawa Suzanna? emang gaya gue kenapa?"
"Lebih serem dari Suzanna!" Ika langsung ngacir sebelum dapat reaksi lebih parah dari temannya.
"Ikaaaaaa!" pekik Dara.
Ika berlari sambil menjulurkan lidahnya.
"Ya Allah, aku harus bagaimana? apa yang harus aku jelaskan sama Om Panji." Dara mengacak rambutnya. Dia tidak mungkin membatalkan kedatangannya. akan tetapi dia tidak berani membantah perintah atasannya.
"Ini semua gara-gara kecerobohan aku. Kalau saja tadi tidak main peluk pak Ervan, mungkin akan beda ceritanya. Ya, Allah wangi tubuhnya sama dengan kak Panca. Apalagi kalau jadi ikut ke Bali? Ah, tidak aku bilang sama pak Hendro soal ini." Dara terus gelisah mondar mandir di ruang kerjanya.
Jam istirahat sudah tiba, Dara memilih memesan makanan melalui jasa online. Dia lagi malas kemana-mana. Dia harus mengirimkan contoh desain set dress dan aksesorisnya pada pak Ervan.
Tak lama Ika datang menyampaikan pesan pak Ervan.
"Dia panggil aku lagi?" Dara masih tidak percaya. Baru tadi beradu argumen sekarang mau di apakan lagi.
"Udah, temui saja." Ika berlalu sambil menepuk bahu Dara.
"Apa lagi ini?" batin Dara.
Andara Danuarta
Dara masuk ke ruangan pak Ervan. Di sambut wajah masam pria itu. Dara pun tak mau kalah memasang wajah aestheticnya.
Ervan mempersilahkan duduk, sambil menyerahkan berkas yang dia pelajari tadi.
"Kau tahu ini perusahaan retail bergengsi, tapi hasil kerjamu malah sama seperti yang ada di Tanah Abang. Apa ini yang mau kamu persentasikan ke kancah internasional! Hah!"
"Tapi ini sudah persetujuan pak Hendro." kata Dara tidak mau kalah.
"Sekarang saya yang berada di sini. Bukan pak Hendro, kamu ikuti aturan saya. Selesaikan ini baru boleh pulang. Kalau perlu kamu lembur. Sekarang silahkan kamu keluar." usir Ervan.
Dara melototi Ervan dari belakang. Tangannya hendak mengepalkan ke arah atasannya. Ervan kembali berbalik sedangkan Dara langsung lari terburu-buru.
Ervan hanya tersenyum kecil melihat kelakuan Dara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Selviana
Vote untuk author nya supaya lebih semangat lagi, sampai sini dulu ya kak.
2024-11-04
0
FT. Zira
ninggalin jejak 3🌹 dulu buat ka author
2024-11-05
0
Indah MB
blom apa apa udah buat Dara naik sasaknya 🤣🤣🤣
Berharap Menjadi Milikmu mampir
2024-11-08
0