Malam hari yang mencekam, terasa begitu sunyi. Bahkan suara gemuruh petir beberapa kali terdengar bersahutan. Angin kencang berhembus kencang, seolah-olah siap untuk menerbangkan apa saja yang ia lalui. Kilatan kilatan cahaya putih tampak sesekali muncul di kegelapan malam. Hawa dingin menyeruak, menusuk hingga sumsum tulang.
Halimah duduk seorang diri, menatap api kecil yang menyala pada sumbu lampu minyak miliknya. Api itu tampak meliuk-liuk karena hembusan angin yang cukup kencang meskipun sudah tertutup semprong. Listrik mati sejak petang tadi. Membuat desa yang terpencil itu seolah mati tak berpenghuni.
Tok.... tok.... tok....
Beberapa kali terdengar suara ketukan di pintu depan rumah milik wanita tua tersebut. Halimah terhenyak, pikirannya melayang. Memikirkan siapa yang bertamu malam-malam seperti ini. Di tambah rintik hujan mulai turun membasahi bumi. Aroma tanah basah menyeruak, masuk ke sela-sela indra penciuman. Tanah yang tandus dan gersang karena sudah terlalu lama tak tersentuh air hujan kini tampak basah.
Halimah mencoba mengabaikan ketukan itu. Ia mengira, seseorang tersebut telah pergi meninggalkan kediamannya. Namun rupanya anggapannya salah. Suara ketukan itu kembali terdengar, bahkan hingga beberapa kali.
"Siapa?" untuk yang kesekian kalinya Halimah menanyakan siapa yang saat ini berada di luar rumahnya. Namun sekalipun ia tak mendengar jawaban dari sana.
Halimah mencoba mengabaikan sesuatu di luar sana. Ia memilih untuk kembali dan duduk di tepian dipan satu-satunya yang ia miliki di ruang tengah. Dipan yang sering ia gunakan untuk tempat meletakkan makanan setelah selesai ia masak. Dipan itu juga satu-satunya tempat ia mengistirahatkan tubuhnya yang renta saat malam tiba.
Halimah mencoba memejamkan matanya. Bayang-bayang kejadian tadi malam mengusik pikirannya. Bahkan pemandangan yang ia lihat tepat di depan matanya itu seolah-olah membuat dunianya berhenti berputar saat itu juga.
Murdi dan Prapti yang selama ini berhubungan baik dengannya, bahkan sehari sebelumnya mereka masih mengobrol setelah Halimah memberikan daun pucuk ubi untuk sepasang suami istri itu makan. Namun dua orang yang sudah berusia belum terlalu senja itu kini telah terbujur kaku dan terkubur di bawah dinginnya tanah basah akibat sumpah pocong yang di lakukan pada keduanya atas tuduhan yang selama ini Halimah yakini tidak benar.
Hembusan angin meniup kencang, menimbulkan suara gemuruh yang cukup kencang di atap rumah Halimah dan beberapa orang tetangga. Bahkan suara binatang malam pun terasa enggan untuk mengurangi keheningan malam.
Brrruuugghhhh...
Suara sesuatu yang jatuh terdengar di luar rumah. Halimah terkejut dan langsung terbangun dari posisinya. Matanya belum terpejam sempurna. Bahkan rasa kantuk yang tak kunjung datang kini berubah dengan rasa cemas dan takut yang begitu berkecamuk. Dada Halimah tampak naik turun, detak jantungnya berdegup tak beraturan. Nafasnya kembang kempis, terasa sesak dan berat saat menarik nafas. Bahkan telinga Halimah mampu mendengar tarikan nafasnya satu persatu.
Tubuh Halimah bergetar hebat. Sekelebat bayangan hitam melintas cepat di depan jendela rumahnya saat ia memutuskan untuk menyibak sedikit korden rumahnya yang terbuat dari kain bekas jariknya yang sudah tak terpakai lagi.
Tanpa aba-aba, tubuh Halimah mundur dan terjengkang di tepian dipan miliknya. Beruntung wanita itu tak terjatuh ke lantai rumahnya yang masih beralaskan semen kasar.
Halimah mencoba bangkit. Ia berusaha mengumpulkan segala kekuatan dan keberanian untuk kembali melihat keluar jendela. Ia amat penasaran dengan sosok hitam yang tadi sempat ia lihat sebelumnya.
Perlahan, tangan yang sudah mulai banyak keriput itu kembali menyibak kain penutup jendela. Ia menatap lurus ke arah rumah Murdi dan Prapti. Rumah itu tampak sangat sepi dan gelap. Bahkan tak ada sedikit pun pencahayaan yang menyala dari rumah itu.
Halimah menyipitkan mata, memusatkan pandangannya yang mulai kabur ke arah depan rumah Murdi. Disana, sosok tinggi dan besar tampak berdiri tak jauh dari rumah itu. Sosok yang begitu besar itu berdiri membelakangi Halimah yang sedang mengintip. Sosok dengan tujuh buah ikatan di tubuhnya, dan juga di ujung kepalanya tampak kain menjuntai sisa dari ikatan sebagai ciri khas dari sebuah makhluk dari dunia lain yang sangat di takuti kebanyakan orang.
Mitosnya, makhluk tersebut muncul karena adanya sebuah dendam yang perlu di balaskan. Ada juga yang menyebutkan jika ia terbentuk karena orang tersebut menganut sebuah ilmu hitam semasa hidupnya. Orang-orang beranggapan, jika seorang penganut ilmu hitam maka jenazahnya tidak akan pernah di terima bumi dan bergentayangan menjadi pocong yang meneror semua warga.
"Pak Murdi, aku percaya bahwa kalian orang baik." mata Halimah berkaca-kaca saat mengatakan hal demikian. Hatinya tetap meyakini jika dua tetangganya itu orang baik, namun kedua bola matanya menangkap sosok pocong berdiri tegak di depan rumah tetangganya tersebut.
Tubuh Halimah gemetar, saat sosok tersebut melompat dan berpindah ke bawah pohon jambu miliknya. Secepat kilat tangan Halimah menutup korden miliknya dan mengatur nafas yang tersengal.
Tangan Halimah terasa dingin dan memucat kala sebuah suara hembusan nafas terdengar begitu jelas si luar jendela rumahnya. Wanita yang setiap harinya tinggal sendiri itu tak mampu bergerak maupun meskipun ia ingin. Bahkan jantungnya seolah berhenti berdetak saat itu juga. Suara rintik hujan di luar sana tak mampu menutupi suara tarikan nafas berat dari sosok apa yang entah berdiri di samping rumahnya.
Mata Halimah terpejam. Ia berusaha menetralisir rasa takut dengan menghirup udara dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan. Sungguh ia takut jika sosok yang saat ini hanya terhalang tembok rumahnya yang terbuat dari anyaman bambu yang di warnai dengan cairan kapur itu menyadari keberadaannya.
Tubuh Halimah melemah. Seirama dengan degub jantungnya yang semakin kencang, tubuh Halimah luruh dan tak sadarkan diri. Halimah pingsan dalam kondisi duduk bersandar pada dinding rumahnya.
Pagi menjelang, Halimah belum juga sadarkan diri. Hingga sebuah gedoran keras di pintu rumahnya membuatnya tersadar. Dengan mengumpulkan semua tenaganya, wanita yang berusia enam puluh tahun lebih itu berdiri dan beranjak untuk membukakan pintu.
"Su_sumi? Ada apa?" Halimah memegangi kepalanya yang masih terasa pusing saat melihat wanita tambun berdiri tepat di pintu rumahnya.
"Bu... Bu Halimah baik-baik saja, kan?" wajah Sumi tampak pias. Ia meraba tangan Halimah yang masih dingin.
Halimah mengangguk perlahan.
"Ada apa sebenarnya?" tanya Halimah penasaran.
"Semalam beberapa warga di teror pocong, Bu. Pocongnya Pak Murdi." ucap Sumi dengan suara berbisik. Matanya melirik ke arah rumah yang hanya berjarak sekitar beberapa meter saja dari rumah Halimah.
"Teror pocong?"
"Ssstttt.... Bu, jangan keras-keras". Sumi menepuk lengan Halimah keras, membuat wanita sepuh itu mengaduh dan membuat Sumi merasa bersalah.
" Memangnya Bu Halimah tidak melihat penampakan setan Pak Murdi?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
≛⃝⃕|ℙ$°Siti Hindun
teror pocong pun dimulai
2025-02-13
0
⍣⃝ꉣꉣAndini Andana
pocong kopel siyap beraksi /Scream//Toasted/
2024-09-08
1
Heri Wibowo
bayangi di datangi pocong kok jadi seram sendiri ya.
2024-09-07
0