DENDAM KESUMAT
"Bakar saja... bakar..." terdengar riuh ramai suara warga di depan sebuah rumah yang tampak reot dan kumuh. Rumah itu di huni oleh sepasang suami istri yang usianya belum cukup renta. Namun karena beban hidup yang mereka tanggung begitu berat, membuat keduanya tampak jauh lebih tua dari pada usianya.
Namun ada yang bilang, jika wajah tua mereka merupakan sebuah kutukan dari hasil perbuatan jahat mereka selama ini.
Atas tuduhan dari orang-orang yang tak tahu dari mana asalnya, sepasang suami istri itu sering melakukan perbuatan hitam dengan mencuri jari manis mayat perempuan muda yang baru di kubur dengan cara memotongnya. Apalagi tuduhan tersebut di buktikan dengan adanya temuan potongan tulang jari tangan manusia di pembuangan sampah miliknya. Orang-orang beranggapan jika sepasang suami istri itu melakukan kesalahan dan teledor sehingga tanpa sepengetahuannya salah satu koleksi jari yang mereka curi terbuang begitu saja di tempat sampah.
Derap langkah kaki yang tergesa terdengar riuh bersahutan dengan teriakan-teriakan para warga yang sibuk main hakim sendiri. Suara rintih dan teriakan minta ampun sama sekali tak di gubris oleh mereka. Mereka menganiaya sepasang sepuh itu tanpa rasa iba.
Disana, tanpa seorang pun menyadari, ada seorang pria mengawasi perbuatan kejam mereka dari balik rimbunnya pepohonan. Senyum seringai tampak dari sudut bibirnya yang menghitam karena seringnya menghisap lintingan nikotin sehari-harinya.
"Mau di apakan mereka berdua, Tuan?" salah seorang pria yang tak terlihat wajahnya karena tertutup oleh penutup wajah dengan sempurna. Hanya suaranya saja yang terdengar sangar dan dingin.
"Buat mereka mengakui tuduhan tersebut." terdengar jawaban dari pria bertopi koboi dengan bibir hitam tersebut.
"Tapi, bukankah memang mereka tidak melakukan semua itu?"
Pria bertopi koboi yang terkenal garang dan tak memiliki rasa ampun bernama Prapto itu menatap garang salah satu kacungnya itu.
"Ma_maaf, Tuan." jawab pria bertutup wajah tersebut sambil menunduk takut.
"Sudah berapa lama kamu jadi kacung ku, hah?" sentak Broto membuat pria berbadan besar namun buncit tersebut semakin tertunduk.
"Li_lima tahun, Tuan."
"Begitu masih saja bodoh." umpat Prapto dengan suara pelan namun penuh penekanan karena takut para warga yang sedang menghakimi kedua pasangan tua tersebut menoleh ke arahnya.
"Sa_saya akan memaksa mereka melakukan sumpah pocong saja, Tuan." ucap laki-laki berperut buncit tersebut.
"Hhhhmmmm.... terserah kamu. Yang pasti, aku ingin mereka enyah dari desa ini." ungkapnya sambil membuang sisa cerutu di tangannya yang sudah padam sejak tadi.
Prapto beranjak dari tempat persembunyiannya. Ia berjalan dengan angkuhnya dan mendekat ke arah kerumunan warga.
"Heeyyy... sudah...sudah." ia berusaha melerai perbuatan binatang warga tersebut pada dua insan yang sudah terlihat payah. Keduanya terlihat begitu mengenaskan dengan luka di sekujur badan.
"Bagaimana? Apa mereka sudah mengakuinya?" ucap Prapto dengan suara lantangnya.
"Belum, juragan. Mereka menolak mengaku dan tetap pada pendiriannya." jawab salah satu warga yang di sambut dengan anggukan kepala warga lainnya.
"Jangan-jangan memang mereka bukan pelakunya, juragan." salah seorang wanita tua mengutarakan pendapat dan membuat yang lain menoleh ke arahnya.
Pllaaakkk....
Sebuah tamparan keras melayang ke arahnya. Bekas merah dan rasa berdenyut begitu terasa saat tangan Prapto tanpa segan-segan mendarat di pipi wanita tua tersebut. Sambil mengelus pipinya yang berdenyut, wanita itu menunduk. Mulutnya merasa menyesal telah berbicara tanpa berpikir. Seharusnya ia tak mengatakan apa yang sejak tadi ada pikirannya. Namun rasa iba dan kemanusiaannya memaksa ia dengan tanpa sadar mengatakan apa yang juragan Prapto itu benci.
Di dalam hatinya, ia meyakini jika sepasang suami istri yang bernama Murdi dan Sarti itu tidak bersalah. Bahkan ia hafal betul bagaimana keseharian dari pasangan renta itu karena memang ia sering berinteraksi dengan keduanya. Tak hanya itu, wanita yang baru saja di hadiahkan sebuah tamparan keras oleh juragan Prapto sering sekali datang bertandang ke rumah milik Murdi dan Sarti untuk sekedar memberikan mereka sedikit makanan yang ia masak. Dan selama ini tak pernah sekalipun ada yang mencurigakan dari kedua orang pemilik rumah reyot tersebut.
Namun karena hasutan dari beberapa warga, di tambah bukti yang mereka tunjukan, sempat membuatnya murka dan mempercayai begitu saja apa yang warga tuduhkan. Meskipun tak ikut menyakiti, namun ia juga ikut serta dalam kerumunan warga yang sedang menghakimi Murdi dan Sarti.
#halooo semua.... aku datang lagi dengan cerita baru. Mohon dukungannya dengan membaca cerita receh ku ini, yaa... jangan sungkan untuk menyampaikan kritik maupun pendapat tentang tulisanku yang masih sangat berantakan dan butuh banyak belajar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
⍣⃝ꉣꉣAndini Andana
waah.. selamat Thor, apa cerita ini terinspirasi dari kasus viral yg pelaku/tertuduh melakukan sumpah pocong.. 🤭🏃🏃🏃
2024-08-31
1
Heri Wibowo
Oke Thor, lanjut.
2024-08-30
1