Di dalam markas pusat pun tak kalah tegang, justru markas pusat adalah tempat paling menegangkan saat operasi militer berlangsung, Apalagi mengingat lawan mereka adalah anggota-anggota Kesatria Ilahi.
"Target Secure (target aman)" Suara Letnan Oliver. "Konfirmasi! Sir Andrew, Sir Yohan, Sir Alexis."
"Copy that."
"Kolonel, Konfirmasi!" Itu suara Wilda. "Lady Anya, Sir Heland"
"Baiklah!"
"Aku akan ke lantai dua, bagaimana keadaannya?" Tanya Wilda lewat radio dengan sedikit berbisik.
"Lima penjaga, dan dua orang di dalam di kamar nomor tiga dari tangga."
"Apa yang mereka lakukan?" Tanya Wilda sambil berjalan perlahan menaiki tangga yang lebar tersebut, bersama dua pasukannya.
Wilhelm mengamati. "Mereka berdua sedang mengobrol, tapi yang satu sedang menodongkan pistol, ah! Yang satu bergerak ke balkon mungkin dia di desak, cepatlah!"
"Baik!" Jawab Wilda. "Tim kumpulkan yang selamat dan lindungi mereka!" memberi perintah pada timnya lewat radio.
Sementara itu di dalam ruangan seorang gadis sedang menodongkan pistol pada seseorang yang sedang menghadap ke balkon. Sarung tangannya menunjukkan kalau dia adalah seorang bangsawan, sedangkan pakaiannya adalah pakaian seorang Perwira Kelas Atas rambutnya panjang tergerai.
"Rupanya sudah datang ya?" Katanya dan tiba-tiba.
BRAKKKKK!!!
Pintu di dobrak paksa, dan tiga orang masuk menodongkan tiga pucuk senapan padanya.
Dan saat ketegangan berada di puncak, tiba-tiba Wilhelm menghubunginya. "Will ada yang tudak beres. Bunuh dia sekarang juga, dan bawa yang selamat!"
Wilda sebenarnya juga merasa aneh, ini terlalu mudah. Bagaimana mungkin sebuah pemberontakan dan kudeta ini begitu dahsyat di siarkan jika mereka mampu menembus rumah ini dengan mudah kecuali-
"Will!! ini Jeb-"
Ngiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnngggg
Sebuah bom gelombang telah meledak dari dalam rumah itu menyebabkan kebisingan dari dalam radio panggil di telinga seluruh unit Wilda dan memutus komunikasi Wilhelm dengan anak buahnya yang di lapangan.
"Aaaaaaakkhh!"
"Ouch!"
"Ouwwwhhh!" Teriak ketiga orang itu bersamaan gara-gara kebisingan Yang terjadi di telinga mereka. Terpaksa mereka lepas Headset di telinga mereka supaya mereka tidak tuli karena dengingan bom gelombang itu.
Belum selesai dengan keterkejutan itu, sekali lagi wilda dikejutkan dengan sepucuk senapan menodong kepalanya dari belakang, dan lagi dia melihat temannya yang di depan kirinya mulutnya dibungkam dan digorok dengan belati, sementara rekannya yang di depan kanannya ditusuk pinggangnya dengan belati dari bawah Kevlar -baju anti peluru- yang dipakainya.
"Tak kusangka Psukan Elit Kekaisaran sangat ceroboh seperti ini" Celetuk sorang yang berdiri di balkon itu.
Dan Wilda baru menyadari jika dia bukanlah Lord Frederick
Setelah ia menoleh. Barulah dia lihat sesosok mata yang tajam sedang memandangnya
Itu adalah Lady Ocha.
"Terimakasih Mayor Sophia, jebakanmu berjalan dengan lancar"
Mayor sophia menurunkan pistolnya dan berbalik.
Betapa kagetnya Wilda, jika yang ia hadapi adalah sahabat dan rekan seperjuangannya sendiri.
"A, ah... Jangan berteriak sayang! atau teman-mu di luar semua akan dibantai, hihihi" katanya tersenyum dengan manisnya dan lesung pipit yang nampak di kedua pipinya
*****"
Lord Eldia mendesis sambil menggeleng. "Aku tidak yakin"
"Apa?"
"Masalahnya disini sebagian korban juga pendukung pangeran Jyona, apa mereka mau memisahkan diri?"
Sang Kaisar kaget bukan kepalang sekaligus agak tersinggung mendengar penjelasan Tetua yang satu itu. "Lord Eldia! Manstein adalah Saudara Tua dari keluarga kerajaan yang sah!, dan sebenarnya keluarga mereka lah yang pantas menduduki Tahta, Leluhur mereka rela menjadi Bangsawan karena tidak ingin terlibat dalam perebutan Tahta!!" Sahut Sang Kaisar dengan nada tersinggung.
Seluruh orang yang hadir terdiam dan menundukkan kepala.
"Jika mereka menginginkan pemisahan untuk menjadi penguasa, untuk apa keponakanku melakukan ini?, dia hanya perlu meminta padaku turun tahta! Maka aku akan berikan padanya."
Belum sempat kemarahan Kaisar mereda, datang seorang prajurit dengan berlari-lari.
"Yang Mulia! Yang Mulia!"
Semua mata para Lord mengarah padanya.
"Kepten Wilda, tertangkap! Saat berusaha menyelamatkan keluarga Manstein, detasemennya tak mampu berbuat apa apa setelah dikepung Batalyon Mayor Sophia."
Deg! Seolah dihantam palu godam dada Lord Eldia mendengar Putrinya menjadi tawanan. Agaknya mereka masuk kedalam jebakan, Jelas Lady Ocha pasti sudah memperkirakan hal ini akan terjadi, pikirnya. Apalagi lawan mereka adalah Mayor Sophia -salah seorang anggota Kesatria Ilahi- yang sangat ahli dalam membuat perangkap.
"Aku akan membawa mereka kembali."
Celetuk seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah pangeran Jyona.
Sang Kaisar Tua menghela napasnya dengan berat. "berangkatlah nak! Tuhan besertamu." Katanya.
"Aku akan ikut bersama Pangeran" Sahut Bangsawan Ingram menyusul Pangeran Jyona
******
"Nona, Semua sudah dikumpulkan" Tegur Kolonel Norah Uriel kepada Putri Tertua Keluarga Manstein yang sedang berada di ruang tamu menghadap tungku api penghangat ruangan itu.
Ocha tak berpaling dari tungku, dan untuk sejenak keadaan menjadi canggung.
Norah tetap berdiri di belakangnya agak jauh, tangan kirinya menggenggam pedang salib yang tersarung di pinggangnya. Dia diam membisu menunggu perintah kakak angkatnya, sekaligus Nonanya tersebut. Norah paham apa yang dipikirkan Ocha, jelas dia butuh waktu untuk melakukannya, yah.... Membunuh keluarganya sendiri. Hanya Iblis yang mampu melakukan hal itu, dan ya! Itulah yang akan menjadi capnya yang akan dia tanggung seumur hidupnya. Mereka diam seribu bahasa.
"Seret mereka Keluar rumah! Kumpulkan di halaman!" Jawab Ocha tanpa expresi sedikitpun, nampak sekali dari matanya yang hampa, bahwa seluruh keraguannya sudah dia hilangkan demi misinya.
"Baik!" Kolonel Norah segera berbalik.
"Norah!"
"Ya?"
Ocha berjalan mendekat
Norah hanya berdiri dengan wajah datar
Ocha memegang bahunya "Tetaplah jadi saudaraku!, bersama Yudintsev dan kak Eugen."
Kata katanya sederhana, tapi bila dipikirkan, terkandung sebuah perasaan yang dalam. Rasa takut, rasa sedih, rasa marah, bingung, khawatir, dan lain sebagainya. Walaupun suaranya terdengar wajar dan datar, raut wajahnya nampak tak berekspresi sama sekali, namun tatapan matanya mengatakan semuanya.
Norah tersenyum sambil memegang tangan Lady Ocha di pundaknya. Tangannya dingin sedingin es, keringat dingin juga membasahi tangannya, seandainya Norah mampu berpindah tubuh, mungkin dia juga merasakan dada Lady Ocha yang sesak seperti dihantam palu godam.
"Sekalipun pohon ara tak berbunga, pohon anggur tak berbuah, pohon zaitun mengecewakan, ladang ladang tak menghasilkan, kambing domba terhalau, lembu sapi tidak ada, kami akan tetap menjadi saudaramu" Katanya.
Ocha mengangguk, tatapannya berubah penuh keyakinan, dengan sedikit senyum yang ia sunggingkan di bibirnya menandakan bahwa dia sudah siap.
Tak lama berselang setelah Kolonel Norah keluar, Lady Ocha pun keluar, dia melihat ke sisi kirinya, tim Kapten Wilda berlutut dan meletakkan tangannya di kepala karena ditodong oleh sekitar limabelas orang
Sementara dia menoleh ke sisi kanan, ada Ibu dan Adik-adiknya beserta Ayahnya. Goyahlah hatinya, namun ia bendung semua perasaan itu. Tapi sangat tidak sanggup ia. Baik ia, Kolonel Norah Uriel, dan Mayor Sophia sebenarnya tak kuasa menahan air mata mereka.
Sophia sudah seperti Anak sendiri, Uriel malah di anggap Anak angkat. Walau Letnan Kolonel Yudintsev dan Kolonel Eugen tidak di tempat itu, dapat dipastikan mereka banjir air mata mendengar misi Lady Ocha berhasil. Apalagi Eugen di angkat sebagai anak tertua, dan Yudintsev sendiri diangkat sebagai Anak ke 4 walau bukan yang paling muda.
Tapi mereka berusaha tutupi itu semua, perasaan mereka di depan anak buah dan pendukungnya. Tak dibiarkan orang lain mengeksekusi keluarga mereka itu. Mereka bertiga mengokang senjata, dan mengarahkannya pada seluruh anggota Keluarga Inti Manstein.
Tentu bagi Wilda dan timnya itu adalah tindakan yang kejam, sadis, tidak tahu berterimakasih, dan tidak bermoral. Dan Wilda bersama pasukannya tidak melihat air mata yang menetes di pipi mereka bertiga karena mereka membelakangi Willda dan timnya.
Terasa berat saat Lady Ocha, Uriel, dan Sophia menarik kokang senjata di tangan mereka, dan Sophia malah terasa ragu-ragu.
"Apa yang kau ragukan anak ku?" Tanya Lady Anya -ibu Lady Ocha- pada Sophia dengan sebuah senyuman, seolah berkata lakukan! Dan lindungi Lady Ocha untuk Ibu.
Air mata Sophia meleleh semakin deras, dengan menutup mata ia memulai tembakan yang disusul Ocha dan Uriel.
Rentetan tembakan itu memberondong semua keluarga besar manstein
Sebelum tumbang Lord Frederick Manstein tersenyum dan menggerakkan bibirnya berbicara tanpa suara Ocha menangkap pesan yang di sampaikan Ayah kandungnya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Marvel
mirip seperti kata satu ayat di kitab mikha
2025-02-12
0
Yurika23
oh ini udah ada senapan gtu ya...berati setelah abad pertengahan kali...
2024-09-30
0
anggita
Shopia~ lady ocha💥
2021-02-15
0