Pagi ini Savira sudah siap menggunakan pakaian kerja. Dia melihat Shandy yang sudah berada di dapur dan membantu Kakaknya. Savira melihat Shandy yang begitu telaten membantu Kak Mena.
"Lo masih kuliah 'kan? Berangkat jam berapa sekarang?" tanya Savira.
"Kelas siang Kak, jadi masih bisa bantu Kak Mena buat antar pesanan"
"Kalo gitu anterin gue ke Kantor, biar nanti motornya lo yang bawa aja" ucap Savira.
Shandy mengangguk, dia segera berdiri dan mencuci tangan di wastafel sebelum menerima kunci motor dari Savira.
"Gak sarapan dulu, Dek?" tanya Kak Mena.
"Keburu telat Kak, nanti aja di Kantor"
Shandy hanya menatap ke arah meja makan. "Kalau sarapan masih keburu kok. Ini masih jam 7 pagi"
"Gue gak boleh telat, karena gue cuma karyawan biasa. Lagian gue gak terlalu suka sarapan"
"Iya Shan, memang Vira itu orang paling malas dengan sarapan. Jadi dia sudah biasa" ucap Kak Mena ikut menimpali melihat wajah kebingungan Shandy.
Akhirnya segera mereka berangkat dengan Shandy yang mengendarai motor. "Kak, lo kerja di Perusahaan mana?"
"Perusahaan ARS Coporation"
Shandy langsung terdiam, ekspresi wajahnya berubah. Dia langsung menurunkan kaca helmnya untuk menutupi wajahnya. Ketika sampai di depan gerbang Perusahaan besar itu, Shandy langsung menghentikan motornya.
"Makasih ya udah anterin gue. Lo bisa pake motor ini buat berangkat kuliah juga. Oh ya, nanti jemput gue" ucap Savira.
"Jam berapa Kak?"
"Gak tentu juga, gimana kalo gue minta nomor ponsel lo"
Shandy langsung terdiam, seolah dia bingung bagaimana menjawabnya. "Em, nanti aku saja yang minta nomor ponsel kamu ke Kak Mena"
"Oh yaudah kalo gitu, gue masuk dulu ya"
Savira berbalik dan berjalan masuk ke dalam Lobby Perusahaan. Merasa heran juga dengan sikap dan kelakuan Shady.
"Kenapa juga kaca helmnya gak dia buka pas ngobrol sama gue? Aneh banget"
*
Sementara Shandy menyelinap masuk ke dalam Perusahaan ini, menggunakan masker dan juga topi yang dia pinjam dari pos satpam. Ada hal yang perlu dia selidiki saat ini. Shandy naik lift menuju lantai tertinggi gedung ini. Disana ada ruangan para petinggi Perusahaan.
Shandy masuk ke salah satu ruangan, belum ada penghuninya. "Untung juga dia pergi bekerja pagi sekali begini. Jadi belum banyak orang datang"
Shandy berjalan ke arah meja kerja, membuka setiap tumpukan berkas. Namun tidak menemukan yang dia butuhkan. Sampai dia membuka laci dan melihat sebuah brangkas di dalam laci itu. Shandy mulai menekan beberapa angka untuk membuka brankas itu. Namun tetap gagal.
"Sial, apa kata sandinya. Gue yakin kalo disini banyak rahasia"
Shandy terus mencoba sampai dia mulai mendengar langkah kaki. Jadi dia menghentikannya, sepertinya bukan saatnya mendapatkan apa yanga da di dalam brankas itu. Sandy segera keluar dari ruangan, tidak sengaja berpapasan dengan beberapa orang yang berjalan ke arahnya.
"Eh, kau habis apa?"
Shandy terdiam, dia semakin menurunkan topinya agar wajahnya tidak terlihat. "Saya di suruh membenarkan kaca jendela yang rusak. Tapi sudah selesai"
"Oh begitu ya"
Shandy mengangguk dan segera pergi dari sana. Setelah masuk ke dalam lift, dia menghela nafas lega. "Sial, gue hampir aja ketahuan"
Akhirnya Shandy kembali ke rumah Savira, membantu Kak Mena untuk menyiapkan pesanan catering. Shandy juga yang mengantarkannya.
"Kak, sepertinya aku sekalian berangkat kuliah"
"Yaudah, kamu hati-hati ya"
Saat Shandy sudah selesai memakai sepatunya, dia kembali berbalik pada Kak Mena. "Kak minta nomor ponsel Savira dong. Aku harus menjemputnya nanti"
"Mana ponsel kamu? Biar aku masukan nomor ponsel Savira"
Shandy kembali terdiam, bola matanya bergerak-gerak gelisah seolah sedang mencari alasan sekarang. "Em, ponsel aku ketinggalan di Kosan. Sekarang mau aku ambil dulu sambil ambil beberapa barang aku juga. Bolehkah aku tinggal disini dulu sebelum dapat pekerjaan dan tempat tinggal yang baru?"
"Iya, lagian seneng juga karena ada yang temani Kakak"
Akhirnya Shandy mendapatkan nomor ponsel Savira dengan Kak Mena yang menuliskan di sebuah kertas kecil. Shandy segera berangkat untuk mengantarkan pesanan dan langsung pergi ke Kampus.
Setelah mengantar pesanan, dia langsung pergi ke Kampus. Menemui dua orang temannya yang sudah lebih dulu dia hubungi.
"Shan, lo kemana aja si? Kita berdua sampe shock karena terus di tanya-tanya sama orang suruhan Kakek lo"
Shandy menghela nafas pelan, dia merangkul kedua sahabatnya. "Gue butuh bantuan kalian"
"Hah? Apaan?" tanya Hanif.
"Sekarang sini dulu HP lo" ucap Shandy sambil menengadahkan tangannya ke arah Hanif.
"Buat apaan si?" ucap Hanif, meski bingung dia tetap memberikan ponselnya pada Shandy.
Shandy langsung membuka ponsel Hanif dan memasukan kartu baru ke dalam ponsel itu.
"Heh, lo mau apain ponsel gue? Aduh, Shan, itu baru aja lunas" teriak Hanif yang panik melihat ulah Shandy pada ponselnya.
Shandy mengambil ponselnya dari saku celana. "Lo pake punya gue, sekarang kita tukar ponsel. Tapi, nomornya pake yang ini. Kartu di ponsel itu lo buang aja"
"Wah, beneran nih? Gue gak harus bayar 'kan? Sementara harga HP gue sama punya lo ini, bisa berkali-kali lipat"
"Udah lo ambil aja"
Gilang yang sejak tadi melihat kelakuan dua temannya ini, hanya menggeleng pelan. "Sebenarnya apa rencana lo?"
Shandy beralih menatap Gilang, sepupunya yang cukup dingin dan irit bicara. Namun selalu bisa menebak isi pikiran Shandy. "Lang, pokoknya lo jangan sampe bilang sama Bokap atau Kakek tentang keberadaan gue. Pokoknya ada yang harus gue urus, dan nanti gue pasti butuh bantuan kalian"
"Terus lo tinggal dimana sekarang?" tanya Gilang.
"Ada orang baik yang mau menampung gue. Sekarang gue masih butuh bantuan lo, Nif. Tolong bawain gue baju-baju lo dan barang lainnya, gue beli deh"
Hanif malah dibuat bingung dengan sahabatnya ini. Sementara dia juga tidak bisa menebak jalan pikiran Shandy dan Gilang.
"Buat apasi?"
"Udah lo nurut aja napa si"
"Iya deh, iya. Nanti gue bawa. Lagian lo juga pake baju siapa nih? Kayak bukan lo banget deh, pake baju murah kayak gini" ucap Hanif sambil terkekeh.
"Lo minta di tonjok ya!"
"Hehe, enggak Shan. Gue bercanda doang"
GIlang hanya menggeleng pelan melihat kelakuan dua orang di depannya ini. "Benar-benar seperti anak kecil"
"Lang, lo haru dukung gue buat saat ini. Karena ini juga demi kebaikan Perusahaan Kakek. Lo juga pasti gak mau kalo sampe Perusahaan kita hancur di tangan orang yang salah"
Gilang terdiam mendengar ucapan Shandy. Karena sebenarnya dia juga tidak mengerti rencana Shandy. Sepupunya itu masih belum mengatakan apapun.
"Sepertinya lo harus kasih tahu dulu apa rencana sebenarnya"
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Pujiastuti
sepertinya ada penghianat diperusahaan kakek nya Sandy,,,,,,,,
ceritanya sekarang jadi orang miskin ya Sandy sampai HP dan baju temanmu kamu beli 😁😁
2024-08-25
1
Masfaah Emah
masih menyimak Thor 💪🏻
2024-08-24
0