"Saya nikahkan Uswatun Hasanah binti Ahmad dengan Abdullah bin Suharjo, dengan mas kawin uang 3 juta rupiah dibayar tunai!"
Seketika Abdul langsung menjawab ucapan sakral tersebut. Serentak pula para saksi yang mengelilingi meja akad itu berkata "Sah!"
Resmi sudah pernikahan Atun dan Abdul yang mendadak itu, ada kelegaan tersendiri di wajah Atun, ia terbebas dari apa yang di inginkan emak Rodiah untuk menikahkannya dengan pak Sukma, tak henti Atun mengulas senyum, sambil sesekali ia melirik Abdul yang tiba-tiba terlihat ganteng dimatanya. "Perasaan kemarin itu dia jelek ya." gumamnya, tersenyum geli melihat suaminya itu.
"Tun, ayok kita pulang." ajak Abdul ketika acara akad di mesjid itu sudah selesai.
"Ia Mas." Atun menurut, mengikuti langkah Abdul.
"Mas." panggilnya seraya berjalan pelan menuju rumah orang tua Abdul itu.
"Iya. Kenapa Tun?" tanya Abdul menoleh kepada Atun.
"Kita mau tinggal di sini?"
"Untuk sementara, Iya. Ini kan rumah Emak." jawabnya, kemudian melanjutkan langkahnya menuju rumah Abdul yang sudah terlihat.
Atun mengangguk saja, walaupun masih banyak sekali tanya di kepalanya.
"Nanti kalau keadaan sudah membaik, kita tinggal di rumah yang di gang sana deket rumahnya Marina sahabatmu itu. Itu rumah warisan bapak yang nantinya bakal jadi milikku. Sedangkan ini punya embah ku, di tinggali emak biar deket sama adik ku, si Linda." jelasnya, dia tahu kebingungan istrinya yang polos dan lugu itu.
"Oh, begitu Mas." Atun mengangguk saja. Lagipula dia tidak pernah memimpikan untuk menikah dengan laki-laki kaya, baginya asal bukan pak Sukma, dia sudah sangat bersyukur. Terlebih lagi saat ini sudah menjadi istri Abdul. Walaupun Atun merasa masih banyak hal yang belum ia ketahui tentang suaminya itu.
Apalagi saat Abdul memberikan mas kawin yang lumayan menurutnya, mengingat selama ini Abdul hanyalah pria kere yang suka menggodanya. Penasaran, namun ia tak berani mengungkapkannya.
"Terimakasih ya Mas." ucap Atun ketika mereka sudah berada di dalam rumah.
"Buat apa Uswatun Hasanah." Abdul tersenyum lembut, pria itu menanggalkan jas yang dipakainya, gerah.
"Ini, mas kawin." Atun mengangkat amplop cokelat di tangannya.
"Oh." kemudian ia mendekati Atun. "Mulai sekarang kamu tidak akan disiksa emak lagi. Kamu juga tak akan di kejar pak Sukma. Dia sudah tahu kalau kita sudah menikah." jelas Abdul membuat Atun senang, tapi kemudian melongo.
"Dia tahu, Mas?" tanya Atun.
Abdul mengangguk, sambil memandangi wajah Atun dengan kagum.
"Waduh, artinya Emak juga akan tahu kalau kita sudah menikah." ucap Atun tegang.
"Ya biarkan saja, Cepat atau lambat mereka harus tahu, dan kita akan pulang ke rumah kita. Hidup berdua." Abdul mendekati wajah Atun, setengah berbisik pria dewasa itu membuat Atun yang masih polos itu serba salah.
"Aku ganti baju dulu Mas." ucapnya kemudian beranjak menuju kamarnya.
"Aku juga mau ganti baju Tun." Abdul beranjak dari tempat duduknya mensejajari langkah Atun.
"Gantian saja Mas." Atun menghentikan Abdul, ia menahan suaminya di pintu.
"Eh, aku suamimu lho. Masak harus gantian. Kamu itu sudah aku halalkan dengan sumpah pernikahan yang sah. Kamu itu milikku Tun." ucapnya memegangi pergelangan tangan Atun yang mendadak bergetar.
"Tapi kan, aku masih belum terbiasa Mas." jawabnya nyengir kuda.
"Mulai sekarang harua terbiasa. Kita ini suami istri, saling memiliki." jelas Abdul mengajak Atun masuk ke dalam kamarnya, laki-laki itu merayu istrinya agar tidak terlalu kaku padanya.
Kedua orang pengantin baru itu duduk berdua sambil berbicara, sesekali terdengar tawa dari kamar yang tertutup tersebut.
Brakkk..
Suara pintu dibanting, membuat kedua anak manusia itu terkejut, menghentikan canda tawa mereka seketika.
"Opo yo Mas?" tanya Atun, dia menatap Abdul khawatir.
"Mas lihat dulu." jawab Abdul, namun belum juga beranjak dari duduknya, teriakan perempuan terdengar begitu kencang, memekakkan telinga.
"Abdul....!!!!!!!"
"Astaghfirullah." Atun dan juga Abdul spontan menutup telinganya.
Abdul segera membuka pintu kamarnya, dia tahu betul itu suara siapa.
"Gak usah teriak-teriak Mak." ucap pria itu mengorek-ngorek telinganya.
"Semprul, bocah gemblung..." Mak Asih langsung memukuli anak laki-lakinya itu dengan tas yang ada di tangannya.
"Udah Mak, malu." Abdul menghalangi pukulan emaknya dengan tangan. Di melirik Atun yang berdiri menatap ngeri disampingnya.
"Kenapa enggak bilang sama emak kalu kamu mau kawin Dul?" geramnya.
"Ya karena Atun baru setuju kemarin itu Mak." Jawab Abdul, kemudian mendapat pukulan di punggungnya.
"Terus, kawin lari pula." kesal Mak Asih lagi. "Emak gak ikutan kalau Mak Rodiah ngamuk karena kamu udah nggondol anaknya."
"Kalau Atun nggak aku gondol lari, Atun akan dikawinin sama pak Sukma Mak!" jawab Abdul.
Mak Asih tampak pasrah, dia lelah sendiri setelah memukuli Abdul. Ia melirik tajam kepada Atun, spontan saja gadis yang masih belasan tahun itu menunduk segan.
"Atun enggak salah Mak." Abdul tahu ibunya ingin mengomeli istrinya.
"Ya salah!" sahut perempuan yang duduk menyandar di kursi tersebut. "Kenapa kamu mau sama Abdul? Hah?" tanya Mak Asih membuat Atun terkejut.
"Mak!" Abdul menyela ucapan ibunya.
"Pasti karena sekarang Abdul punya uang, kan?" kesal Mak Asih lagi, semakin mendesak Atun.
"Tidak Mak, Atun malah tidak tahu Mas Abdul punya mobil." jawabnya pelan menunduk.
"Heleh! Mana ada maling ngaku. Preeettt.... " Mak Asih mencebik.
"Jangan ngomong begitu lah Mak! Bisa kan?" kesal Abdul, dia beranjak dari duduknya yang baru sebentar itu, mengajak Atun kembali masuk ke dalam kamar.
"Heh, emak belum selesai bicara!" Teriak Mak Asih.
"Udah selesai Mak. Mending emak pulang dulu ke rumah Linda. Aku mau berduaan sama Atun." teriak Abdul dari kamarnya yang sudah di tutup.
"Bocah gemblung, semprul! Kurang ajar! Tak geplak kepalamu sekalian Dul...Dul!" teriakkan Mak Asih terdengar nyaring, tak lupa pintu kamar Abdul menjadi sasaran kemarahan ibunya. Entah apakah sendal atau apa yang sudah melayang menimbulkan suara gaduh yang cukup menghebohkan.
"Mas, sepertinya Emak enggak suka sama aku." ucap Atun penuh dengan kehati-hatian, ia berkata pelan dan lembut.
"Biarkan saja, emak memang begitu kok. Jadi kamu harus biasa mendengarkan ocehannya." jawab Abdul, tak berapa lama kemudian terdengar langkah kaki emak Asih itu menjauh, ia pergi dengan berbagai umpatan dari mulutnya.
Atun diam sejenak. Kedatangan ibu mertuanya tersebut malah menyadarkan Atun akan sesuatu. Ia teringat ibunya yang juga suka mengomel dan kasar, dia tak dapat membayangkan jika akhirnya nanti kedua perempuan itu bertemu. Atun bergidik sendiri membayangkannya.
Lalu, bagaimana pernikahannya ini selanjutnya. "Apakah rumah tangga ku ini akan berjalan baik-baik saja." gumamnya di dalam hati.
Sadar bahwa pernikahan mendadak ini belum memiliki arah dan tujuan, Atun jadi bingung sendiri harus memulai dari mana, dia juga tak begitu dekat dengan Abdul sebelumnya. Ia merasa bingung.
Tiba-tiba kepala terasa berputar dengan banyak bayangan-bayangan. Ada wajah Emak, ada wajah ibu mertuanya, ada wajah kedua kakaknya beserta Bima, bahkan wajah Sukma, dan yang terakhir wajah Abdul.
"Kok aku puyeng yo Mas?" ucapnya tiba-tiba.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
yamink oi
iya puyeng urung sarapan.....
2024-09-28
2