"Apa Mas Abdul serius dengan ucapannya?" Atun bergumam didalam hati.
Habis isya Atun barulah pulang setelah mengupas bawang di rumah tetangga jauhnya. Ia berjalan gontai memikirkan kehidupan rumitnya lagi.
"Kalau dipikir-pikir, tawaran untuk menikah dengan pria itu lebih baik daripada harus menikah dengan Pak Sukma. Paling tidak dia masih muda, masih bujangan." gumamnya lagi sambil menarik nafas berat.
"Atun." suara Rara membuat Atun menoleh, dia baru sadar jika di halaman rumahnya ada mobil hitam. Ya dia tahu itu pasti punya Rara, lebih tepatnya suami Rara.
"Baru sampai Mbak?" tanya Atun berdiri menatap kakak perempuannya itu.
"Udah agak lama, sebelum Maghrib." jawabnya tersenyum-senyum.
"Oh." Atun mengangguk, berlalu masuk ke dalam rumahnya.
"Tun, sini dulu." emak Rodiah memanggil Atun, menepuk kursi kosong di sampingnya.
Atun manut, seraya melirik laki-laki yang juga melirik dengan senyum aneh ke arahnya.
"Salim dulu, sama suami mbak mu. Menantu emak." ucap Mak Rodiah bangga. Wanita paruh baya itu tampak sedang merapikan antingnya, seperti akan pergi.
"Iya Mak." jawabnya, mendekat dan mengulurkan tangan kepada kakak iparnya.
"Sehat Tun?" ucap pria tambun itu memperhatikan wajah Atun.
"Injeh Mas, Alhamdulillah." Atun menjawab sopan.
"Emak mau keluar sebentar sama Rara, kamu jangan lupa makan dulu." ucap Mak Rodiah kepada anak bungsunya itu.
"Iya Mak." ucapnya lagi kemudian berlalu masuk ke dalam kamarnya.
Atun segera meraih handuk dan menuju kamar mandi yang bersebelahan dengan dapurnya. Sejenak ia melirik tudung saji yang tertutup, dia tersenyum dengan bayang-bayang makanan yang tersaji di dalamnya. Sudah tentu ada banyak karena ada suami Rara ikut ke rumahnya.
Dengan bersenandung kecil Atun mandi terburu-buru, perutnya sudah tidak bisa bersabar untuk minta di isi.
Ia berjalan cepat menujunya kamarnya untuk segera berganti baju.
"Lho! Kok pintunya di kunci." gumam Atun mengotak-atik handle pintu beberapa kali.
Ia mengingat-ingat sebelum mandi. "Perasaan aku gak pernah mengunci pintu." gumamnya lagi.
"Ada apa Tun?"
"Allahu Akbar!" Atun berjingkat kaget. Tiba-tiba saja kakak iparnya itu sudah berdiri di sampingnya dengan senyuman, lebih tepatnya menyeringai.
"Pintunya kenapa?" ucapnya lagi, tangannya meraih tangan Atun yang masih memegang erat pegangan pintu tersebut.
"Anu Mas, kekunci kayaknya." jawab Atun menarik tangannya, dia jadi takut dan risih sebelum akhirnya balik lagi ke dapur mencari jarik untuk menyelimuti bahunya.
"Udah Tun! Udah bisa di buka." ucap Pria bernama Bima itu.
Atun berbalik heran, belum juga dia menemukan jarik di tali jemuran dapur. "Kok bisa ya?" gumam Atun heran.
"Makasih Mas." ucapnya segera masuk melewati Bima. Namun ia terkejut ketika pintunya malah tidak bisa di tutup rapat. Dan tampak tangan kokoh Bima sedang menahan dan mendorong pintu.
"Mau ngapain Mas!" teriak Atun tetap bersikeras menahan pintunya agar Bima tidak masuk.
Terjadilah dorong-dorongan yang sengit, dua orang beda jenis itu sama-sama tak mau mengalah walau akhirnya Atunlah yang kalah tenaga. Tangan Bima lebih besar apalagi bobot tubuhnya yang besar itu ikut menahan pintu.
"Mas mau ngapain?" ucap Atun takut.
"Ssstttt.." pria itu mengacungkan telunjuk di bibirnya, melangkah masuk dengan tatapan liar.
"Pergi atau Atun teriak." ancam Atun dengan kedua tangannya memegang erat handuk didadanya. Ia sadar jika niat kakak iparnya itu sudah tak beres.
"Jangan berisik lah Tun, kita senang-senang yuk." ucap laki-laki itu dengan nafas memburu kasar dan tersenyum keji, membuat Atun bergidik ngeri, mundur perlahan mencari apa saja yang bisa melindungi dirinya.
Pria itu semakin mendekat dengan tidak sabar, ia menggiring Atun agar terus Mundur ke tempat tidurnya yang Kumal.
"Pergi Mas!" teriak Atun mulai menangis, tangannya masih meraba-raba dinding dibelakangnya.
Bukannya mendengarkan, seperti singa lapar pria bertubuh besar itu mendorong dan menutup mulut Atun agar tidak berteriak. Atun berusaha memberontak sambil mempertahankan handuk di tubuhnya. Ia semakin takut juga jijik melihat pria berkepala plontos itu memonyongkan bibirnya. Perutnya yang kosong mendadak mual melihatnya.
"Stop Mas, berhenti!" ucap Atun berusaha berteriak namun rasanya suara Atun begitu kecil.
"Diam!" bentak pria itu terus memaksa Atun yang terus melawan.
Ccrassh
Sebuah gunting kecil berhasil menusuk bibir hitam menjijikkan milik Bima.
"Arrrgghh.... kurang ajar!" umpatnya memegangi bibirnya yang mengucurkan darah. Namun umpatannya terhenti ketika melihat tangan Atun berusaha menusuk dadanya. Beruntung pria itu masih sempat menahan tangan kecil adik iparnya itu.
"Arrgghhh!" geram Atun terus berusaha menusukkan gunting ke dada kakak iparnya.
Bima-pun tak mau mengalah begitu saja, terlebih lagi bibirnya terluka membuatnya semakin nekat untuk mendapatkan apa yang dia mau.
Tok...tok...tok.
Samar Atun mendengar orang mengetuk pintu. Namun tidak dengan pria itu.
"Tolong!" Teriak Atun, Seketika wajah jelek Bima menjadi tegang, namun tak juga melepaskan Atun.
Brakkk!!
"Atun!!"
Suara lantang seorang pria membuat Bima terkejut, menghentikan serangannya.
"Mas Abdul! Tolong Atun Mas!" teriak Atun, ia beringsut mundur segera meraih daster di ujung ranjangnya.
Abdul menatap nanar pria hitam manis di depannya, sambil memegangi bibirnya yang terluka, ia juga bersiap memukul Abdul.
Bugh
Naas bagi Bima, Abdul lebih dulu memukul dirinya.
Perkelahian terjadi, pukul-pukulan dan juga tendang-tendangan tak bisa di elakkan lagi.
"Heiii! Apa-apaan ini?"
Teriakkan Mak Rodiah menghentikan perkelahian mereka, sementara Atun menangis di sudut kamarnya.
"Dia Mak!" Bima menunjuk Abdul.
"Dia kenapa? Kamu ngapain di sini, di kamar Atun Hah?" tanya Mak Rodiah bertanya kepada Abdul.
"Harusnya Emak tanya dia, ngapain dia di kamar Atun?" jawab Abdul menunjuk Bima.
"Dia Mak, dia masuk ke kamar Atun!" jawab Bima lagi.
"Hah, kurang ajar kamu!" Mak Rodiah emosi, langsung memukuli Abdul dengan tasnya.
"Jangan Mak, dia enggak salah, dia berkata jujur Mak!" teriak Atun mencoba menghalangi pukulan emaknya.
"Kamu jangan ikutan jadi pembohong, emak tahu yang mana yang benar atau enggak!" bentak Mak Rodiah, sedangkan Rara segera memeluk suaminya yang kesakitan, bibir juga wajahnya.
"Tapi Mak_" protes Abdul.
"Keluar kamu!" tunjuk Mak Rodiah kepada Abdul.
"Mak!" rengek Atun lagi.
"Diam." kesal Mak Rodiah keluar dari kamarnya.
"Ya Allah." lirih Atun mengusap dadanya. Tak habis pikir dengan sikap ibunya sedemikian tak percaya kepada Atun. Ia juga kepikiran dengan Abdul.
Atun mengunci pintu. Nafasnya masih memburu ketakutan.
"Tun... Atun!" suara Mak Rodiah berteriak, Atun mengelus dadanya.
"Iya Mak." jawab Atun masih menyandar di belakang pintu kamar, masih bergidik ngeri membayangkan perbuatan kakak iparnya yang brengsek itu.
"Tun, kamu enggak makan?" tanya emak Rodiah.
"Enggak Mak."
"Kamu harus makan tun, Kamu harus sehat dan baik-baik saja." ucap emaknya lagi.
Diam, hingga beberapa saat Atun memilih berpura-pura tidur dalam ketakutan. Walaupun akhirnya ia tertidur sungguhan.
Entah sudah berapa lama, tapi keinginan buang air kecil beserta lapar Atun berniat untuk keluar kamar.
Namun membuat ia terhenti ketika mendengar percakapan kakak dan ibunya di luar kamar lumayan berisik.
"Besok kamu suruh adikmu sarapan, ingat kata pak Sukma semalam Atun harus di urus."
Samar terdengar pembicaraan Emak Rodiah dengan Rara, Atun jadi menunda membuka pintu.
"Beres Mak, lagian mereka akan menikah besok, hidup kita akan berubah." suara Rara juga tertawa girang.
"Jangan keras-keras, nanti Atun denger. Emak enggak mau dia kabur lagi." ucap Mak Rodiah setengah berbisik.
Mereka tidak tahu jika saat ini Atun mendengarkan mereka sambil menangis. "Ya Allah, aku kudu piye?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
⍣⃝ꉣꉣAndini Andana
lebih sakit saat emak kandung berkelakuan kek emak tiri /Sweat/
2024-08-27
5
Lina Zascia Amandia
Kabur Atun.. Ya Allah kasihan nasib Atun.
2024-08-14
1