Made pun diantar Ni Luh Purbani dan Niluh Manik menuju satu-satunya dermaga di pulau itu.
Semua orang yang mengenal Made memberinya ucapan selamat, beberapa ada yang memberi bingkisan makanan, untuk bekalnya di perjalanan.
Made menatap bibinya yang terlihat muram. Lalu ia berlari memeluknya, "Sampai jumpa lagi Bi, aku memang tak pernah mengenal ibu kandungku, tapi dari aroma Bibi lah aku mengenal siapa ibuku selama ini."
Ni Luh Manik begitu terharu sambil tetap memeluknya erat-erat, "Jangan lupa kirim surat ya Made, Bibi akan sangat merindukanmu."
Air matanya menetes namun dia juga tersenyum pada Made.
Akhirnya Made pun beranjak mencari kapal yang bernama Barbosa. Dia pun segera bergegas menaiki kapal penumpang yang cukup besar itu.
"Sampai jumpa Bibiii, aku janji akan lulus ujian dan menjadi anggota K. P. D. terbaik!" Made melambaikan tangan pada bibi dan neneknya.
Beberapa penumpang yang berada di atas geladak kapal itu menertawakan Made.
"Hahaha kau pikir segitu gampangnya menjalani ujian K. P. D. !?" Kata lelaki botak yang duduk bersandar di pinggiran kapal itu.
Made tak mempedulikannya, tapi dia melihat sepertinya banyak juga penumpang kapal Barbosa yang mendapat undangan ujian K. P. D. dan di antara para penumpang itu Made melihat pemuda yang duduk santai memainkan alat musik Sape menikmati pelayaran itu.
Nahkoda kapal itu seorang tua yang bertubuh pendek tapi tambun dengan kumis dan berewok yang tebal dan memutih.
Dia mengenakan topi khas pelaut di kepalanya.
"Selamat datang di Barbosaku anak-anak," serunya sambil berjalan memeriksa setiap penumpang di kapalnya.
"Jangan pernah ada keributan di kapal ku atau kalian ingin dilempar ke tengah laut, cam kan itu!" Tambahnya pula.
Dan kapal itu pun mulai bergerak meninggalkan dermaga Pulau Kura-Kura.
Kapal itu berlayar ke arah selatan hendak menuju Dermaga Lanzeenu, yang kurang lebih harus diarungi selama empat hari. Hari pertama itu cuaca dan samudra tampak begitu cerah. Kapal berlayar dengan tenangnya.
Made mencari kesibukan dengan memancing ikan di dekat haluan. Dia melihat juga seorang pemuda yang penampilannya mirip warga kota Gaib Janasaran sedang serius membaca buku.
Pemuda itu berambut pirang dengan telinga yang berbentuk lancip. Sementara suara alat musik sape yang mendayu-dayu terasa memberi ketenangan suasana di atas kapal itu, lelaki botak yang tadi menertawakannya sudah tertidur pulas sambil menyandarkan punggungnya di tepian geladak kapal.
Tiba-tiba Made merasakan kailnya ditarik ikan yang cukup besar. Dia menarik kailnya dengan cepat, dan buru-buru menggulung tali pancingnya.
"Aku dapat! " sambil berseru Made memandang ikan laut yang dia tak tahu namanya.
Pemuda yang sedang membaca bukunya hanya meliriknya lalu kembali melanjutkan membaca.
"Hohoho, itu kerapu biru Nak.." Nahkoda tua yang sedari tadi memperhatikannya berkomentar.
"Kau sungguh beruntung Nak, itu jenis yang paling susah ditangkap," lanjut Nahkoda itu sambil menghisap pipanya.
"Ini buat Paman saja kalau Paman mau," Made memberikan ikan itu pada Sang Nahkoda.
"Wah, terima kasih Nak, ini akan menjadi makan malam paling lezat nantinya, " Nahkoda itu menerima ikan yang disodorkan Made.
"Paman lihat! Di ujung sana sepertinya akan ada badai." Made menunjuk jauh ke arah utara.
"Benar Nak, bersiaplah sampai saat itu tiba, kau tidak takut kan?" Ucap Nahkoda itu sambil melangkah menuju arah buritan. Sambil tersenyum penuh arti.
"Tentu tidak Paman, di Pulau Kura-Kura juga sering dilanda badai," jawab Made polos.
Benar saja seiring kapal semakin memasuki wilayah yang berlangit gelap, kapal itu mulai dihempas gelombang laut yang semakin besar, semua anak buah kapal itu sibuk menurunkan layar kapal dan menggulungnya.
Hujan mulai turun dengan deras membuat para penumpang berlarian masuk dalam ruang palka.
Beberapa penumpang yang tidak tahan dengan goncangan kapal yang diombang-ambingkan gelombang badai, muntah-muntah karena dia mengalami mabuk laut.
Banyak juga yang berteriak-teriak menjerit ketakutan dengan suasana saat itu. Tong-tong kayu bergulingan ke sana ke mari mengikuti gerak kapal yang yang ditumbuk gelora badai laut.
"Hahaha ayo sampai dimana nyali kalian menghadapi badai pertama ini? Hahaha..!" Nahkoda menyetir kapalnya dengan santai, baginya badai itu masih belum seberapa meskipun kapalnya harus berada di atas ombak setinggi tiga puluh meter, tapi itu terlalu mudah baginya.
Lalu dia menyuruh anak buahnya memegang kendali kapal itu. Nahkoda tua itu berjalan ke ruang palka hendak memeriksa kondisi para penumpang yang menghadapi badai saat itu.
Dia tertawa, banyak sekali para penumpang yang mencalonkan diri ikut ujian K. P. D. bertumbangan di lantai, dalam hatinya berpikir, "Yang seperti ini mau ikut ujian K. P. D. ? Terlalu lemah!"
Dia kembali melangkah dan berhenti ketika melihat Made yang sibuk membantu penumpang lain memberi obat anti mabuk,"Setidaknya anak itu baik-baik saja, hebat juga dia," batin Sang Nahkoda.
Dia juga melihat si pemain sape yang malah bersantai di sudut kapal sambil memakan buah apelnya.
Dan si kutu buku yang tiduran sambil membaca buku di tempat tidur gantungnya. Nahkoda itu tersenyum.
'Oh, masih ada juga yang sanggup melalui tes pertama ini, menarik juga.'
Nahkoda pun kembali berjalan menuju ruang kemudinya. Badai itu dilalui Sang Nahkoda kapal dengan lancar, kini laut menjadi semakin lebih ramah dan akhirnya gelombang laut menjadi lebih tenang. Made berlari ke geladak menikmati sinar matahari yang hangat.
Tapi dia tertegun ketika melihat burung-burung camar yang terlihat ketakutan berterbangan di atas layar yang telah dikembangkan. Made juga mencium udara air laut yang berbeda.
Sang Nahkoda melihatnya dan bertanya, "Ada apa Nak?"
"Paman, sepertinya akan ada badai susulan?!" Jawab Made penuh keyakinan.
"Oho, bagaimana kau mengetahuinya?" Tanya Sang Nahkoda kaget, ini kedua kalinya ia mendengar seseorang yang mampu memperkirakan adanya badai susulan.
"Lihat Paman! Camar-camar itu yang memberitahuku dan bau angin laut yang berbeda dari sebelumnya aku hirup." Made kembali menjawabnya optimis.
'Ah anak ini, mengingatkanku padanya, tunggu dulu! Jangan-jangan dia..' Sambil terperangah Sang Nahkoda mengingat-ingat masa lalu ketika ia bertemu dengan seorang pemuda yang wajahnya mirip dengan Made.
'Hmmm begitu rupanya, Wayan kau tak perlu khawatir anakmu sungguh hebat seperti dirimu..' Sang Nahkoda berkata dalam hatinya.
"Menurutmu berapa lama lagi kita akan memasuki area badai yang kedua itu?" Tanya Sang Nahkoda hanya ingin memastikan, karena dia sebenarnya sudah mengetahuinya.
"Paling lambat tiga jam Paman, lihat! Burung camarnya sudah tak ada di atas kita," Made menunjuk ke atas kapal itu.
"Terima kasih Nak, kau memang hebat siapa nama ayahmu?" Kembali Nahkoda tua itu ingin mencocokkan dugaannya.
"Ayahku bernama Wayan Arkana, Paman," jawab Made polos.
'Benar dugaanku, pantas saja sama-sama pemberani.' Dalam batin Sang Nahkoda tua berujar.
Kemudian Sang Nahkoda itu berteriak di geladak pada semua anak buah dan penumpang kapal Barbossa.
"Perhatian semuanya! Tiga jam lagi kita akan menghadapi badai kedua yang lebih dahsyat dari sebelumnya, bagi mereka yang tidak mau mengalaminya silahkan gunakan sekoci penyelamat yang telah disediakan dan menepi lah di pulau yang terdekat itu," Nahkoda itu menunjuk sebuah pulau dengan dermaga dipenuhi kesibukan para nelayan.
Sontak banyak penumpang yang trauma mengalami badai sebelumnya bergegas berlarian menuju sekoci penyelamat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments