Pergerakan Black Shadow

Sean tampak mengamati tubuh Juan yang tergeletak tak bernyawa, sedangkan Dani terlihat sedang melihat-lihat keadaan sekitar sambil sesekali membuat catatan di buku kecilnya.

"Hmm ... aku rasa ini pembunuh yang cukup professional yang melakukannya," ucap Dani pada Sean yang terlihat sedang memotret mayat Juan.

"Maksudmu?" tanya Sean tak mengerti.

"Coba lihat ke sini!" kata Dani sambil melambaikan tangan.

"Lihat saja, jarak dari sini ke rel kereta api sangat dekat, tidak mungkin ada orang gila yang nekat melakukan tembakan dari gerbong kereta. Kecuali orang yang sudah terlatih dan professional," Dani menjelaskan.

"Pantas saja peluru ini tampak asing bagiku," ujar Sean sambil menunjukan sebuah peluru yang terbungkus plastik.

Dani lalu meraihnya dan memperhatikan peluru itu dengan seksama

"Sudah 'ku duga," ucapnya pelan.

"Apa maksudmu?" Sean bertanya tak mengerti.

"Nanti kujelaskan di Kantor, kumpulkan barang bukti lalu segera bergegas ke sana!" jawab Dani singkat.

Sean hanya mendengus dan segera menuruti perintah Dani yang merupakan seniornya.

Setelah mendapat bukti yang cukup, mereka lantas keluar dari TKP.

"Sudah selesai, Pak?" tanya petugas yang berjaga.

"Sudah, terima kasih," jawab Dani sambil tersenyum.

Petugas itu mengangguk lalu bergegas ke dalam bersama teman-temannya untuk membersihkan TKP.

Sean dan Dani lantas menaiki mobilnya dan bergegas ke kantor untuk memeriksa barang bukti.

Sesampainya di kantor, mereka lalu memasuki ruangannya. Tanpa basa-basi Sean langsung mengeluarkan barang bukti.

"Jelaskan! Apa yang kau ketahui tentang peluru ini?" Tanya Sean sambil memegang plastik yang berisi sebutir peluru.

"Hmm ...." Dani menghela napas.

"Saat aku cuti, aku mendapat telepon dari bos. Ia bertanya tentang peluru yang kemarin membunuh Charles Darmawan." Dani mulai menjelaskan.

"Lantas apa kau mengetahuinya?" tanya Sean tak sabar.

"Aku belum mengetahuinya, namun setelah dia mengirimkan gambarnya, aku langsung paham. Bahwa pelaku yang membunuh Charles dan Juan adalah orang yang sama," jawab Dani dengan jelas.

"Maksudmu?" Sean tak mengerti.

"Lihat ini!" Dani menunjukan sebuah gambar di ponselnya.

Terlihat di gambar itu sebuah peluru yang memiliki bentuk serupa dengan peluru yang saat ini mereka pegang.

"Hmm ...." Sean menghela napas.

"Siapa orang ini? Mengapa mereka melakukannya?" Sean bergumam perlahan.

"Yang aku ketahui, ada dua organisasi pembunuh di kota ini, Black Shadow dan Blood Moon. Namun yang aku tahu, target mereka biasanya hanya orang yang memiliki kasus pidana berat," jawab Dani.

"Sebentar ...," ucap Sean memotong.

"Aku paham sekarang."

Ia membuka laptopnya dan mengotak-atik sebentar.

"Coba perhatikan! Dari info yang aku dapat, Charles Darmawan beberapa kali terlibat kasus pengedaran narkotika. Tapi Juan, yang aku tau dia hanyalah selebritis. Namun, dia pernah sekali terlibat kasus pidana," Sean menjelaskan.

"Kasus apa itu?" tanya Dani sambil menatap layar laptop.

"Kasus penyalahgunaan narkoba," jawab Sean.

"Sudah 'ku duga," Dani berkata pelan.

"Jadi?" Sean terkejut.

"Iya, penyalahgunaan dan pengedaran pada dasarnya sama saja. Tetap berurusan dengan narkotika," ujar Dani memberikan penjelasan.

"Hmm ... aku paham pelakunya bisa saja di antara mereka," ujar Sean.

"Besok aku akan melapor, sekarang lebih baik kita beristirahat dahulu," Dani berkata sambil merebahkan diri di sofa panjang.

"Menginap lagi kita," Sean berkata pelan sambil meregangkan ototnya.

***

Suara tembakan terdengar memecah keheningan malam di sebuah rumah yang cukup mewah, membuat bulu kuduk terasa merinding.

Tampak seorang pria memakai penutup wajah mendekati seorang lelaki paruh baya yang sedang menunduk ketakutan.

"Tolong ampuni aku!" ucap lelaki paruh baya itu sambil bersujud.

Wajahnya pucat, menatap dengan penuh iba. Berharap belas kasihan, walaupun sebenarnya ia pasrah setelah melihat tubuh sang istri di sampingnya telah terbujur kaku dengan luka tembak di dada.

"Apapun yang kau inginkan, ambilah! Tapi jangan bunuh aku!"

Lelaki itu bersujud lagi memohon ampun.

"Ini salah paham, kita tak pernah berurusan sebelumnya," ucap lirih.

Pria yang seperti malaikat pencabut nyawa itu hanya diam tak menjawab, ia lantas menempelkan ujung pistolnya ke kening lelaki paruh baya itu.

"Aku menginginkan nyawamu, Christoper!" ucapnya perlahan sambil menarik pelatuk pada pistolnya.

Dor!

Satu tembakan itu membuat isi kepala Christoper berhamburan, otaknya berceceran di lantai, wajahnya kini tak mudah dikenali lagi karena telah berlumuran darah.

"Ayo cepat! Kita cari berkasnya!" ujar pria bertopeng lainnya sambil membetulkan resleting celana, sementara di depannya terlihat gadis muda yang sudah terbaring tak bernyawa.

Tanpa banyak bicara, kedua pria itu lantas membuka sebuah lemari besar dan mengacak-acak isinya.

"Ini 'kan?" tanya pria itu sambil menunjukan sebuah map kepada temannya.

"Iya, ayo cepat!" jawab temannya.

Lalu mereka bergerak dengan cepat meninggalkan rumah itu melalui jendela.

Keesokan harinya...

Di sebuah rumah mewah nan megah dengan arsitektur khas negeri Andalusia, terlihat tiga orang berpakaian rapi memakai jas sedang berkumpul. Mereka duduk melingkar mengikuti bentuk meja di tengahnya.

Nampak seorang lelaki paruh baya dengan pakaian rapi serba hitam duduk di kursi paling besar di antara mereka. Ia sedang mengecek isi sebuah koper yang ada di depannya.

"Terima kasih sudah bekerjasama dengan kami," ucap lelaki itu setelah melihat isi koper.

"Kami selalu mengandalkan Anda, Mr. Pablo," ucap salah satu anggota dari tiga orang tersebut sambil tersenyum.

"Kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan," Pablo berkata merendah.

"Kami percaya, selama ini Black Shadow tak pernah mengecewakan kami," ucap salah seorang anggota lagi.

"Kami tak akan mengecewakan jika tidak dikecewakan, namun kami bisa lebih ganas dari seekor singa, bila ada siapa pun yang menghalangi sistem kerja kami," Pablo berucap dengan santai sambil sesekali menghisap pipa rokoknya.

"Kami percaya! Terima kasih, Mr. Pablo," ujar salah satu anggota yang memakai kacamata.

Setelah berkata demikian, mereka lantas meninggalkan Pablo di tempat duduknya.

"Fabio! Elano!" teriak Pablo memanggil anak buahnya.

Tak lama dua orang pria tegap dengan pakaian serupa datang menghampiri Pablo.

"Siap bos!" serentak mereka menjawab.

"Bonus untuk kalian," ujar Pablo sambil menyerahkan dua amplop kepada mereka.

"Gracias!" ujar mereka berdua sambil mengambil pemberian Pablo.

"Lain kali kuberi lebih, jika kalian bekerja dengan baik," ucap Pablo dingin.

"Siap bos!" jawab mereka berdua.

"Kalian siap dengan misi berikutnya?" tanya Pablo.

"Kami siap! Kapan pun selalu siap!" ujar Fabio tegas.

"Bagus! Persiapkan diri kalian! Mungkin kali ini, misi yang akan kalian jalani cukup berat," ujar Pablo sambil menatap tajam dua pria di hadapannya.

"Siap bos!"

Mereka serentak menjawab sambil menunduk memberi hormat.

Pablo lalu mengangkat satu tangannya, mereka berdua yang telah mengerti langsung meninggalkan Pablo sendirian.

"Sudah lama aku tidak berjumpa dengan asosiasi, mungkin inilah saat yang 'ku tunggu," gumam Pablo perlahan sambil menikmati asap dari pipa rokoknya.

***

Jangan lupa tinggalkan jejak Like dan Komen ya!!!

Bantu Vote juga ya agar Author semakin bersemangat!

Terpopuler

Comments

Sevi Hartanti

Sevi Hartanti

namanya mirip jadi salfok kan😁

2021-08-03

0

B~R

B~R

ngeri ich bikin ngilu 😆

2021-03-20

2

Syala Yaya (IG @syalayaya)

Syala Yaya (IG @syalayaya)

ngeri-ngeri penasaran.

2020-12-08

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!