Waktu menunjukkan pukul 12.30 pertanda jam pelajaran berakhir dan waktunya siswa siswi pulang sekolah.
Bel berbunyi seiring keluarnya siswa dari masing-masing kelas. Elin berjalan keluar kelas menuju gerbang, seperti biasa Elin pulang berjalan kaki. Jika pagi Elin berangkat sekolah berjalan terlihat sendiri berbeda jika di waktu pulang, Elin tampak berjalan pulang beramai-ramai dengan anak-anak lainnya.
Jalan pulang beramai-ramai sangat menyenangkan baginya karna dia tidak merasa sendiri dan juga perjalanan tidak terasa jauh. Di tengah perjalanan Elin melihat tidak jauh dari tempatnya berjalan tampak laki-laki yang tadi pagi menemuinya berada di depan tak jauh dari posisinya sekarang.
Dia laki-laki itu juga pulang berjalan kaki.
"Tidak biasanya Reyhan pulang jalan kaki?" Elin bertanya-tanya sendiri
"Kenapa juga aku ketemu dia lagi?" gumam Elin.
Elin gugup dan malu setiap kali melihat Reyhan, belum juga bertegur sapa sudah bingung akan bersikap seperti apa nantinya.
Di tengah kebingungan Elin tetap melangkah, tidak mungkinkan dia berhenti, akan sangat terlihat kegugupannya.
Semakin melangkah Elin akan semakin dekat dengan Reyhan. Reyhan menyadari Elin berjalan mendekat, dia tersenyum ke arah Elin.
"Jalan kaki Lin?" tanya Reyhan.
Terdengar seperti basa basi. Tentu itu bukan pertanyaan sudah jelas masih di pertanyakan. Lucu...
"Iya," Satu kata keluar dari mulit Elin.
"Barengan yuk," ajak Reyhan.
Reyhan terlihat santai seperti biasa. Namun tidak dengan Elin, terkejut tentu tak percaya di ajak jalan bersama. Senang bercampur bingung bersarang di benak Elin. Bingung bila harus menerima ajakannya, karena pasti dia tidak akan mampu bersikap biasa saja. Ya... dia paham akan dirinya.
Pada akhirnya Elin menolak, bukan tidak mau. Hanya menghindari rasa malu bila nanti tidak bisa mengendalikan tingkahnya yang gugup dan grogi saat bersama nanti.
"Maaf Rey, aku duluan ya. Buru-buru soalnya," begitulah alasan Elin
Tanpa menunggu jawaban Reyhan, Elin berjalan dengan cepat meninggalkan Reyhan.
Selang beberapa menit Elin sampai di rumah.
"Assalamualaikum." Elin Mengucap salam, namun tak ada jawaban dari dalam. Pertanda tak ada orang di dalam rumah, berarti emak dan abah belum pulang.
Karena merasa tak ada jawaban, untuk memastikan Elin berjongkok melihat kunci rumah, apakah masih pada tempatnya atau tidak. Ternyata ada.
Elin menarik kunci dari tempatnya kemudian berjalan menuju pintu, memasukkan kunci dan membukanya.
Pintu terbuka tampak ruang tamu beralaskan tikar anyaman yang bila di duduki hanya muat 4 orang. Tidak ada sofa dan tidak ada hiasan dinding di sana. Semua memperjelas keadaan, Si empunya rumah orang Sederhana. Sangat sederhana.
Elin melepas sepatu dan bergegas masuk karena harus segera memasak untuk orangtuanya yang mungkin sebentar lagi akan pulang. Mengingat orang tuanya dagang kalangan jauh, pastilah akan melelahkan juga merasa lapar.
Masak di sini bukan seperti masak kebanyakan orang dengan hasil bermacam lauk dan sayur. Masak di keluarga ini dalam artian membuat makanan yang bisa di makan untuk teman makan nasi, tidak harus lauk dan juga sayur. Seadanya saja.
Usai mengganti pakaian, Elin menuju dapur. Melihat persediaan yang ada tidak mungkin Elin menumis atau menggoreng karena tidak adanya minyak. Kalau harus membeli dia tak punya uang karna memang tadi pagi tak di beri uang belanja.
Memastikan apa yang ada di dalam tudung saji. Elin menuju meja makan membuka tudung yang ternyata hanya ada nasi putih saja, tak ada sambal.
Elin memutuskan membuat sambal, bagi kedua orang tua Elin wajib ada sambal untuk makan mereka, itu sudah cukup.
Sambal matah itulah yang ada di pikiran Elin.
Elin mulai membuat sambal dengan merebus air di panci kecil. Setelah mendidih cabai, bawang, ranggam di masukkan ke dalam air rebusan. Setelah cabai layu kemudian di tiriskan lanjut di haluskan di tempat penggiling cabe.
Semua di ulek menjadi satu cabe bawang, ranggam, tidak lupa di tambah garam dan penyedap rasa. Selesai sambal di pindah ke wadah dan siap di santap dengan nasi.
Sambal matah versi keluarga ini sudah siap, ya.... tidak seperti sambal matah pada umumnya. Sambal matah ini jauh lebih murah dan mudah cara membuatnya, mereka sudah terbiasa dengan cara ini semua karena keadaan... kekurangan...
"Sudah siap," gumam Elin.
"Kenapa abah belum pulang juga ya..." Elin gelisah
Karena hari sudah menunjukkan pukul 14.00, terlebih lagi perjalanan orang tuanya yang jauh membuat Elin khawatir.
"Aku makan dulu sajalah," Gumam Elin
Sembari menunggu kepulangan kedua orangtuanya Elin makan dengan sambal matah, perutnya yang kosong sudah minta di isi sedari perjalanan pulang tadi. Namun pertemuan dengan Reyhan menghilangkan rasa lapar di perutnya.
Sudah terbiasa dalam kehidupan sulit, Elin tak pernah mengeluh akan apa yang di makan, baginya ini sudah biasa. Apabila di tanya enak? tentu lebih enak makan dengan tumis kangkung, namun apalah daya... lagi-lagi kendala dia tak pegang uang... walau hanya untuk seikat kangkung.
Sambal matah yang diartikan dengan keluarga ini yaitu sambal mentah dalam artian tidak di goreng.
Mereka tidak tau dan tidak paham pembuatan sambal matah yang kekinian, lagi-lagi keadaan.
Jika kebanyakan orang tau sambal matah itu benar-benar berbahan mentah tapi tidak dengan mereka.
Di kampung emak dan abah sambal matah yang sesungguhnya sama seperti pembuatan sambal matah versi Elin.
Berbeda mungkin keadaannya jika mereka punya televisi untuk menambah informasi mereka terutama Elin.
Jujur... Elin bingung ketika nonton televisi di rumah tetangga dia lihat sambal matah buatan chef yang ada di TV itu berbeda dengan cara pembuatan sambal matah Elin.
Tapi dia tak terlalu memikirkan itu.
Tok... tok... tok...
Terdengar suara pintu di ketuk.
"Itu abah dan emak," pikir Elin.
Buru- buru Elin berjalan menuju ke dalam rumah masuk ke ruang tamu dan membuka pintu.
Ceklek
Pintu terbuka, benar saja tampak abah dan emak dengan muka lelahnya.
"Assalamualakum." Ucap Abah dan emak bersamaan.
"Wa'alaikumsalam Mak, Bah." Elin menjawab sembari menjulurkan tangan menyambut tangan orangtuanya, mencium punggung tangan abah dan emak bergantian. Ini sebuah bentuk rasa hormat terhadap orangtuanya.
Elin selalu di ajarkan sopan dan hormat kepada orang tua. Dengan cara seperti itu ketika datang dan pergi dari rumah.
Setelah itu Elin beranjak keluar membantu abah mengangkut barang dari luar di bawa masuk ke dalam rumah. Ini kebiasaan Elin membantu abah tanpa harus di minta. Ini tugas Elin jika abah pulang dari kalangan. Bukan, bukan tugas baginya. Lebih tepatnya sebuah keharusan bagi Elin.
"Abah masuk aja Bah, Elin yang lanjutin semuanya." Ucap Elin.
Elin tak tega melihat kulit hitam kemerahan di wajah abah yang membuktikan abah telah menghadap terik matahari keseharian ini, berjemur di bawah sinarnya demi mencari nafkah untuk menghidupi mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Kanjeng Netizzen
Masih senasib dgku dlu aq makan dg nasi anget dan sambal kdg jd hanya makan nasi dicampur garam terkdgpun dg ikan asih dan sayur bening itupun sudah merasa bersyukur masih bisa mengisi perut ,aqpun merasa bersyukur walau sederhana masih mendapatkan kasih sayang org tua bpk yg seorg buruh tukang ditetangga dan ibu seorg buruh tani
2021-08-15
0
Khaira Della
sedih😢😢
2020-11-16
0
ARSY ALFAZZA
👍👍👍
2020-11-05
0