Setelah sholat subuh, Anindya dan Faris sudah bersiap untuk berangkat ke Tanah Grogot. Faris meminjam motor salah satu temannya untuk mengantarkan Anindya mengikuti tes CPNS.
Dari tempat mereka tinggal saat ini menuju tempat tes, memerlukan waktu perjalanan selama kurang lebih satu jam setengah. Sehingga mereka berangkat pagi agar memiliki waktu longgar sebelum tes dilakukan di pukul 9 pagi. Selama perjalanan, Anindya mengeratkan pegangannya di pinggang Faris karena takut. Suaminya melajukan motor di atas rata-rata dengan medan yang naik turun dan banyaknya tikungan.
Sampai di Tanah Grogot, mereka menyempatkan sarapan di sebuah warung nasi kuning sebelum menuju tempat diadakannya tes. Selesai makan, Anindya memastikan penampilannya tidak berantakan dengan memoleskan make up tipis dan mengikat kuncir kuda rambutnya.
Semua yang dilakukan Anindya tak lepas dari perhatian Faris. Sejak ia menyentuh Anindya hari itu, Faris tak bisa melepaskan pandangannya dari istrinya. Seperti ada keinginan untuk memiliki tetapi juga enggan secara bersamaan. Bahkan semalam ia ingin mengulangi permainannya jika saja Anindya tidak ada tes hari ini.
“Ayo, Mas!” ajak Anindya yang telah selesai dengan persiapannya.
Anindya telah mendaftar secara online sebelumnya untuk mengikuti tes seleksi kompetensi dasar hari ini. Sehingga begitu sampai di tempat tes, Anindya menyerahkan dokumen yang menyatakan keikutsertaannya kepada panitia dan masuk untuk mengikuti tes.
Selesai mengikuti tes, Anindya dan Faris memutuskan untuk mencari makan sebelum kembali ke Batukajang karena hasil seleksi kompetensi dasar akan diumumkan minggu depan di website resmi instansi bersangkutan.
“Kira-kira kamu lulus tidak?” pertanyaan Faris sontak menghentikan tangan Anindya yang hendak memasukkan nasi ke dalam mulutnya.
“Semoga saja tidak mengecewakan, Mas. Aku sudah mencoba semaksimal mungkin tadi.”
“Apa pun hasilnya, yang penting kamu bisa menerima.” Lisan Faris berbeda dengan keinginan hatinya yang berharap Anindya gagal.
“Iya, Mas. Aku sudah siap dengan segala kemungkinannya.” Jawab Anindya dengan senyuman karena merasa Faris mendukungnya.
Selesai makan, Faris menyempatkan waktu untuk membawa Anindya ke pinggiran Sungai Kandilo untuk menikmati suasana setelah ketegangan istrinya mengerjakan tes. Anindya merasa sangat senang dengan perhatian yang diberikan suaminya. Ia pun menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya sambil menutup matanya. Ketika membuka mata, Faris sudah ada di hadapannya dengan dua jus ditangannya. Mereka pun menikmati jus tersebut di pinggiran sungai.
Satu minggu kemudian, Anindya mengucap basmalah sebelum membuka website untuk melihat pengumuman kelulusan SKD CPNS. Anindya membuka lampiran yang ada dan mencari namanya di daftar yang ada. Dari 10 daftar nama penerimaan kategori Fisioterapi, Anindya menempati urutan ke lima dengan total nilai 442 dan dinyatakan lulus.
Dengan mengucap Alhamdulillah, Anindya pun menghubungi suaminya dan mengabarkan kelulusannya. Faris memberikannya selamat dan mengatakan jika ia akan pulang cepat hari ini. Setelah menghubungi Faris, Anindya menghubungi kedua orang tuanya dan mertuanya untuk mengabarkan hal serupa.
5 bulan kemudian.
Anindya yang telah menerima SPMT dan SK pengangkatan, akan mengikuti pelantikan dan pengambilan sumpah CPNS yang diselenggarakan di pengadilan agama Tanah Grogot. Tanpa ditemani Faris, Anindya melakukan perjalanan sendiri menggunakan motor yang telah dikirimkan dari Jawa dan menempuh perjalanan sekitar 2 jam dengan kecepatan rata-rata.
Selesai acara, Anindya langsung kembali pulang karena 2 hari kemudian ia harus melapor ke Puskesmas Batukajang untuk mulai bekerja. Sekitar pukul 5 sore, Anindya sampai di rumah dan segera menyiapkan makan malam. Ketika Faris pulang bekerja pukul 7 malam, Anindya yang sudah berhias pun menyambut suaminya dengan senyuman.
Faris yang awalnya berwajah masam, berubah menjadi sumringah melihat Anindya yang ada di hadapannya. Setelah mandi dan melaksanakan sholat maghrib, keduanya makan malam bersama.
“Lusa aku sudah masuk kerja, Mas.” Kata Anindya yang telah selesai membersihkan alat makan mereka.
“Jam kerja normal?” tanya Faris.
“Iya, Mas. Jam 8 sampai jam 2.” Anindya mulai memijat pundak Faris yang sudah menjadi kebiasaannya beberapa minggu ini setiap suaminya pulang bekerja.
“Baiklah, kita masih punya waktu bertemu di malam hari dan saat aku masuk shift malam, aku masih bisa melihatmu di sore hari.” Kata Faris yang menikmati pijatan Anindya.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara ketukan pintu. Anindya yang hanya mengenakan dress tali spagetti pun segera mengenakan cardi dan Faris membukakan pintu. Andra dengan beberapa temannya datang berkunjung membawa durian.
Anindya yang awalnya enggan keluar kamar, mau tak mau keluar untuk menemui teman suaminya dan menyiapkan minum untuk mereka. Mereka berakhir menikmati durian bersama sambil mengobrol. Anindya hanya mendengarkan obrolan mereka tanpa ada niat untuk menimbrung karena sebenarnya ia sudah lelah dan ingin memejamkan mata. Setelah durian habis, mereka berpamitan kembali ke mess karena sudah jam 9 malam. Mess akan di tutup pukul 10 malam, jadi mereka harus kembali sebelum itu.
Faris memperhatikan Anindya yang sedang membersihkan kulit durian dan menyapu ruang tamu. Dimatanya, penampilan Anindya saat ini sudah biasa karena setiap hari istrinya akan menyambutnya seperti itu. Apalagi sekarang Anindya mengenakan cardi membuat dress yang dikenakannya tertutupi dan terlihat sopan dengan panjang di bawah lutut. Tetapi ia tidak suka dengan cara Andra melihat istrinya.
Selama mereka mengobrol dan menikmati durian tadi, Faris menangkap Andra yang diam-diam memandang ke arah Anindya. Meskipun Anindya tidak merasa, Faris merasa tidak tenang dibuatnya. Tanpa aba-aba, Faris mengangkat tubuh Anindya dan membawanya ke dalam kamar meninggalkan sapu dan pengki di ruang tamu.
Setelah menutup pintu kamar, Faris mulai melancarkan permainannya. Anindya hanya bisa pasrah tanpa tahu penyebab Faris menginginkannya. Permainan demi permainan Faris lakukan dengan Anindya yang berusaha mengimbangi sampai akhirnya mereka mencapai puncak dan mengulangi permainan.
Ada perasaan tidak nyaman di hati Anindya. Ia merasa perlakuan Faris malam ini, berbeda dengan yang biasanya dilakukan. Walaupun hubungan intim mereka lakukan setiap Faris menginginkannya, ada yang berbeda kali ini. Faris seperti menuntutnya dan menegaskan jika hanya dia yang bisa menyentuhnya dengan mendominasi permainan tanpa memberikan Anindya kesempatan untuk mengeluhkan gerakan yang ia rasa tidak nyaman. Bahkan Faris sampai menahan tangan Anindya yang mencoba berpegangan kepadanya.
Permainan mereka untuk yang kesekian kalinya pun diakhiri dengan Faris yang merasa puas sedangkan Anindya menahan sakit di pangkal pahanya.
“Kamu hanya boleh melihatku!” bisik Faris sebelum akhirnya memejamkan matanya.
Tersirat tanda tanya di benak Anindya. Mengapa suaminya mengatakan hal itu? Bukankah selama menjadi istrinya, ia hanya melihatnya dan menjaga pandangannya? Anindya tidak tahu jawaban dari semua pertanyaannya, ia pun menyimpulkan jika suaminya hanya takut dirinya berpaling. Ia pun memantapkan hatinya jika ia tidak akan melakukannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Okto Mulya D.
hehhh Faris, istri dianggap barang mainan..parahhhh..kasihan tohh
2024-08-09
1
Nabilah
pengen q jambak😎
2024-08-03
1