1 minggu kemudian, Anindya mengikuti Faris kembali ke Kalimantan Timur. Setelah 2 hari mereka menginap di penginapan, akhirnya mereka menemukan kontrakan yang cocok dan memungkinkan untuk dijangkau bus jemputan perusahaan Faris. Kontrakan 2 pintu yang terletak di belakang rumah pemilik kontrakan, dekat dengan pasar dan jalan utama di mana pangkalan jemputan berada.
Memasuki kontrakan yang kosong, keduanya merasa canggung. Setelah pernikahan, keduanya belum ada bersentuhan sama sekali. Anindya mengira jika suaminya memerlukan waktu mengenal satu sama lain untuk melangkah ke sana, berbeda dengan Faris yang merasa merdeka karena Anindya tidak ada membahas nafkah batin.
“Perabotan apa saja yang ingin kamu beli?” tanya Faris.
“Yang penting-penting saja seperti kasur, kompor dan kipas, Mas.”
“Catat saja, kita beli sekarang! Ini uang yang aku bawa hasil dari sumbangan saat acara.” Faris menyerahkan amplop coklat yang cukup tebal pada Anindya.
“Terima kasih, Mas.”
Keduanya pun berjalan kaki menuju pasar. Sepanjang jalan, Faris mengutarakan niatnya untuk mengirimkan motornya kemari agar mereka tidak perlu berjalan kaki. Anindya setuju saja karena setelah dihitung-hitung, ongkos pengiriman motor lebih murah dibandingkan membeli motor baru. Lagi pula motor yang akan dikirimkan hanya digunakan ketika Faris ada di rumah.
Mereka membeli kasur busa, kipas angin ukuran tanggung, kompor gas beserta tabung gas 3 kg, dan beberapa peralatan dapur. Setelah membayarnya, Anindya meminta pihak toko untuk mengantarkannya ke kontrakan mereka. Selesai dengan toko perabotan, Faris membawa Anindya masuk ke dalam pasar yang ada di seberang toko perabotan karena kebetulan saat itu adalah hari jumat yang merupakan hari pasar mingguan di sana.
Dengan sabar dan tanpa banyak bicara, Faris mengikuti Anindya yang sedang berkeliling mencari kebutuhan di belakang. Ia juga dengan sadar diri membawakan barang belanjaan Anindya yang berupa sayur, ayam, dan beberapa peralatan tambahan untuk kontrakan mereka. Setelah Anindya mengatakan sudah selesai membeli semua kebutuhan, Faris membawanya ke sebuah warung makan untuk makan siang.
“Hey Bang!” sapa seorang pemuda.
“Andra! Sedang apa kamu di sini?” tanya Faris sembari menepuk pundak pemuda bernama Andra.
“Makanlah Bang. Bosan aku dengan makanan kantin!”
“Ayo bergabung bersamaku! Ini istriku, Anindya.” Anindya menjabat uluran tangan Andra.
Mereka pun mulai memesan makanan dan menikmatinya bersama. Dari sana Anindya tahu jika Andra adalah junior suaminya di tempat kerja yang lebih muda 8 tahun darinya. Faris dan Andra yang telah selesai makan mulai membicarakan topik yang Anindya tidak mengerti, ia pun menyibukkan diri dengan ponselnya.
Beberapa menit kemudian, Andra pamit untuk kembali ke mess dan mereka pun berpisah di depan warung makan. Faris membawa Anindya kembali ke kontrakan mereka. Selama berjalan kaki, tak ada topik pembicaraan di antara mereka. Anindya hanya diam karena ia tidak tahu harus mengatakan apa, sedangkan Faris larut dengan pikirannya.
Pikiran Faris saat ini melayang di beberapa menit yang lalu, di mana ia secara tidak sengaja melihat Andra memperhatikan istrinya. Pandangan mata yang ditujukan Andra kepada istrinya adalah pandangan mata tertarik, ia bisa menyimpulkannya karena instingnya sebagai laki-laki. Walaupun belum ada rasa yang tumbuh di antara ia dan istrinya, bagaimana pun Anindya adalah istrinya yang sah.
Sampai di kontrakan, ternyata barang yang mereka beli telah diletakkan di depan kontrakan mereka. Tanpa membuang waktu, Faris mulai memindahkan barang-barang tersebut ke dalam di bantu Anindya. Selesai menata perabotan, Anindya pamit untuk mandi karena tubuhnya sangat gerah setelah berjalan kaki dan membereskan barang.
Faris duduk di tempat tidur menghadap kipas angin tanpa atasan. Ia berencana setelah Anindya keluar, ia akan mandi. Tetapi siapa yang tahu, Anindya keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk yang melilit tubuhnya hingga pemandangan tersebut membuat Faris terpaku. Faris adalah laki-laki normal yang memiliki hasrat, melihat Anindya yang tanpa bersalah mengganti pakaian di depannya pun membuatnya ingin menyentuh. Tanpa sadar Faris telah mendekat ke arah Anindya yang baru saja akan mengenakan pelindung dada.
“Mas!” seru Anindya yang terkejut dengan Faris yang tiba-tiba memeluknya dari belakang.
“Kenapa?” pertanyaan Faris membuat Anindya merasa ciut.
Bagaimana pun mereka adalah pasangan suami istri yang sudah menikah selama 2 minggu. Sudah menjadi kewajibannya untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri. Dalam kegugupan Anindya merasakan setiap sentuhan yang diberikan suaminya, sampai Faris membalik tubuhnya dan membuat mereka berhadapan.
Tanpa aba-aba Faris menyerang bibir Anindya dengan tangan yang bermain-main. Anindya yang baru merasakan sensasi untuk pertama kali hanya bisa pasrah dengan perlakuan Faris sampai ia kehabisan nafas, barulah suaminya melepaskan bibirnya.
“Apakah kamu siap?” tanya Faris dengan suara berat.
Dengan nafas yang terengah, Anindya menganggukkan kepalanya pelan. Dalam hati ia memantapkan hati jika suaminya berhak untuk mendapatkan mahkotanya. Faris menuntun Anindya ke tempat tidur dan memulai permainan mereka. Anindya menahan rasa sakit yang disebabkan ketukan pintu Faris dengan sekuat tenaga, hingga akhirnya mereka pun bisa saling menyatu. Faris yang mendominasi permainan pun melakukannya dengan penuh semangat sampai mereka kehabisan tenaga, membuat Anindya terlelap setelah permainan mereka selesai.
Faris kini merutuki dirinya sendiri di kamar mandi. Ia yang mengatakan jika tubuh Anindya tidak membuatnya berminat, ia juga yang menikmati tubuh Anindya sampai ia lupa berapa kali ia melepaskan benihnya.
“Astaga! Aku menelan air ludahku sendiri!” gumam Faris.
“Ini semua salah Andra. Gara-gara tatapannya aku menjadi seperti sekarang!” Faris menyalahkan Andra sebagai penyebab ia menyentuh Anindya tanpa sadar jika sebenarnya ia cemburu.
Anindya yang merasa haus pun membuka matanya dan mendapati tubuhnya yang polos hanya tertutup dengan selimut. Dengan perlahan ia mulai menggerakkan tubuhnya karena rasa nyeri di pangkal pahanya sangat terasa, menandakan dirinya telah menjadi milik suaminya seutuhnya. Dengan senyuman, Anindya menahan rasa sakitnya dan beranjak ke kamar mandi.
“Kamu sudah bangun? Aku membuatkanmu air hangat, mandilah dengan air itu, sebentar lagi maghrib.” Kata Faris yang baru saja memasuki kamar.
“Terima kasih, Mas.” Anindya pun mengenakan handuk yang ada dilantai untuk menutupi tubuhnya dan berjalan menuju dapur mengambil air panas yang Faris maksud.
Tatapan Faris beralih ke tempat tidur yang meninggalkan jejak permainan mereka dengan noda merah di sana. Ada rasa bangga dan puas di hati Faris. "Memang perawan terasa berbeda dengan yang sudah bukan perawan!" batinnya.
Setelah adzan magrib berkumandang, mereka pun melaksanakan sholat berjamaah. Selesai sholat, Anindya memasak bahan makanan yang telah ia beli siang tadi. Berhubung belum memiliki kulkas, Anindya mengungkep ayam yang di belinya dan membuat tumis sayur yang paling simpel. Mereka pun makan malam bersama dan setelahnya melaksanakan sholat isya’.
“Mas...” panggil Anindya ketika mereka kini sedang bersantai di tempat tidur.
“Hemmm.” Jawab Faris tanpa melihat ke arah Anindya.
“Bisakah besok kamu mengantarkan aku tes CPNS di Tanah Grogot?” Faris menatap ke arah Anindya.
Sebelum Anindya ikut dengannya kemari, memang ada pembahasan jika istrinya akan mendaftar PNS. Awalnya ia menyanggupinya karena mengira dengan adanya kesibukan Anindya sebagai tenaga medis akan membuat pertemuan mereka semakin sedikit dan akan ada alasannya baginya untuk tidak menyentuh istrinya. Akan tetapi, setelah ia merasakan kenikmatan yang diberikan tubuh Anindya yang terjaga membuatnya berpikir ulang.
“Apa kamu yakin?”
“Iya, Mas. Aku ingin membuka klinikku sendiri kelak, dengan ikut PNS aku bisa bekerja sambil melanjutkan pendidikanku.”
“Bagaimana dengan tanggung jawabmu sebagai istriku?”
“Tentu aku akan mengutamakanmu, Mas. Tetapi aku juga tidak bisa berjanji, karena dengan menjadi PNS waktuku akan terbagi antara kamu dan pekerjaanku. Aku hanya bisa mengusahakan yang terbaik.” Anindya mencoba meyakinkan
Faris.
Setelah berpikir sejenak, Faris pun menganggukkan kepalanya tanda setuju.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Nabilah
red flag tho!!
2024-08-03
1