Janisa mendorong dada Evan pelan dia tak kuasa menetralkan jantungnya. Dia menunduk malu. Namun Evan mendekat lagi dan menangkup wajah Janisa.
Janisa mendongakkan kepalanya "Aa-ayo kita pulang...!" Ucapnya dengan terbata-bata. Evan mengelus pipi putih itu dengan ibu jarinya.
"Van...!"
"Iya kita pulang!" CUP Evan mengecup pucuk kepala Janisa. Dan pergi dari sana. Janisa membulatkan matanya dan memegang dadanya. Ia masih membeku di sana.
"Astaga Evan!" Gumam Janisa.
Saat Evan ingin membuka gagang pintu ia baru sadar, kalau Janisa masih berdiri di balkon. Dia menghampirinya dan menggenggam tangan Janisa.
"Jangan melamun!" Ucap Evan datar sembari membawa tangan Janisa keluar dari apartmentnya.
Janisa sendiri hanya menarik nafas dalam dalam. Ia masih tak mengerti maunya Evan apa. Sementara hatinya kadang masih teringat kejadian dimana Adam selingkuh. Dia takut kalau Evan juga akan seperti Adam.
Sepertinya Janisa harus jaga jarak sampai dia yakin kalau Evan tak seperti Adam nantinya. Ia tak mau patah hati lagi untuk yang kedua kalinya. Sepanjang jalan Janisa tak bicara lagi. Evan juga fokus menyetir. Keduanya larut dalam pikiran masing masing.
"Van, ke toko bunga dulu yah, tadi mamah chat aku suruh ambil pesenan bunganya!" Ucap Janisa setelah membaca chat dari mamahnya.
"Oke!" Jawab Evan datar. Dia memutar setirnya ke toko bunga dengan cepat.
-
-
Janisa masuk duluan ke toko bunga namun ketika ingin mengambil pesanan mamahnya, tidak sengaja ia bertubrukan dengan seorang pria.
"Aduh...hati ha_" Ketika Janisa mendongak ternyata pria itu adalah Barra, orang yang pernah menolongnya dari Adam.
"Maaf ya aku enggak sengaja! Kamu enggak apa-apa kan?" Tanya Barra dengan ramah.
"Enggak kok aman!"
Keduanya tersenyum kikuk ini pertemuan kedua kalinya bagi mereka. Namun ada sepasang mata melihat Janisa dan Barra. Yaitu Evan dari balik pintu masuk.
"Kamu di sini ngapain?" Tanya Barra basa basi.
"Oh ini ambil pesenan bunga punya mamah. Anda juga pasti lagi beli bunga buat pacarnya kan?" Ucap Janisa dengan senyuman manisnya.
"Hahaha bukan, sama ini juga buat ibu saya."
Keduanya mengobrol sebentar disana. Lalu Barra duluan keluar dari toko itu. Sementara Janisa membayar pesanan bunga mamahnya. Dia menyusul Evan ke dalam mobil. Namun ketika duduk, dia melihat raut wajah Evan dingin. Entah ada apa dengan Evan, dia pun tak tahu.
"Ayo kita pulang Van!"
"Oke!" Ucap Evan datar, dia menyalakan mesin mobilnya dan melajukan mobilnya menuju rumah Janisa.
Di jalan Janisa merasa Evan berbeda "Kamu kenapa? Enggak enak badan?" Tanya Janisa penasaran.
"Enggak apa-apa." Kata Evan datar.
Janisa hanya mengangguk dan tak bertanya lagi. Dia memandang kaca mobilnya sembari membuka laman sosmed-nya.
Tiba tiba ponsel Janisa bergetar mamahnya telepon. "Halo mah. Janisa mau pulang." Ucapnya.
Wajah Janisa sedikit berubah setelah mendapat telepon dari mamahnya. "Iya mah, nanti Janisa usahakan datang. Mamah baik baik aja kan?"
Janisa menutup ponselnya dan mengadahkan kepalanya dan memejamkan matanya. Tangannya memijit jidatnya sendiri kepalanya terasa pusing. Evan menoleh Janisa seperti sedang ada masalah.
"Kenapa?" Tanya Evan.
"Sidang papah sebentar lagi di gelar." Ucap Janisa datar.
Evan mengangguk pelan dan menghentikan mobilnya. Janisa menoleh ke arah Evan "Kenapa berhenti?" Tanya Janisa.
Evan menarik Janisa dan memeluknya dengan erat. Janisa hanya bisa mematung. Saat ini ia memang butuh sandaran, ini sidang ke dua papahnya.
Janisa membalas pelukan Evan. "Kamu wanita kuat, aku di sini." Ucap Evan sembari mengelus rambut panjang wanita itu.
"Terima kasih Evan!" Ucap Janisa dengan berlinang air mata.
-
-
Janisa sudah sampai dirumahnya, Evan juga sudah pulang dia tak mampir ke dalam. "Jan, gimana syutingnya?" Tanya Savian kakaknya Janisa.
"Aman kak, oh iya kak, si cecunguk itu kok bisa kerja lagi?"
"Dia datang ke kantor sambil sujud sujud tahu, sebel banget dasar pengecut. Kakak kasih dia syarat. Kamu tenang aja, si cecunguk itu dalam pengawasan kakak dan opah!" Jawab Savian.
Janisa mengangguk pelan semoga saja Adam tak membuat ulah di depan Janisa. Dia sudah malas berurusan dengan lelaki syalan itu.
Janisa segera membersihkan dirinya lalu merebahkan badannya ke kasur. Sungguh melelahkan sekali hari ini. Bertemu Adam, ada sedikit kendala di tempat syuting, dan di peluk Evan.
"Arrghh ...pusing banget."
DRRRTTT DRRRTTT DRRTTTT
Ponsel Janisa bergetar, Bella managernya menelepon. "Kenapa Bel?"
"Hangout yuk, gue jemput yah, ayolah bentaran doank."
Janisa melirik ke jam dinding "Udah malem Bell, jam 8 tuh." Alasan Janisa dia malas sebenarnya.
"Ayolah Sa, bentaran doank, jam 12 balik deh." Bella tetap membujuk Janisa supaya mau keluar malam itu.
"Okeh, kita ketemu di sana aja."
Janisa menutup ponselnya dan bersiap. Dia ke bawah pamit ke kakaknya yang masih bangun. Awalnya Savian tak mengijinkannya namun adik perempuannya itu merengek seperti biasa. Dengan syarat, Erick nanti akan menyusulnya. Janisa tak keberatan. Dia pergi menuju club.
-
-
Sesampainya di sana, dia mencari Bella. Ternyata Bella bersama para talent model yang lain. Bella melambaikan tangannya ke arah Janisa.
Janisa menghampiri Bella dan yang lainnya. Mereka mengobrol sebentar sebelum ke lantai dansa. Suara musik dari DJ terkenal itu menggema dengan keras.
"Yuk Sa, turun." Ucap Bella menarik lengan Janisa ke bawah.
Janisa dan Bella juga teman teman yang lain menikmati alunan musik itu. Tak lama Janisa duduk di meja bar, dia memesan minuman orange jus. Dia melihat Bella sedang bersenang senang.
"Ehm... Enggak baik cewek di sini sendirian." Celetuk seorang pria yang tak lain adalah Adam, mantannya Janisa.
Janisa menoleh melihat mantannya datang dan terus saja mengganggunya. Ia tak menanggapi dan mengacuhkan Adam.
Janisa pergi dari sana menuju toilet namun dasar Adam sedikit gila, ia mengikutinya dan menarik paksa Janisa ke kamar kosong dan menguncinya.
"LEPASIN ADAM....BRENGSEK." Teriak Janisa.
Adam berusaha mencium Janisa dengan paksa. Sebisa mungkin Janisa berontak, bahkan Adam hampir melepaskan pakaian Janisa.
"Ayo sayang kita bersenang senang, aku udah lama ingin tubuh kamu!"
Janisa mencium bau alkohol yang sangat menyengat dari mulut Adam. "Tolong....lepasin Adam, aku mohon jangan...!" Janisa berteriak di bawah kukungan Adam.
Janisa terus berontak, ternyata ponselnya jatuh saat Adam memaksa Janisa, dan ia tak sengaja menekan nomor Evan.
Evan yang mendengar jerit tangis Janisa langsung menyusulnya. Dia melacak ponsel wanitanya dan mencari keberadaan Janisa.
-
-
Janisa menendang alat v*tal Adam dengan keras. Membuat Adam tersungkur "Dasar kau wanita syalan!" Adam teriak kencang dan murka.
Penampilan Janisa bahkan sudah berantakan, bahkan rok bawahnya sobek, dia berusaha lari dari kejaran Adam "Tolong siapapun di luar buka pintunya!" Teriak Janisa sambil menggedor gedor pintu itu.
Adam menjambak rambut Janisa dengan keras lalu mendorongnya ke meja hingga meja itu hancur. Tubuh Janisa sudah lemah tak berdaya, bibir dan pelipisnya mengeluarkan cairan merah.
Ketika Adam mendekati Janisa dengan seringainya, tiba tiba tanpa di duga Adam tersungkur ke bawah. Ada seseorang dari belakangnya yang menghajarnya.
BUGH BUGH BUGH
Janisa dengan tubuh bergetar dia melihat Evan menghajar Adam hingga babak belur. Erick baru datang ke sana setelah melacak keberadaan Janisa. Dia menarik Evan supaya berhenti menghajar Adam.
"CUKUP EVAN! AYO KITA PULANG!"
Evan mendorong Adam ke tembok, dia melepas jaketnya dan menutupi tubuh Janisa, pakaiannya bahkan sudah robek. Lalu ia menggendong wanitanya dan membawanya pergi. Janisa masih bergetar hebat ia sangat ketakutan. Erick segera menyusulnya.
"Tunggu Van!"
"Aku akan mengurusnya, percaya padaku. Besok aku akan mengantarkannya pulang." Evan segera pergi dari sana membawa Janisa ke mobilnya.
Erick hanya menghela nafasnya, ia segera mengabari Savian saat itu juga. "Harusnya aku yang bersama mu Janisa."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments