DEG
Janisa reflek mendorong Evan. "Ma-maaf enggak sengaja Van.!" Ucap Janisa yang gelagapan. Evan juga jadi salah tingkah dibuatnya.
"Ayo nanti kamu telat." Ucap Evan datar. Dia langsung keluar dari apartment duluan tanpa menunggu Janisa yang masih diam. Janisa menggelengkan kepalanya.
Janisa akhirnya jalan menyusul Evan ke parkiran. Evan menunggunya di depan pintu mobil dan membuka kan pintu mobilnya untuk Janisa.
Keduanya duduk di depan bersama. Selama di jalan tak ada yang bicara. Sejak kejadian tadi keduanya sedikit canggung padahal mereka juga tak melakukan hal yang negatif.
Janisa memandang keluar kaca mobilnya. Begitu pun Evan yang fokus menyetir. "Ehm... Kita kemana sekarang?" Tanya Evan datar.
Janisa sedikit gelagapan dia lupa memberikan alamat tempat syutingnya. Dia hanya menjawab pertanyaan itu saja tentang alamat tak lebih. Sesampainya di sana, Evan dan Janisa turun. Evan mengekor di belakang Janisa.
"Kok lama sih, Jan?" Ucap Rani managernya.
"Iya tadi gue ambil ini dulu. Ayo!" Ajak Janisa yang menggandeng lengan Rani.
Rani malah salfok sama pria yang ada di belakang Janisa. "Siapa tuh? Yang baru?" Tanya Rani yang penasaran.
Janisa menoleh ke belakang dia melirik lagi ke managernya sekaligus sahabatnya. "Bukan, bodyguard gue!"
"WHAT?" Teriak Rani.
"Berisik ih jenger kuping gue Ran..!" ucap Janisa yang menutup telinganya.
"Seriusan loe? Gila secakep itu woy bodyguard, mendingan buat gue!"
Janisa menatap tajam Rani "Enak aja loe!" Ia lanjut berjalan dan meninggalkan Rani juga Evan. Namun Evan melewati Rani dan menyusul Janisa. Rani masih bengong dia lanjut jalan.
-
-
Janisa menjalani syuting FTV-nya. Namun ketika ada adegan harus berciuman, Janisa menolaknya. Sempat terjadi ketegangan antara Janisa dan sutradara.
"Maaf tapi saya enggak mau dan enggak bisa!"
"Kamu harus profesional donk, kami udah bayar mahal. Jangan seenaknya kamu hah!" Sentak sutradara itu. Janisa yang tak terima membentak balik orang itu.
"Saya akan mengganti rugi kalau memang adegan ciuman itu penting. Ran, catet nomor rekeningnya. Terserah anda mau marah atau mau adukan saya ke pimpinan, yang jelas saya tidak akan pernah mau ada adegan ciuman." Sentak Janisa dia pergi dari sana.
Evan yang menunggunya agak jauh langsung menyusul Janisa yang keluar dari parkiran mobil. Dia menarik lengan wanita itu.
"Mau kemana? Kenapa enggak di lanjutin syutingnya?"
"Bukan urusan kamu!" Ucap Janisa masih dengan amarahnya. Evan menggenggamnya dan membawanya ke mobil.
"Kita makan dulu kayaknya kamu lapar." Ucap Evan datar.
Janisa menoleh dan masih menggerutu "Aku enggak lapar Evan, berhenti di sini. Kamu nyebelin banget sih!" Gerutu Janisa.
CKIIIITTTT
Mobil itu berhenti di tepian jalan, Evan menoleh ke arah Janisa dengan tatapan tak terbaca. "Mau kamu apa?" Tanya Evan dengan tegasnya. Membuat Janisa sedikit ciut dengan tatapan Evan.
"Ma_" Belum juga Janisa bicara namun dia melihat dari luar mobil ada Adam mantannya. Janisa buru buru memeluk Evan dan meringsek ke dada Evan.
Evan sontak terkejut. Tangannya sudah dia angkat ke atas. "Cepet peluk aku, itu ada orang sinting!" Gerutu Janisa yang kesal Evan tak memeluknya.
Evan terpaksa memeluknya dan melirik ke luar mobil. Ternyata ada mantannya Janisa sedang memperhatikan mereka. Evan melepas pelukannya dan menjalankan mobilnya pergi dari sana.
"Kita mau kemana?" Tanya Janisa.
Evan tak menjawabnya dia fokus menyetir tanpa menoleh. Dia memberhentikan mobilnya di gedung apartment. Evan memang diberikan apartment itu oleh om Arya, bossnya.
Janisa celingukan ke kanan kiri "Ngapain kita kesini?"
Evan tak menjawab dia memegang tangan Janisa dan membawanya ke atas tanpa bicara. Janisa juga nurut nurut saja. Dia juga tak bertanya lagi
Sesampainya di dalam apartment itu Evan membawa Janisa duduk di kursi. Dia ke dapur membuatkan makanan dan minuman untuk Janisa.
Janisa memperhatikan Evan yang sedang masak, dimatanya Evan sangat seksi dengan otot otot dan bulu halus ditangannya. Dia menopang dagu memandang pria atletis ini di hadapannya. Evan fokus memasak tanpa memandang Janisa.
Selesai masak, Evan menghidangkannya di meja makan. Dia menata piring dan gelas. "Makan...!" Ucap Evan datar.
Janisa terpesona oleh Evan. Sudah tampan, pintar, jago masak, jago berantem. Menurutnya, Evan sempurna di matanya. Evan mengibaskan tangan di depan muka Janisa.
"Ayo makan, kenapa melamun?" Tanya Evan.
"Ii-iyaa ini mau!" Janisa malah gelagapan. Dia menggaruk tengkuk kepalanya yang tak gatal. Dia tersenyum dan mulai makan dengan lahap.
"Enak...kamu jago juga yah!" Ucap Janisa. Namun Evan diam tak meresponnya.
Evan menoleh ke arah Janisa, tangannya terulur mengelap ada sisa makanan di sudut bibir Janisa. Wanita itu terdiam. Dia menatap mata Evan. Hatinya berdesir. Evan juga menatapnya dalam diam.
"Ini tissunya!" Ucap Evan mengalihkan perhatiannya. Dia juga sedikit salting namun tak mungkin kan dia bilang. Yang ada hancur image-nya sebagai cowok cool.
Ketika sudah makan, Janisa membantu Evan membereskan piring kotor. "Sini aku aja yang cuci." Kata Janisa.
Namun baru aja mencuci satu piring, malah pecah. "Astaga...Evan maaf, aku enggak sengaja!" Janisa takut Evan marah, dia buru buru mengambil piring yang jatoh namun saat memegangnya tangannya berd*rah. Evan menarik tangan Janisa dan mencuci jarinya.
"Kamu tunggu di depan, biar aku aja!" Ucap Evan.
"Tapi aku bi_"
"Tak ada bantahan nona Janisa, tunggu di depan!" Ucap Evan dengan tegas. Janisa menurut dan dia pun ke depan menunggu Evan yang sedang membersihkan piring kotor dan pecahan tadi.
Janisa duduk di sofa ruang tamu namun pandangannya teralihkan oleh photo anak lelaki bersama orangtuanya.
"Mungkin ini Evan dan orang tuanya!" Gumam Janisa pelan. Dia mengambil bingkai photo itu dan melihatnya. Lalu menaruhnya lagi. Dia berjalan ke balkon apartment itu dan membuka pintunya lebar lebar.
Dia jalan ke depan sembari menghirup angin sore hari itu yang menyegarkan. "Indah sekali kalau sore!" Gumam Janisa.
"Apalagi kalau malam, lebih bagus." Ucap Evan datar. Dia muncul tiba tiba di pinggir Janisa.
Tatapan keduanya bertemu, Janisa menelan salivanya ketika bertatapan dengan Evan. Ada rasa yang tak bisa di ungkapkan.
Evan juga menatapnya lekat. Ia mendekati Janisa dan mengikis jarak, tangannya terulur merapihkan anak rambut Janisa yang sedikit berantakan terkena hembusan angin.
Janisa merasakan jantungnya seperti mau copot di tatap seperti itu. Evan semakin mendekat ke wajah Janisa. Bahkan deru hangat nafasnya terasa di wajah Janisa. Dia tak bisa mengontrol jantungnya yang berdegup kencang.
Evan membelai wajah cantik di depannya, di tersenyum tipis bahkan sangat tipis sekali. Dia juga melingkarkan tangannya ke pinggang Janisa.
"Cantik." Ucap Evan datar.
DEG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
(◕ᴗ◕✿)
Semangatt kak !!
2024-08-09
1