Bab 5. Pelampiasan Amarah

"Deswita! Sini kamu!" Teriakan menggema itu terdengar hingga mengagetkan Deswita yang sedang melipat mukena setelah salat isya.

Dengan langkah cepat Deswita membuka pintu kamar, tetapi belum sempat dia melontarkan kata-kata justru tamparan keras mendarat di pipi kanannya hingga membuatnya terhuyung.

"Dasar wanita nggak tahu diri! Setelah kamu menguasai Zidan, sekarang kamu mencoba memisahkan dia dari keluarganya!" hardik Mama Riana seraya menjambak rambut Deswita yang masih terbalut mukena.

Deswita hanya bisa meringis menahan rasa sakit dan panas yang menjalar karena tamparan dan jambakan dari ibu mertuanya.

"Cukup, Mah! Apa yang Mama lakukan?" teriak Zidan seraya melepas tangan mamanya dari kepala Deswita.

Dengan sigap Zidan memeluk tubuh sang istri yang bergetar hebat karena perlakuan sang mama.

"Minggir kamu, Zi. Biar mama kasih pelajaran wanita nggak tahu diri ini, pasti kamu sudah dihasut oleh wanita ini." Mama Riana masih berusaha menggapai tubuh Deswita, tetapi Zidan berusaha melindungi sang istri. Pun Papa Fikar langsung menarik kasar tangan Mama Riana karena sikapnya sudah di luar batas.

"Sudah cukup, Mah. Jangan pernah menyalahkan Deswita tentang kepindahan Zidan. Semua atas kemauan Zidan sendiri, selama ini Zidan diam karena masih menghargai dan menghormati Mama. Dan Zidan paling tidak suka ada yang menyakiti Deswita, sekalipun itu Mama," pungkas Zidan yang masih mendekap erat tubuh sang istri.

"Jangan halangi Zidan lagi, Mah. Keputusan Zidan sudah bulat, malam ini Zidan akan keluar dari rumah ini," imbuh Zidan lalu mengangkat tubuh Deswita dan berlalu keluar tanpa membawa apa pun. Baginya keselamatan dan kesehatan mental Deswita lebih penting dari segalanya.

Mama Riana memandangi kepergian Zidan dengan amarah yang masih menggebu.

"Puas kamu sekarang? Puas, sudah merusak kehidupan Zidan dan istrinya? Harusnya kamu itu sadar kenapa Zidan memilih pergi dari sini, yaitu karena sikap dan kelakuanmu yang sudah sangat keterlaluan," ujar Papa Fikar dengan tegas kemudian pergi meninggalkan istrinya itu.

**

Sementara itu, di dalam mobil Zidan masih menenangkan Deswita. Melihat keadaan sang istri tak ayal membuat hatinya sangat hancur dan sakit. Dia merasa gagal menjadi pelindung untuk istrinya.

"Maafin mas, Ta. Mas janji setelah ini nggak akan ada seorangpun yang bisa menyakiti kamu," gumam Zidan sambil mendaratkan kecupan di puncak kepala sang istri.

Setelah tubuh Deswita tak lagi bergetar hebat, Zidan mengambil ponsel di dasbor mobil lalu menghubungi kakaknya.

"Kak, bisa datang ke rumahku sekarang?"

"Ada apa, Zi? Kamu sudah pindah?" tanya Revan.

"Iya, ini aku baru sampai. Kalau bisa ajak Mbak Zhia sekalian, aku butuh pertolongan dia," pinta Zidan.

"Apa terjadi sesuatu, Zi?" Di seberang, suara Revan terdengar sangat mengkhawatirkan sang adik.

"Aku akan cerita nanti kalau Kakak sudah di sini."

"Oke-oke, sekarang juga kakak ke sana."

Tanpa menjawab ucapan kakaknya, Zidan langsung mematikan sambungan teleponnya. Dia mencoba melihat kondisi sang istri, tetapi alangkah terkejutnya saat mendapati Deswita sudah tak sadarkan diri.

"Wita. Bangun, Ta." Berkali-kali Zidan mencoba membangunkan Deswita dengan menepuk pelan pipinya, tetapi sang istri tak kunjung membuka matanya.

Kekhawatiran Zidan semakin bertambah tatkala menyentuh dahi Deswita yang terasa panas, embusan napasnya juga terasa panas.

Tanpa menunggu lama, Zidan segera membuka pintu mobil lalu menggendong Deswita. Dengan susah payah dia mencoba membuka kunci pintu, setelah pintu berhasil dibuka Zidan langsung membawa sang istri ke kamar dan merebahkannya di ranjang.

Seraya menunggu kedatangan Revan dan Zhia, Zidan berlalu ke dapur untuk merebus air. Dia mengambil sebuah baskom dan handuk kecil lalu mengisinya dengan air biasa yang kemudian dicampur dengan air yang sudah mendidih.

......................

Revan dan Zhia berjalan dengan cepat menuju rumah Zidan, tanpa mengetuk pintu mereka langsung menerobos masuk karena rasa khawatir yang mendominasi.

"Zidan," panggil Revan yang tak melihat keberadaan sang adik.

"Mungkin di kamar, Yang. Kita coba liat ke sana aja," ucap Zhia dan diangguki oleh Revan.

Berhubung rumah yang ditempati Zidan saat ini bukanlah rumah lantai dua dan hanya ada dua kamar. Revan langsung menuju kamar utama yang dekat dengan ruang tamu.

Benar saja, saat setelah membuka pintu dia melihat Zidan tidur sambil duduk di sebelah ranjang. Sementara Deswita terbaring di ranjang dengan masih dibalut mukena dan ada handuk kecil di dahinya.

Revan dan Zhia berjalan mendekati keduanya dengan langkah pelan. Dan betapa kagetnya saat melihat luka di sudut bibir Deswita dan cap tangan di pipinya.

"Ya Allah, Wita. Apa yang sudah terjadi sebenarnya?" Zhia tak kuasa menahan air matanya kala melihat kondisi Deswita yang sangat memprihatinkan. Sementara Revan hanya mengusap wajahnya kasar, dia sudah bisa menebak siapa pelaku yang membuat adik iparnya seperti itu.

"Zi, bangun." Revan menggoyang pelan lengan Zidan. Merasakan sentuhan di lengannya, perlahan Zidan membuka matanya.

"Kak Revan." Zidan langsung bangun dari tidurnya dan melihat sang istri yang masih terpejam.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Wita bisa seperti itu?" tanya Revan seraya melirik Deswita yang terbaring di ranjang.

Zidan pun mulai menceritakan apa yang terjadi, mulai saat sang mama yang mendengar percakapannya dengan sang papa perihal pindah rumah. Hingga akhirnya, sang mama yang melampiasan amarah pada Deswita dengan sangat brutal.

Mendengar cerita Zidan, Zhia langsung menutup mulutnya. Dia tak menyangka jika ibu mertua yang selalu bersikap lemah lembut dan baik padanya, ternyata bisa berbuat kejam pada menantunya yang lain.

"Aku capek, Kak. Harus dengan cara apa lagi untuk menyadarkan mama?" keluh Zidan setelah selesai bercerita.

"Mbak Zhia, tolong periksa Deswita. Aku takut terjadi sesuatu karena tadi suhu tubuhnya sangat panas dan tak sadarkan diri," pinta Zidan dengan tatapan nanar.

Zhia langsung mengiyakan permintaan adik iparnya itu. Meski dia seorang dokter kandungan, tetapi jika hanya memeriksa hal seperti yang dialami Deswita masih bisa.

Ketika sedang mengecek denyut nadi Deswita, Zhia terdiam sesaat untuk memastikan sesuatu dengan apa yang dia rasakan.

"Kenapa, Yang?" tanya Revan saat melihat raut wajah tak biasa istrinya.

Zhia menatap Revan dan Zidan bergantian. "Zi, tolong besok bawa Deswita ke rumah sakit. Aku perlu melakukan pemeriksaan lanjut untuk memastikan sesuatu."

"Ada apa, Mbak? Apa kondisi Deswita mengkhawatirkan?" cecar Zidan.

"Bukan, pokoknya besok pagi kamu bawa dia ke rumah sakit. Akan aku daftarkan biar dapat antrian awal."

Zhia tak berani mengatakan apa yang dia rasakan sebelum melakukan pemeriksaan secara langsung di rumah sakit. Sebab dia tak ingin memberikan harapan pada Zidan dan Deswita.

Sementara Revan menatap sang istri dengan mata memicing karena dia tahu jika ada yang sedang disembunyikan istrinya itu.

Terpopuler

Comments

Santi

Santi

cerita yang menarik lanjutkan

2024-11-17

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!