"Deswita!"
Mendengar teriakan Mama Riana, Deswita menghentikan aktivitasnya menyetrika pakaian di belakang. Dengan tergopoh dia berjalan menghampiri ibu mertuanya itu.
"Ada apa, Mah?" tanya Deswita dengan napas terengah.
"Punya telinga nggak, sih? Dipanggil dari tadi nggak nyaut, ngapain aja kamu itu?" sentak Mama Riana.
"Maaf, Mah. Tadi Wita lagi setrika baju di belakang, jadi nggak dengar."
"Alesan aja." Mama Riana membuka dompet lalu mengambil beberapa lembar uang.
"Nih, kamu belanja sana. Siang nanti ada tamu penting yang mau datang, sekalian kamu masak dan siapin jamuannya."
Deswita menerima lima lembar uang seratus ribuan dari Mama Riana. Tanpa membantah, dia lantas melakukan perintah ibu mertuanya.
"Jangan lupa beli buah dan kue," imbuh Mama Riana dengan ketus.
"Iya, Mah." Setelah mengucapkan itu, Deswita segera berangkat ke supermarket membeli bahan masakan juga buah dan kue.
Di dalam supermarket, Deswita berjalan ke tempat daging kemudian berpindah ke tempat sayuran dan buah. Setelah dirasa cukup, dia segera membayar belanjaannya di kasir.
Sebelum pulang Deswita mampir ke toko kue langganan ibu mertuanya. Memesan dua box chiffon cake dan brownies coklat keju.
"Sudah semua, sebaiknya aku segera pulang dan memasak sebelum tamu mama datang," gumam Deswita setelah keluar dari toko kue.
Sesampainya di rumah Deswita langsung menuju dapur, kemudian membuka tas belanjaan dan mulai membersihkan dan mengolahnya menjadi hidangan.
Sementara di ruang depan, tamu Mama Riana sudah datang dan beliau menyambutnya dengan senang lalu mengajak duduk di ruang tamu.
"Lama banget Jeng Feni nggak ke sini," ucap Mama Riana.
"Iya, Jeng. Biasalah, harus ikut ke mana suami pergi karena memang terlalu banyak bisnis yamg dikelola."
"Wah, makin sukses aja, ya, Jeng. Ngomong-ngomong Silvia kok nggak ikut ke sini?"
"Masih di jalan, Jeng. Mungkin sebentar lagi sampai," jawab Bu Feni.
Benar saja, tak lama setelah dibicarakan Silvia datang dengan menenteng paperbag berukuran kecil.
"Siang, Tante. Apa kabar?" Silvia memeluk Mama Riana, pun dibalas hal serupa oleh Mama Riana.
"Tante baik, Sil. Kamu makin cantik aja, sih," puji Mama Riana.
"Tante bisa aja," balas Silvia dengan senyum malu-malu.
"Oh, ya, ini Silvia bawain sedikit oleh-oleh buat Tante." Silvia memberikan paperbag yang dibawanya tadi pada Mama Riana.
"Ya ampun, kamu kenapa mesti repot-repot gini. Makasih, ya," balas Mama Riana dan menerima pemberian Silvia.
Mama Riana mempersilakan Silvia duduk bersama mamanya, kemudian Mama Riana ke dalam untuk menemui Deswita yang sedang memasak di dapur.
"Heh, buatkan minuman untuk tamu saya," titah Mama Riana dengan ketus.
"Baik, Mah." Deswita yang sedang memotong daging langsung beralih membuatkan minuman setelah mencuci tangannya.
Deswita memang diperlakukan sangat berbeda dengan Zhia yang tak lain istri dari Revan, kakak Zidan. Jika dengan Zhia, Mama Riana bersikap lemah lembut bak ibu kepada anaknya. Namun, jika dengannya jangankan untuk bersikap lemah lembut, menatap dia pun enggan.
Setelah minuman jadi, Deswita segera meletakkannya di atas nampan beserta kue yang dibelinya tadi, lalu dia mengantarkan ke ruang tamu.
Ketika berada di ruang tamu, Deswita sangat terkejut karena tamu penting yang dimaksud ibu mertuanya adalah Silvia dan mamanya.
Bu Feni memandangi Deswita dari atas sampai bawah dengan sorot mata bertanya-tanya. Sementara Deswita sendiri langsung menyajikan minuman dan kue tadi di meja.
"Jeng Riana punya pembantu baru?" tanya Bu Feni yang memang tak mengetahui pernikahan Zidan.
Dengan raut wajah tak suka, Mama Riana pun menjelaskan siapa Deswita. "Dia istri Zidan."
"Istri? Berarti Zidan udah nikah? Kok, saya nggak tahu, Jeng," cecar Bu Feni.
"Hanya pernikahan biasa, saya sendiri sebenarnya juga nggak sreg punya menantu seperti dia," ujar Mama Riana seraya melirik sinis Deswita.
Mendengar hal itu, Silvia tampak tersenyum menyeringai. Dia berpikir semakin memiliki peluang besar untuk menyingkirkan Deswita, tentunya dengan bantuan mama Zidan.
"Ternyata Tante Riana membenci istri Zidan. Bagus, dengan begitu aku punya peluang untuk mendapatkan Zidan dan menyingkirkan wanita itu dari hidup Zidan selamanya," batin Silvia.
Lagi-lagi Deswita harus kembali mendengarkan ucapan menyakitkan dari ibu mertuanya. Luka yang masih basah kini kembali menganga seperti disiram air garam. Karena tak kuat menahan air mata yang siap keluar, dia pun langsung bergegas kembali ke dalam.
"Ya Allah, sampai kapan aku harus menerima kebencian dari mama? Bahkan, aku sudah berusaha menjadi menantu yang baik, tapi tak sedikitpun beliau menganggapku," batin Deswita.
***
Pukul 11.50 Zidan sudah sampai rumah, dia bergegas masuk hendak menemui sang istri tercinta. Namun, belum sampai dia bertemu Deswita, Mama Riana mneghampirinya dan mengajak duduk di ruang tengah.
"Zi, kamu masih ingat anak Jeng Feni nggak? Itu, lho, Silvia."
"Kenapa memangnya, Mah?" tanya Zidan yang sebenarnya malas menanggapi sang mama yang membahas sesuatu yang sudah bisa dia tebak.
"Sekarang dia makin cantik, lho, Zi. Seandainya kamu belum nikah, mama bakal jodohin kamu sama dia," ujar Mama Riana dengan senyum yang mengembang.
Zidan terdiam sesaat sambil menatap sang mama. "Meskipun Zidan belum menikah sekalipun, Zidan juga nggak akan menikahi dia. Karena Zidan mencari pasangan sekali seumur hidup yang bisa dituntun ke arah yang lebih baik. Dan Silvia bukanlah sosok pendamping yang Zidan mau."
Setelah mengatakan itu, Zidan beranjak pergi ke kamarnya untuk menemui sang istri. Sementara Mama Riana tampak menahan amarah karena perkataan putranya itu.
"Apa pun akan mama lakukan untuk memisahkan kamu dengan wanita kampungan itu, Zi. Karena mama nggak rela kamu memiliki istri yang tidak sederajat dengan keluarga kita. Mama yakin, istri kamu itu hanya mengincar hartamu dan setelah berhasil menguasainya, dia akan meninggalkanmu," gumam Mama Riana.
Di dalam kamar, Deswita tak menyadari kedatangan Zidan karena sibuk menata pakaian di lemari.
"Sibuk banget, sih. Sampai suami pulang pun nggak tahu." Zidan memeluk Deswita dari belakang, membuat istrinya itu berjengkit karena kaget.
"Kamu ngagetin aja, sih, Mas. Kalau aku jantungan gimana?"
"Nanti aku donorkan jantungku buat kamu."
"Kamu mau ninggalin aku?" tanya Deswita seraya membalikkan badan menghadap sang suami.
"Enggaklah, siapa yang bilang kalau aku mau ninggalin kamu?"
"Itu barusan, kamu bilang mau kasih jantung ke aku. Terus kalau jantungnya di aku, kamu pakai jantung siapa?"
Zidan pun menyadari maksud ucapan sang istri. "Aku cuma bercanda, Ta. Mas selalu berdoa, kita akan selalu bersama sampai maut yang memisahkan."
"Aku harap juga begitu, Mas. Entah apa jadinya kalau aku harus hidup sendiri tanpa kamu?"
Deswita memeluk erat tubuh sang suami, dia seperti memiliki firasat tak baik perihal rumah tangganya. Setiap malam perasaannya selalu gelisah, bahkan dia sering bermimpi berada di suatu tempat yang sunyi sepi dan tak ada seorang pun di sana.
"Kamu masak apa tadi?" tanya Zidan mengalihkan pembicaraan agar sang istri tak larut dalam kesedihan.
"Aku masak semur daging dan perkedel. Mas mau makan sekarang atau salat dhuhur dulu?"
"Kita salat dulu aja, nanti makan bersama setelah salat."
Deswita mengangguk, dia segera menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda tadi, sedangkan Zidan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berwudhu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments