Air Mata yang Tumpah Di Atas Sajadah

Fikhi bahkan belum sempat mengatakan apa pun namun Ismi sudah langsung memotong ucapan putranya barusan.

"Jadi kamu mau mengatakan kalau Ibu ini bohong? Kamu tak percaya dengan Ibu, Nak? Kamu lebih percaya istri kamu yang sudah jelas-jelas membenci Ibu sejak awal?"

"Ibu tak perlu bermain sandiwara lagi pada mas Fikhi!" seru Andini yang sudah kelewat marah dengan drama yang dilakukan oleh Ismi secara tak sengaja meninggikan suaranya di depan sang mertua.

"Andini, aku tahu kalau kamu tak suka dengan Ibu namun bukan artinya kamu bisa meninggikan suara kamu di depannya," ujar Fikhi tenang.

"Aku minta maaf Mas, aku hanya kesal karena Ibu selalu saja memutar balikan fakta," ujar Andini yang selalu berterus terang dengan perangai mertuanya ini.

"Bu, tolong maafkan perbuatan Andini, ya?" bujuk Fikhi.

"Tanpa kamu memohon pun, Ibu akan rela memaafkan dia," ujar Ismi penuh dusta yang lagi-lagi membuat Andini murka namun saat ini ia berusaha ia tahan mati-matian.

Fikhi kemudian pamit pada ibunya setelah berbincang sebentar mengenai apa yang penrah dilaporkan oleh Andini padanya beberapa hari yang lalu. Sudah Andini duga bahwa Ismi akan memutar balikan semuanya dan kini mereka tengah berjalan kaki pulang ke rumah.

"Mas Fikhi percaya sama apa yang ibu katakan?"

Fikhi tak menjawab pertanyaan dari Andini yang mana tentu saja membuat Andini merasa kesal karena dugaannya bahwa sang suami terperdaya oleh Ismi.

"Kita bicarakan ini nanti."

Andini tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar, Andini lagi-lagi harus menelan kekecewaan karena Fikhi sepertinya lebih condong pada ibunya. Ketika tiba di rumah tetangganya, Andini mengajak Bella dan Shita masuk ke dalam rumah, tentu saja kalau di depan anak-anak baik Andini maupun Fikhi sama sekali tak akan pernah mengumbar masalah orang dewasa. Untung saja mereka bisa bijak dalam memainkan peran mereka untuk tumbuh kembang Bella dan Shita, hari pun kini sudah malam dan besok Fikhi harus pergi bekerja maka ia langsung naik ke ranjang.

****

Andini sudah bangun jam 3 dini hari untuk melaksanakan salat tahajud seperti biasanya. Selepas salat itulah, ia biasanya mengadukan masalahnya pada sang pencipta, sajadah itu seolah menjadi saksi banyak sekali air mata Andini yang tumpah kala mengadukan rumah tangganya dengan Fikhi.

"Ya Allah, tolong kuatkan bahu hamba untuk menghadapi semua ujian darimu, tolong sabarkan hati hamba," isak Andini.

Isakan pelan Andini itu nyatanya membuat Fikhi yang sebelumnya tengah lelap tertidur akhirnya bangun juga. Fikhi juga sering salat tahajud bersama dengan Andini, mereka sudah melakukan hal itu sejak pertama kali menikah hingga saat ini.

"Kamu kenapa tidak membangunkan Mas kalau kamu salat?" tegur Fikhi.

"Maaf Mas, tapi aku lihat Mas nyenyak sekali tidurnya dan pagi nanti Mas harus ke kantor."

"Kamu juga nanti kan mengajar di sekolah, apa bedanya?"

Fikhi kemudian turun dari ranjang dan perlahan duduk di depan Andini, ia mengusap air mata yang jatuh dari pelupuk mata Andini. Sontak saja Andini menahan tangan suaminya itu dan malah menangis lagi.

"Maafkan aku yang masih belum sempurna menjadi imam bagimu dan anak-anak."

Andini hanya diam dan membiarkan air matanya terus mengalir hingga setelah beberapa saat kemudian perasaannya menjadi lega.

****

Andini seperti biasa tiba di sekolah tempat ia mengajar, sekolah ini adalah sekolah swasta berbasis agama yang mana setiap tahun ajaran baru orang tua siswa bisa mengeluarkan uang hingga puluhan juta untuk biaya operasional sekolah namun tentu saja itu bukanlah sebuah masalah karena mayoritas anak yang sekolah di sini memang berasal dari golongan atas.

"Bu Andini, saya tadi beli gado-gado, ini dimakan sebelum kita upacara, ya."

"Terima kasih Bu Meta."

Andini adalah guru bahasa Indonesia di sekolah ini dan mengajar kelas X dan XI IPA sementara Meta juga sama-sama guru bahasa Indonesia yang mengajar kelas XI IPS, mereka kerap berdiskusi mengenai materi pembelajaran dan juga ketika pembuatan soal baik UTS maupun UAS supaya soal bisa seragam dan semua anak bisa mengerjakan dengan baik. Andini langsung memakan gado-gado yang tadi dibeli oleh Meta karena tak lama lagi bel akan berbunyi dan mereka akan melakukan upacara pagi di lapangan sekolah. Walau memang sekolah swasta berbasis agama namun sekolah ini tetap melakukan upacara bendera setiap senin untuk para siswa dan siswi serta para guru, selepas Andini selesai makan, bel berbunyi dan tentu saja ia harus segera ke lapangan untuk mengikuti upacara bendera bersama guru lain dan siswa dan siswi.

****

Ismi sedang membeli sayuran di penjual sayur keliling yang kebetulan berhenti di depan rumahnya. Di tukang sayur keliling itu ada beberapa ibu-ibu yang juga beli, Ismi di sana mulai menjelek-jelekan menantunya di depan tetangganya.

"Punya mantu kok berasa kayak gak punya mantu, sibuk sendiri sama pekerjaannya. Disuruh buat resign malah gak mau nurut."

"Bu Ismi kok selalu mengumbar gosip begitu setiap kali kami di sini, sih?" ujar Bu Haji Maya.

"Bu Haji, saya ini sedang gak menyebar gosip kok memang kenyataannya begitu," bela Ismi.

Sementara ibu-ibu yang lain malah jadi tak nyaman karena sudah pasti bu haji Maya ini paling anti namanya bergosip dan ia akan berdakwah untuk membuat pelaku gosip itu berhenti. Setelah bu haji pergi, barulah ibu-ibu yang sejak tadi bungkam itu mulai berani buka suara.

"Bu Ismi kok bisa-bisanya sih ngomong gitu kalau ada bu haji? Bu Ismi jadi kena tausiyah kan?"

"Suka-suka saya, mulut-mulut saya, kok. Lagian saya ini itu bicara soal fakta bukan gosip!"

"Tapi Bu, saya kok ragu dengan kesaksian Bu Ismi."

"Maksud Bu Pepen apa?!" seru Ismi tak terima.

"Saya ini rumahnya depan-depanan sama Fikhi dan Andini, saya juga hampir selalu lihat bagaimana keseharian mereka. Andini pernah cerita sama saya kalau dia masih bekerja karena uang bulanan Fikhi tidak cukup untuk membiayai rumah dan uang SPP anak-anak, Bu Ismi kan tiap bulan juga minta jatah malah gak kira-kira lagi minta jatahnya."

****

Andini baru saja tiba di rumahnya setelah seharian ini mengajar di sekolah, ia lelah dan ingin istirahat sebelum masak untuk anak dan suaminya. Baru saja ia memarkirkan motornya, suara nyaring Ismi langsung membuatnya menghela napasnya panjang.

"Kamu sengaja mau umbar-umbar aib saya ke tetangga?!"

"Maksud Ibu apa?"

"Bu Pepen bilang kamu menceritakan kalau Ibu minta jatah bulanan dari Fikhi lebih banyak dari pada uang bulanan kamu makanya kamu jadi tetap bekerja untuk biaya rumah tangga dan SPP anak-anak."

"Memangnya salah kalau aku mengatakan itu? Itu kan memang kenyataannya."

"Beraninya kamu!"

Episodes
1 Mertua yang Menyebalkan
2 Air Mata yang Tumpah Di Atas Sajadah
3 Ambisi Ismi
4 Permintaan Kakak Ipar
5 Siasat Mengambil Hati Calon Mertua
6 Sikap yang Nekat
7 Mengeluh Lagi Pada Suami
8 Menjaga Janji Suci Pernikahan
9 Tuduhan yang Membuat Sakit Hati
10 Penggrebekan Berujung Bencana
11 Nikah Siri
12 Aku Pergi
13 Akhirnya Mereka Tahu
14 Sang Penggoda Ulung
15 Karena Aku Kecewa
16 Berusaha Meyakinkan
17 Selalu Membuat Heboh
18 Meminta Untuk Kembali
19 Omongan Julid
20 Guru Baru yang Tampan
21 Sikap yang Tidak Berubah
22 Ucapan Terima Kasih
23 Guru Berprestasi
24 Putusan yang Dinantikan
25 Ambisi yang Tercapai
26 Setelah Pesta Pernikahan
27 Pindah Rumah Akibat Tetangga Julid
28 Kebetulan Apa Ini?
29 Tak Terlaksana
30 Perundungan
31 Sulit Diajak Kerja Sama
32 Permintaan Mantan Suami
33 Adik Kembali
34 Terima Kasih Atas Pemberian
35 Apakah Salah Lihat?
36 Adu Mekanik
37 Curiga Pada Menantu
38 Menikah Saja Dengan Dia
39 Masih Mencari Bukti Lain
40 Bukti yang Nyata
41 Keputusan Sudah Diambil
42 Mantan yang Membujuk Kembali
43 Masih Berusaha
44 Sebuah Pernyataan yang Dinantikan
45 Calon Suami Anak Kita
46 Disetujui Oleh Orang Tua
47 Obsesi Sang Mantan Suami
48 Hari Bahagia Itu Datang
49 Mantan Mertua yang Tidak Jera
50 Harga Diri Untuk Mantan Mertua
51 Sikap Tegas Anak Pertama
52 Aku Terharu
53 Ibu Masuk Rumah Sakit
54 Mantan Pacar Suami Berulah
55 Mulut Pedas yang Tak Berubah
56 Suami Dan Mantan Suami
57 Mantan yang Tak Tahu Diri
58 Karena Kamu Perempuan
59 Isakan Kepedihan
60 Menolak Mengembalikan Uang
61 Kala Mantan Besan Datang
62 Bukti yang Membuat Tak Berkutik
63 Ibu yang Malu Dan Kecewa
64 Tidak Sama Lagi
65 Rasa Cemas
66 Duka Tak Terduga
67 Ibu Tetap Menolak
68 Ada yang Berbeda
69 Balasan Untuk Mantan Mertua?
70 Pengakuan Mantan Istri
71 Mengadu Pada Mertua
72 Peringatan Dari Mertua
73 Menjenguk Anak
74 Curiga Pada Seseorang
75 Pertanda Baik
76 Tak Tahu Malu
77 Tatapan Penghinaan
78 Mulai Berubah
79 Teman Lama yang Mencoba Dekat
80 Minta Maaf yang Gagal
81 Tak Menyangka Bahwa Jujur
82 Tekad Untuk Meminta Maaf
83 Tamu Tak Terduga
84 Ibu Minta Maaf Akhirnya
85 Kedatangan yang Tak Diduga
86 Kehangatan yang Dirindukan
87 Air Mata Dan Permintaan
88 Aku Tidak Mau Bercerai
89 Jatuh Bangkrut
90 Sungguh Tak Percaya
91 Mimpi Buruk yang Tiba-Tiba Datang
92 Rumah Sakit
93 Hadir Untuk Mantan Istri
94 Curhat Pada Mantan Suami
95 Selamat Ulang Tahun
96 Akhir Kisah
Episodes

Updated 96 Episodes

1
Mertua yang Menyebalkan
2
Air Mata yang Tumpah Di Atas Sajadah
3
Ambisi Ismi
4
Permintaan Kakak Ipar
5
Siasat Mengambil Hati Calon Mertua
6
Sikap yang Nekat
7
Mengeluh Lagi Pada Suami
8
Menjaga Janji Suci Pernikahan
9
Tuduhan yang Membuat Sakit Hati
10
Penggrebekan Berujung Bencana
11
Nikah Siri
12
Aku Pergi
13
Akhirnya Mereka Tahu
14
Sang Penggoda Ulung
15
Karena Aku Kecewa
16
Berusaha Meyakinkan
17
Selalu Membuat Heboh
18
Meminta Untuk Kembali
19
Omongan Julid
20
Guru Baru yang Tampan
21
Sikap yang Tidak Berubah
22
Ucapan Terima Kasih
23
Guru Berprestasi
24
Putusan yang Dinantikan
25
Ambisi yang Tercapai
26
Setelah Pesta Pernikahan
27
Pindah Rumah Akibat Tetangga Julid
28
Kebetulan Apa Ini?
29
Tak Terlaksana
30
Perundungan
31
Sulit Diajak Kerja Sama
32
Permintaan Mantan Suami
33
Adik Kembali
34
Terima Kasih Atas Pemberian
35
Apakah Salah Lihat?
36
Adu Mekanik
37
Curiga Pada Menantu
38
Menikah Saja Dengan Dia
39
Masih Mencari Bukti Lain
40
Bukti yang Nyata
41
Keputusan Sudah Diambil
42
Mantan yang Membujuk Kembali
43
Masih Berusaha
44
Sebuah Pernyataan yang Dinantikan
45
Calon Suami Anak Kita
46
Disetujui Oleh Orang Tua
47
Obsesi Sang Mantan Suami
48
Hari Bahagia Itu Datang
49
Mantan Mertua yang Tidak Jera
50
Harga Diri Untuk Mantan Mertua
51
Sikap Tegas Anak Pertama
52
Aku Terharu
53
Ibu Masuk Rumah Sakit
54
Mantan Pacar Suami Berulah
55
Mulut Pedas yang Tak Berubah
56
Suami Dan Mantan Suami
57
Mantan yang Tak Tahu Diri
58
Karena Kamu Perempuan
59
Isakan Kepedihan
60
Menolak Mengembalikan Uang
61
Kala Mantan Besan Datang
62
Bukti yang Membuat Tak Berkutik
63
Ibu yang Malu Dan Kecewa
64
Tidak Sama Lagi
65
Rasa Cemas
66
Duka Tak Terduga
67
Ibu Tetap Menolak
68
Ada yang Berbeda
69
Balasan Untuk Mantan Mertua?
70
Pengakuan Mantan Istri
71
Mengadu Pada Mertua
72
Peringatan Dari Mertua
73
Menjenguk Anak
74
Curiga Pada Seseorang
75
Pertanda Baik
76
Tak Tahu Malu
77
Tatapan Penghinaan
78
Mulai Berubah
79
Teman Lama yang Mencoba Dekat
80
Minta Maaf yang Gagal
81
Tak Menyangka Bahwa Jujur
82
Tekad Untuk Meminta Maaf
83
Tamu Tak Terduga
84
Ibu Minta Maaf Akhirnya
85
Kedatangan yang Tak Diduga
86
Kehangatan yang Dirindukan
87
Air Mata Dan Permintaan
88
Aku Tidak Mau Bercerai
89
Jatuh Bangkrut
90
Sungguh Tak Percaya
91
Mimpi Buruk yang Tiba-Tiba Datang
92
Rumah Sakit
93
Hadir Untuk Mantan Istri
94
Curhat Pada Mantan Suami
95
Selamat Ulang Tahun
96
Akhir Kisah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!