"Sebaiknya lapor saja kepada polisi" kata salah seorang yang menolong Sherli.
"Pak, saya orang baru di sini jadi tidak mengerti jalan"
Orang tersebut merasa iba. Dia sudah berumur cukup. Umur 55 tahun. Seorang bapak.
"Saya antar, Nak"
Sherli berhenti menangis. Sherli diantar bapak itu dengan sepeda motor. Semua barang hilang termasuk handphone dan dompet karena itu Sherli bingung. Sherli semakin menangis dan tidak bisa berpikir apapun. Akhirnya Sherli sampai di kantor polisi. Sherli turun dari sepeda motor dan beliau pun juga.
"Saya antar ke dalam. Adik jangan menangis. Polisi pasti bisa menemukan"
Sherli berusaha berhenti menangis.
Orang itu melihat dua orang polisi yang berbincang dengan wajah serius sampai akhirnya salah seorang polisi itu datang dan duduk. Orang itu melihat name tag yang tertempel di baju dinas bernama...
"Kres Wijaya" pikir orang itu membaca.
"Baik. Ada yang bisa saya bantu, Pak?"
"Ehm...iya, Pak. Begini. Di terminal saya bertemu dengan Adik yang kecopetan" kata orang itu dengan melihat sebentar Sherli.
Kres melihat arah mata orang itu. Seorang perempuan yang masih sangat muda. Kres tebak dia masih sangat polos terlihat dari sikapnya bahkan bisa saja baru lulus sekolah, berkulit putih, memakai kaos warna oranye, rambut hitam panjang, dan matanya berkaca kaca. Kres mengangguk tanda mengerti.
"...Adik ini kehilangan semuanya. Bapak bisa membantu ya?"
"Perkenalkan nama saya Kres Wijaya"
"Baik, Pak Kres"
Orang itu melihat Sherli.
"Adik, silahkan bicara sama polisinya. Identitas Adik dari mana?" kata orang itu setengah berbisik.
Kres melihat Sherli dan air mata Sherli mulai jatuh sampai akhirnya...
"Huhuhu...huaaahhh...huhuhu"
Baik Kres dan orang itu tidak melihat Sherli bicara tapi justru menangis keras sampai kedua mata bengkak dan hidung merah.
"Pak, Maaf. Mungkin Adik ini masih shock karena memang sepertinya dia pendatang"
Kres merasa kasihan dan mengangguk pelan.
"Baik. Bisa Bapak tenangkan dulu" kata Kres pelan.
"Adik, mari saya bantu duduk di belakang. Adik memang harus tenang"
Sherli berusaha berhenti menangis dan menggeleng keras dengan mengusap air mata dengan lengan kanannya.
"Hiks...hiks..."
Terdengar Sherli yang mulai tenang meskipun masih terisak tapi akhirnya sudah bisa menyebutkan identitasnya. Selesai menyebutkan Sherli mengepalkan tangannya yang ada di atas meja penuh dendam.
"Pak, pokoknya saya mau dia dipenjara bahkan kalau bisa dihukum mati! Jangan karena saya pendatang Bapak gak adil terhadap saya! Harus dihukum mati karena dia merugikan saya!" kata Sherli teriak.
Kres sedikit tersentak kaget.
"Gue pikir dia penakut tapi ternyata bisa galak juga" pikir Kres.
"Tenang. Tenang dulu" kata Kres pelan dan mengangkat sebentar kedua tangannya.
Kres menahan napas sebentar.
"Laporan saya terima. Saran saya Adik pulang. Kalau barang sudah ditemukan saya akan kirim"
"Benar tidak apa apa kalau Adik ini pulang, Pak?" tanya orang itu.
"Lebih baik begitu. Di sini dia sudah kena copet. Jadi saya minta tolong Bapak antar dia ke terminal dan..."
Kres berdiri lalu mengambil dompet dari dalam saku yang terletak di pantatnya dan mengambil beberapa lembar uang kertas yang berwarna merah itu.
"Ini, Pak"
"Pak, kalau tentang ini biar saya saja. Saya ikhlas membantu"
"Tidak masalah. Ini salah satu bentuk tugas saya" kata Kres.
"...tapi uang ini banyak, Pak"
"Tidak masalah. Sisanya ambil Bapak saja"
"Pak, terima kasih. Memang Pak Kres pantas jadi seorang polisi. Selalu siap membantu orang"
"Pastikan dia selamat sampai di terminal, Pak"
"Baik, Pak" kata orang itu dengan mengambil uang dari tangan Kres.
Sikap Kres sopan dengan beliau dan sedikit menunduk.
"...tapi saya..."
"Tenang saja, Dik. Saya akan berusaha menemukan barangnya" kata Kres meyakinkan Sherli.
"Ayo, Adik" ajak orang itu.
"Kalau sekarang masih mau di sini...mungkin belum tenang silahkan. Saya akan membawakan air minum ke sini tapi sebelum sore lebih baik Adik pulang agar tidak kemalaman" kata Kres pelan.
Orang itu tampak keberatan jika sampai nanti karena dia harus kerja dan Kres paham.
"Bapak bisa meninggalkan Adik ini. Nanti saya saja yang akan mengantarkan" lanjut Kres.
"Adik mau di sini dulu atau langsung ke terminal?" tanya orang itu melihat Sherli.
"Pak, saya tidak mau" kata Sherli dengan menggeleng keras.
Kres tampak heran dan melihat beliau terus membujuk Sherli untuk mau ke terminal sampai akhirnya Sherli melihat raut wajah Kres begitu serius dan menunjukkan sikap tegasnya. Sherli sudah mulai menjauh dari pandangan Kres karena diajak pergi orang itu. Di terminal Sherli diantar sampai di bus yang arahnya menuju kota kelahiran Sherli.
"Pak, saya..."
"Adik, saya punya kewajiban untuk menjamin keselamatan. Pertama Pak Kres mempercayakan kepada saya. Kedua saya juga ikut merasa bersalah kalau sampai tidak bisa mengantarkan adik dengan selamat. Adik ikuti kata saya. Ayo masuk"
Sherli mau naik tapi ragu.
"Kenapa, Dik? Benar saja saya lupa"
Dia mengambil uang dari dalam sakunya.
"Ini uang dari polisi tadi. Ambil semuanya saja. Sisanya bisa Adik beli makan waktu ada pedagang keliling di bus nanti. Saya yakin nanti Adik akan lapar"
Sherli mau bicara.
"Sudah ambil saja semuanya. Tidak apa apa"
Sherli melihat uang itu.
"Lumayan banyak" pikir Sherli pelan.
Sherli mengambil uang itu dengan pelan.
"Terima kasih banyak, Pak"
"Hati-hati, Dik"
Sherli mengangguk pelan dan naik lalu mencari duduk dan menemukan tempat duduk yang kosong maka menghampiri. Sherli duduk di pojok dan orang itu sudah mulai menjauh.
"Gue gak bisa pulang. Apa kata mama? Mama selalu keras sama gue. Papa juga pasti shock. Gimana kalau penyakit jantung papa kambuh? Gue gak mau menjadi penyebab papa kambuh" pikir Sherli pelan.
Pukul 20.00. Irfan datang baru dari tugas dan duduk dengan menghela napas pelan. Kres melihat sebentar Irfan. Jika sudah mendengar Irfan menghela napas pasti ada sesuatu.
"Komandan"
Kres melihat Irfan dan segera menyuruh diam.
"Kenapa lagi? Jangan asal panggil komandan nanti terdengar Beliau. Tersinggung"
"Lo mau tahu? Lebih baik lo yang jadi komandan daripada Bapak yang sok terhormat itu"
"Kalau lo bicara dikondisikan. Nanti terdengar biar tahu rasa apalagi gue gak minat. Kenapa lagi menghela napas?"
"Gue gak paham. Apa salah gue? Gue selalu ditegur inilah itulah"
"Makanya hati-hati kalau bicara. Kita semua juga tahu Beliau memang begitu. Dijalani saja semuanya"
"Lo enak bicara begitu karena yang paling parah ditegur gue padahal selama ini gue menjalankan tugas dengan benar. Gue gak pernah sembarangan atau sekedar main-main"
"Sabar" kata Kres dengan menepuk sebentar punggung Irfan.
Irfan berdiri.
"Gue mau pulang. BT" kata Irfan sebal.
Kres melihat Irfan yang mulai menjauh dan cuma bisa menggelengkan kepalanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 164 Episodes
Comments
Lee
Semangat berkarya ya 2 iklan mendarat..🤗
2025-02-16
1