Bab 5. Cemburu Yang Menggelora

Minggu pagi, Maya dan Aldo siap-siap untuk liburan singkat ke pegunungan yang sudah mereka rencanakan. Mereka mengemas barang-barang dan memastikan semuanya beres.

“Jangan lupa jaket tebal, di pegunungan dingin banget,” kata Aldo sambil memasukkan barang-barang ke dalam mobil.

“Aku udah bawa,” jawab Maya dengan senyum. “Yuk, kita berangkat!”

Perjalanan ke pegunungan lancar. Mereka menikmati pemandangan yang indah dan udara segar. Setelah beberapa jam, mereka sampai di kabin kecil yang sudah mereka pesan.

“Kabin ini keren banget,” kata Maya sambil mengagumi pemandangan sekitar.

“Iya, ini tempat yang pas buat kita bersantai,” tambah Aldo.

Setelah memasukkan barang-barang ke dalam kabin, mereka memutuskan untuk jalan-jalan di sekitar area. Sambil berjalan, mereka ngobrol tentang banyak hal, mulai dari pekerjaan hingga rencana masa depan.

Namun, suasana berubah ketika Maya melihat notifikasi pesan di ponsel Aldo.

“Kamu dapat pesan, Aldo. Dari siapa?” tanya Maya dengan nada penasaran.

Aldo mengambil ponselnya dan membaca pesan tersebut. “Ini dari teman kantor. Nggak penting kok.”

Namun, Maya merasa ada yang aneh. “Boleh aku lihat?” tanyanya dengan nada cemburu.

Aldo menghela napas dan menyerahkan ponselnya. “Tentu, nggak ada yang aku sembunyikan.”

Maya membaca pesan itu dan merasa lega. Namun, rasa cemburu masih menggelayut di hatinya. “Maaf, Aldo. Aku cuma khawatir karena kejadian sebelumnya.”

“Aku ngerti, Maya. Tapi kita harus saling percaya. Kalau nggak, kita akan selalu hidup dalam kecurigaan,” jawab Aldo dengan lembut.

Maya mengangguk. “Aku akan berusaha lebih baik. Maaf ya.”

Mereka melanjutkan jalan-jalan dengan suasana yang lebih tenang. Namun, rasa cemburu Maya belum sepenuhnya hilang. Saat makan malam, mereka memutuskan untuk berbicara lebih serius tentang hubungan mereka.

“Aldo, aku rasa kita perlu lebih terbuka satu sama lain. Aku nggak mau ada rahasia di antara kita,” kata Maya sambil menatap Aldo dengan serius.

“Aku setuju, Maya. Komunikasi itu penting. Ayo kita bicarakan apa pun yang mengganggu kita,” jawab Aldo dengan penuh perhatian.

Maya menarik napas dalam-dalam. “Aku masih merasa cemburu, terutama setelah melihat foto lama kamu dengan Nia. Aku tahu ini nggak adil, tapi perasaan itu ada.”

“Aku ngerti, Maya. Dan aku janji akan melakukan yang terbaik buat bikin kamu merasa aman. Nia itu bagian dari masa laluku, tapi kamu adalah masa depanku,” kata Aldo dengan penuh ketulusan.

Maya tersenyum. “Terima kasih, Aldo. Aku akan berusaha buat lebih percaya sama kamu.”

Malam itu, mereka duduk di teras kabin, menikmati bintang-bintang di langit malam. Aldo memeluk Maya erat, memberikan rasa nyaman yang Maya butuhkan.

“Aku janji kita akan selalu berbicara dan saling mendukung,” kata Aldo sambil mengecup kening Maya.

“Aku juga janji akan selalu jujur dan terbuka sama kamu,” jawab Maya sambil tersenyum.

Keesokan paginya, Maya terbangun dengan perasaan lega. Dia melihat Aldo yang masih tertidur di sebelahnya dan tersenyum. Setelah semua yang mereka bicarakan, Maya merasa lebih percaya diri tentang hubungan mereka. Dia memutuskan untuk membuat sarapan dan membangunkan Aldo dengan aroma kopi segar dan pancake.

“Pagi, sayang. Sarapan siap,” kata Maya sambil menggoyang-goyangkan bahu Aldo dengan lembut.

Aldo menguap dan membuka matanya. “Hmm, pagi, Maya. Wangi banget, apa yang kamu masak?”

“Pancake kesukaanmu dan kopi,” jawab Maya dengan senyum lebar.

“Aku benar-benar beruntung punya kamu,” kata Aldo sambil duduk di meja makan.

Mereka menikmati sarapan dengan obrolan ringan, tertawa, dan saling bercanda. Setelah sarapan, mereka memutuskan untuk menjelajahi hutan kecil di sekitar kabin.

“Sebenarnya aku pengen banget ke air terjun yang tadi disebut sama pemilik kabin. Katanya nggak jauh dari sini,” kata Aldo sambil meraih peta kecil dari meja.

“Boleh juga. Pasti seru!” jawab Maya antusias.

Mereka berdua berjalan menyusuri jalan setapak menuju air terjun. Sambil berjalan, mereka terus berbicara tentang masa depan mereka, merencanakan berbagai hal seperti liburan berikutnya dan bahkan berbicara sedikit tentang pernikahan.

Setelah sekitar 30 menit berjalan, mereka sampai di air terjun yang sangat indah. Air yang jatuh dengan suara gemuruh menciptakan suasana damai dan menenangkan.

“Tempat ini indah banget,” kata Maya sambil memegang tangan Aldo.

“Iya, ini sempurna,” jawab Aldo. “Aku rasa kita harus sering-sering pergi ke tempat seperti ini untuk menghilangkan stres.”

Mereka duduk di batu besar dekat air terjun, menikmati pemandangan dan ketenangan yang ada. Maya merasa sangat bersyukur atas momen ini. Namun, tiba-tiba ponsel Aldo berbunyi lagi. Maya merasa sedikit cemas, tapi mencoba untuk tetap tenang.

“Aku harus angkat ini, mungkin penting,” kata Aldo sambil mengangkat telepon.

Maya mengangguk dan menunggu Aldo selesai berbicara. Aldo hanya berbicara sebentar sebelum menutup telepon dan kembali ke Maya.

“Itu hanya teman kantor yang nanya soal proyek. Nggak ada yang perlu dikhawatirkan,” kata Aldo sambil tersenyum meyakinkan.

Maya menghela napas lega. “Aku harus lebih santai ya. Aku nggak mau terus-terusan cemburu tanpa alasan.”

“Kamu nggak perlu khawatir, Maya. Aku di sini buat kamu, selalu,” jawab Aldo dengan penuh cinta.

Mereka menghabiskan sisa hari itu dengan menikmati alam, berbicara tentang mimpi-mimpi mereka, dan saling menguatkan. Saat matahari mulai terbenam, mereka kembali ke kabin dengan perasaan lebih dekat dan lebih yakin pada cinta mereka.

Malam itu, di bawah langit berbintang, mereka duduk di depan perapian kecil, berbicara tentang masa depan mereka dengan penuh harapan.

Keesokan paginya, Maya dan Aldo memutuskan untuk beristirahat sejenak di kabin. Mereka bersantai di teras, menikmati pemandangan alam sambil menyeruput kopi hangat. Namun, Maya masih merasakan sedikit kecemasan yang tersisa dari percakapan sebelumnya.

“Aldo, aku pengen tanya sesuatu,” kata Maya tiba-tiba.

“Apa itu, Maya?” tanya Aldo sambil menatapnya dengan penuh perhatian.

“Kamu yakin nggak ada apa-apa lagi antara kamu dan Nia? Aku masih kepikiran aja,” Maya menunduk, takut menatap mata Aldo.

Aldo menghela napas panjang. “Maya, aku paham kamu merasa khawatir. Tapi aku jamin nggak ada apa-apa lagi antara aku dan Nia. Kita cuma teman sekarang. Aku milikmu sepenuhnya.”

Maya menatap Aldo dan tersenyum tipis. “Maaf, aku cuma butuh waktu untuk benar-benar percaya.”

“Aku ngerti, Maya. Dan aku siap buat ngasih kamu waktu sebanyak yang kamu butuhin,” jawab Aldo sambil menggenggam tangan Maya.

Setelah beberapa saat dalam keheningan yang nyaman, mereka memutuskan untuk melanjutkan petualangan mereka dengan mengunjungi sebuah pasar lokal yang mereka dengar dari penduduk setempat.

Saat mereka tiba di pasar, suasana langsung terasa hidup dengan suara penjual yang menawarkan dagangan mereka dan aroma makanan yang menggoda. Maya dan Aldo berjalan-jalan, menikmati suasana dan membeli beberapa cendera mata.

“Lihat, Aldo! Ini gelang kayu handmade, keren banget,” kata Maya sambil mengagumi salah satu barang di sebuah kios.

“Ayo kita beli. Itu akan jadi kenang-kenangan dari perjalanan ini,” kata Aldo sambil tersenyum.

Setelah berkeliling pasar dan membeli beberapa barang, mereka memutuskan untuk makan siang di salah satu warung lokal.

“Makannya enak banget, ya,” kata Maya sambil mengunyah makanan.

“Iya, benar-benar makanan lokal yang otentik,” jawab Aldo sambil menikmati hidangan di depannya.

Setelah makan siang, mereka kembali ke kabin dengan perasaan puas dan bahagia. Namun, saat mereka tiba di kabin, Maya melihat lagi pesan masuk di ponsel Aldo. Rasa cemburu dan penasaran kembali muncul.

“Kamu lagi dapat pesan, Aldo. Dari siapa lagi?” tanya Maya dengan nada sedikit khawatir.

Aldo mengambil ponselnya dan membaca pesan tersebut. “Ini dari kolega yang nanya soal meeting besok. Nggak ada yang aneh kok, Maya.”

Maya mencoba menenangkan diri, tapi rasa cemburu masih menggelayut di pikirannya. “Aku tahu aku harus lebih percaya, tapi kadang sulit buat aku.”

“Aku ngerti, Maya. Mari kita bicara terus terang aja. Kamu boleh tanya apa pun yang kamu ingin tahu,” kata Aldo dengan lembut.

Maya mengambil napas dalam-dalam. “Oke. Aku cuma butuh kamu jujur dan terbuka sama aku.”

“Aku janji akan selalu begitu, Maya,” jawab Aldo dengan penuh ketulusan.

Malam itu, mereka duduk di depan perapian kecil di kabin, menikmati kehangatan dan berbicara lebih dalam tentang perasaan mereka. Maya merasa lebih tenang setelah berbicara jujur dengan Aldo.

“Kamu tahu, Aldo, aku sangat mencintai kamu. Dan aku nggak mau ada hal-hal kecil yang merusak hubungan kita,” kata Maya sambil menyandarkan kepalanya di bahu Aldo.

Episodes
1 Bab 1. Awal Yang Memikat
2 Bab 2. Rahasia Tersembunyi
3 Bab 3. Pesan Yang Mencurigakan
4 Jejak Yang Terbuka
5 Bab 5. Cemburu Yang Menggelora
6 Bab 6. Tekanan Yang Menyesakkan
7 Cemburu Diluar Nalar
8 Bab 8 Langkah Kecil Menuju Pemulihan
9 Bab 9. Kecemburuan Yang Kambuh Lagi
10 Bab 10. Ketegangan Yang Meningkat
11 Bab 11. Pertengkaran Baru
12 Bab 12. Pekerjaan Kacau
13 Bab 13. Bertambah Parah
14 Bab 14. Depresi
15 Bab 15. Menelusuri Masa Kecil Maya
16 Bab 16. Kisah Masa Kecil Maya
17 Bab 17. Menyusun kembali
18 Bab 18. Menyambut Keajaiban Baru
19 Bab 19. Kesibukan Merawat Bayi
20 Bab 20. Merangkai Harapan
21 Bab 21. Kecemasan Yang Kembali Timbul
22 Bab 22. Diagnosis Kecemasan
23 Bab 23. Serangan Kecemasan Di Kantor
24 Bab 24. Perpisahan Sementara
25 Bab 25. Serangan Panik Tanpa Sebab
26 Bab 26. Pertemuan Tak Terduga
27 Bab. 27. Serangan Panik Yang Semakin Menjadi
28 Bab 28. Ancaman Tersembunyi
29 Bab 29. Ketegangan Memuncak di Jalan
30 Bab 30. Kabar Buruk Ditengah Ketegangan
31 Bab 31. Kedekatan yang Tumbuh
32 Bab 32. Gangguan di Kantor
33 Bab 33. Kejaran Mobil Misterius
34 Bab 34. Teror Tanpa Henti
35 Bab 35. Perhitungan di Ruang Pimpinan
36 Bab 36. Perpisahan
37 Bab 37. Sambutan Hangat
38 Bab 38. Momen Kebersamaan
39 Bab 39. Panggilan Tak Terduga
40 Bab 40. Kembali ke Kantor Lama
41 Bab 41. Teror Telepon Tak Dikenal
42 Bab 42. Berterus Terang
43 Bab 43. Kekhawatiran Maya
44 Bab 44. Membeli Senjata
45 Bab 45. Pertemuan Tak Terduga
Episodes

Updated 45 Episodes

1
Bab 1. Awal Yang Memikat
2
Bab 2. Rahasia Tersembunyi
3
Bab 3. Pesan Yang Mencurigakan
4
Jejak Yang Terbuka
5
Bab 5. Cemburu Yang Menggelora
6
Bab 6. Tekanan Yang Menyesakkan
7
Cemburu Diluar Nalar
8
Bab 8 Langkah Kecil Menuju Pemulihan
9
Bab 9. Kecemburuan Yang Kambuh Lagi
10
Bab 10. Ketegangan Yang Meningkat
11
Bab 11. Pertengkaran Baru
12
Bab 12. Pekerjaan Kacau
13
Bab 13. Bertambah Parah
14
Bab 14. Depresi
15
Bab 15. Menelusuri Masa Kecil Maya
16
Bab 16. Kisah Masa Kecil Maya
17
Bab 17. Menyusun kembali
18
Bab 18. Menyambut Keajaiban Baru
19
Bab 19. Kesibukan Merawat Bayi
20
Bab 20. Merangkai Harapan
21
Bab 21. Kecemasan Yang Kembali Timbul
22
Bab 22. Diagnosis Kecemasan
23
Bab 23. Serangan Kecemasan Di Kantor
24
Bab 24. Perpisahan Sementara
25
Bab 25. Serangan Panik Tanpa Sebab
26
Bab 26. Pertemuan Tak Terduga
27
Bab. 27. Serangan Panik Yang Semakin Menjadi
28
Bab 28. Ancaman Tersembunyi
29
Bab 29. Ketegangan Memuncak di Jalan
30
Bab 30. Kabar Buruk Ditengah Ketegangan
31
Bab 31. Kedekatan yang Tumbuh
32
Bab 32. Gangguan di Kantor
33
Bab 33. Kejaran Mobil Misterius
34
Bab 34. Teror Tanpa Henti
35
Bab 35. Perhitungan di Ruang Pimpinan
36
Bab 36. Perpisahan
37
Bab 37. Sambutan Hangat
38
Bab 38. Momen Kebersamaan
39
Bab 39. Panggilan Tak Terduga
40
Bab 40. Kembali ke Kantor Lama
41
Bab 41. Teror Telepon Tak Dikenal
42
Bab 42. Berterus Terang
43
Bab 43. Kekhawatiran Maya
44
Bab 44. Membeli Senjata
45
Bab 45. Pertemuan Tak Terduga

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!